Wacana Dedolarisasi

Indonesia Dukung Dedolarisasi, Celios: Menghambat Aktivitas Ekspor

Pemerintah Indonesia terus menggenjot kebijakan dedolarisasi dalam aktivitas perdagangan antar negara.

Featured-Image
Suasana Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai bagian dari program strategis nasional hilirisasi dan pengiriman logistik dinilai sudah tepat. (Foto: dok untuk apahabar)

bakabar.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia terus menggenjot kebijakan dedolarisasi dalam aktivitas perdagangan antar negara. Dedolarisasi merupakan upaya mengganti mata uang Dolar AS dalam kegiatan perdagangan antarnegara.

Tujuannya adalah untuk mengurangi ketergantungan pada mata uang dolar. Mata uang dolar sendiri memiliki nilai yang dilandaskan pada kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS).

Karena itu, jika kondisi sebuah negara mulai goyah, maka akan berdampak besar terhadap negara lain, terutama pada aktivitas ekspor impor.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan kebijakan dedolarisasi justru akan menghambat aktivitas ekspor impor. Alasannya, masih banyaknya pedagang internasional yang hanya menerima mata uang dolar untuk bertransaksi.

Baca Juga: Penguatan Indeks Dolar AS, Mata Uang Garuda Terus Melemah

“Kapal-kapal berbendara asing itu maunya terima dollar, mana mau dibayar dengan quotation rupiah. Padahal 90% kapal untuk ekspor-impor menggunakan bendera asing,” ujarnya kepada bakabar.com, Kamis (20/4).

Masalah lain yang muncul adalah terkait dengan kerja sama internasional. Contohnya seperti bantuan hibah, pinjaman internasional dan bantuan lain yang saat ini masih didominasi oleh mata uang dolar.

Sehingga saat dilakukan pengembalian cicilan pokok dan bayar bunga, maka transaksi yang terjadi tetap menggunakan dolar. Lagi-lagi, menurut Bhima Yudhistira kebijakan dedolarisasi belum sepenuhnya diterima oleh banyak pedagang internaional.

Baru-baru ini, negara-negara di ASEAN telah menetapkan kebijakan Local currency transaction (LCT) untuk mendorong penggunaan mata uang lokal masing-masing negara di pasar global.

Baca Juga: Investasi Migas Kuartal I, SKK Migas: Capai 2,63 Miliar Dolar AS

“Tapi secara data porsi transaksi menggunakan LCS dengan Thailand hanya 4% dari total ekspor. Bahkan pada negara lain juga relatif kecil," terangnya.

Oleh karena itu, Bhima menjelaskan kebijakan dedolarisasi hanya bisa berhasil apabila porsi transaksi perdagangan bisa naik hingga 30% dari total ekspor. Selain itu pemerintah harus terlibat dalam pembahasan BRICS, walaupun Indonesia bukan bagian dari aliansi tersebut.

BRICS merupakan akronim dari nama lima negara anggota forum bisnis internasional, yakni Brasil, Rusia, India, China, dan South Africa (Afrika Selatan). Terlibat di BRICS, menjadi penting karena kerja sama itu akan meningkatkan peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor.

Baca Juga: Rupiah Menguat 1,38 Persen, BI: Berkat Aliran Masuk Modal Asing

Jika peningkatan ekspor terjadi, hal itu berpeluang untuk meningkatkan peluang keberhasilan dedolarisasi Indonesia, dimana nilai tukar tidak lagi menggunakan dolar.

“Plusnya upaya dedolarisasi dengan menggunakan transaksi mata uang lokal partner dagang Indonesia bisa meningkatkan stabilitas nilai tukar rupiah,” jelasnya.

Editor
Komentar
Banner
Banner