bakabar.com, JAKARTA – Koalisi Solidaritas untuk Masyarakat Adat mengungkap hasil investigas awal mula bentrok warga dan polisi di Desa Bangkal, Seruyan, Kalimantan Tengah (Kalteng).
Investigasi dilakukan 15 organisasi masyarakat sipil sejak 9 hingga 13 Oktober 2023. Temuannya yakni penembakan yang menewaskan warga Seruyan merupakan puncak kekerasan aparat.
Anggota Tim Investigasi dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS), Andre Yunus menerangkan bahwa warga semula menggelar aksi damai melawan PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) sejak (16/9) lalu.
Aksi sempat berbuah perundingan antara perusahaan, warga, dan pemerintah. Namun tak pernah mencapai mufakat. Sedangkan seteru sejak 2006 masih membuahkan protes dan silang pendapat.
“Inilah yang kemudian mengawali masyarakat Bangkal untuk membangun posko untuk menjalankan aktivitas memasak makanan untuk aksi demonstrasi,” kata Andre dikutip Senin (16/10).
Kemudian tim investigasi menemukan terdapat pengerahan aparat yang terlalu berlebihan untuk memecah konsentrasi massa dan membubarkan aksi.
Sebanyak 440 dilibatkan untuk mengawal aksi massa. Adapun aparat yang dikerahkan berasal dari Brimob, Intelkam, Direktorat Samapta dan Direktorat Reserse Kriminal. Para personel diterjunkan dari Polda Kalteng, Polres Kota Waringin Timur dan Polres Seruyan.
Aparat tersebut kerap menembakkan gas air mata ke arah massa yang sedang melakukan aksi damai.
Pada tanggal 20 September 2023, aktivitas yang dilakukan masyarakat ada dua, yakni aksi dan memasak makanan di posko. Selama aksi, masyarakat juga kerap berpindah-pindah lokasi.
“Pada tanggal 21 (September 2023), logistik makanan yang sudah jadi akan diantar ke masa aksi oleh mobil pikap yang di dalamnya ada makanan, ibu-ibu dan anak muda,” jelas Andre.
Saat hendak mengantar makanan, mobil pikap pembawa bekal makanan massa aksi tersebut diadang aparat yang telah bersiaga dengan gas air mata. Senjata tersebut ditembak dari jarak 30 meter.
Asap dari gas air mata itu sampai masuk ke dalam mobil pikap. Menurut Andre, foto mobil yang ditembak gas air mat aitu dinarasikan bakal menabrak barikade aparat yang sedang berjaga.
“Fakta yang kami dapat adalah mereka mengantar makanan. Seharusnya polisi stop kendaraan itu dulu dan menanyai mereka mau ke mana. Namun, yang terjadi langsung ditembak gas air mata sehingga warga takut dan putar balik,” ungkap Andre.
Dua hari kemudian, warga mendapat informasi ada masyarakat yang ditangkap aparat. Mendengar berita tersebut, beberapa warga melakukan pencarian hingga bertemu dengan anggota Brimob yang sedang patroli.
Andre menuturkan, aparat yang sedang berjaga tersebut tidak membuka komunikasi dengan warga. Aparat langsung menembakkan gas air mata. Asap gas air mata dirasakan sampai ke pertigaan Bangkal dan bahkan melewati pemukiman warga.
“Tidak hanya gas air mata yang ditembak, tapi juga peluru karet. Pada tanggal 23 (September 2023) pihak kepolisian terlalu represif padahal harusnya bisa melakukan tindakan yang persuasif,” ungkapnya.
Puncak dari ketegangan terjadi pada 7 Oktober 2023 pukul 09.00 waktu setempat. Menurut Andre, warga menggelar aksi damai dan menggerakkan massa untuk pindah dari pos 2 ke area 10-12.
Begitu sampai ke tenda, kata Andre, warga langsung memasak keperluan logistik. Baru pada pukul 11.00, ketegangan terjadi ketika aparat menginstruksikan warga bubar. Pada saat itu, masyarakat menolak dibubarkan sehingga polisi menginstruksikan langsung menembakkan gas air mata.
“Ada instruksi agar gas air mata jangan ke atas. Jangan ke atas. Gas air mata jangan ke atas. Arahkan ke orangnya. Itu terdengar sangat jelas,” kata Andre.
Sedangkan instruksi kedua, lanjut dia, adalah “Ayo maju… Ayo maju lekas… Tembak orangnya… Gas air mata persiapkan… Bidik kepalanya. Bidik kepalanya...,” ujar Andre menirukan dialog dalam video yang berhasil direkam warga.
Ia mengaku belum dapat mengidentifikasi pangkat atau jabatan aparat pemberi perintah. Namun, menurutnya, instruksi tersebut berasal dari mobil komando milik polisi.
“Hingga akhirnya gas air mata diluncurkan dan itu berbarengan dengan letusan senjata api. Ketika gas air mata berbarengan dengan tembakan senjata api, ada saksi yang melihat dua orang warga langsung tersungkur,” jelasnya.
Kondisi dua korban yang tersungkur itu telah dicocokkan dengan video oleh tim investigasi. Ia menemukan ada kesesuaian antara keterangan dua orang saksi dengan video. Korban meninggal adalah Gijik, sedangkan korban luka yakni Taufikurahman.
Dua orang warga tersebut langsung dievakuasi menggunakan mobil milik warga. Menurutnya, tidak ada mobil kesehatan yang disiapkan oleh aparat kepolisian, melainkan menggunakan mobil milik warga.
“Pada pukul 12.00, warga yang ditembak gas air mata, warga berlarian dan berpencar ke berbagai arah di perkebunan sawit. Mereka terpencar, waktu itu massa yang hampir 500 orang pada tanggal 7 Oktober ada yang menunggu situasi reda dan ada yang sebagian pulang kembali ke rumah,” jelas Andre.
Tim Advokasi juga menemukan ada 40 motor milik warga yang dirusak aparat. Warga juga sempat melaporkan kehilangan harta benda pada tanggal 7 Oktober 2023 kepada tim investigasi.
Usai penembakan, sebanyak 20 orang ditangkap oleh aparat. Berdasarkan keterangan tim investigasi, warga yang ditangkap itu dibawa ke Mako Brimob sebelum dibawa ke Polres Kotawaringin Timur untuk diinterogasi.
Adapun nama warga yang ditangkap adalah J (50), J (60), A (53), S (65), JO (35), S (41), K (48), M (60), M (siswa kelas 3 SMA), S (30), K (27), empat warga Pondok Damar, satu warga Desa Sembuluh, dan empat Desa Sembuluh.
Pada tanggal 9 Oktober 2023, rombongan Gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran tiba di rumah mendiang Gijik untuk menyerahkan bantuan. Ia meminta waktu menyelesaikan konflik yang terjadi.
Bahkan Sugianto disebut juga sempat menjanjikan bertemu pihak perusahaan dan mencabut izin HGU perusahaan. Di sisi lain, mendiang Gijik dikebumikan pada tanggal 10 Oktober 2023.
“Taufikurahman menjalani operasi pengangkatan benda asing dan informasi yang kami dapatkan hingga detik ini masih dalam kondisi kritis dan menjalani perawatan intensif,” ungkapnya.
Tim investigasi menilai, penembakan yang menewaskan satu orang warga dan mengakibatkan satu orang warga luka serius merupakan bentuk extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum serta dugaan pelanggaran HAM di Bangkal, Seruyan.