27 Ribu Aplikasi Pemerintah

Hadirnya 27 Ribu Aplikasi, Pengamat: Pemerintah Lemah Dalam Pengawasan

Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai pemerintah lemah dalam melakukan pengawasan terhadap kementerian dan lembaga.

Featured-Image
Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah. Foto: dok/KWP

bakabar.com, JAKARTA - Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai pemerintah lemah dalam melakukan pengawasan terhadap kementerian dan lembaga. Terbukti dari hadirnya banyak aplikasi oleh kementerian/lembaga yang jumlahnya mencapai 27 ribu.

"Pembiaran itu bahkan terkesan saling berlomba-lomba membuat aplikasi karena pemerintah nggak memberikan sanksi kepada kementerian lembaga yang melakukan pelanggaran," ujar Trubus kepada bakabar.com, Rabu (14/6).

Trubus menilai banyak kementerian/ lembaga yang membuat aplikasi dengan dalih pandemi COVID-19. Situasi itu diduga dimanfaatkan dan dijadikan alasan oleh kementerian/ lembaga untuk menjadikannya sebagai proyek.

Seharusnya, kata Trubus, dari aplikasi yang sebanyak itu bisa dikerucutkan menjadi satu atau beberapa aplikasi saja. Aplikasi yang tentunya ramah dan bisa digunakan oleh masyarakat.

Baca Juga: Kementerian Ramai Bikin Aplikasi, Pengamat: Pemborosan Anggaran

"Secara data itu seharusnya satu pintu aplikasi. Itu satu ya Jakarta, misalkan Jaki untuk peruntukan macem-macem, untuk pengaduan soal banjir, jalan rusak, pengaduan gizi buruk, pengaduan ketertiban masyarakat, lingkungan," ujarnya.

Menurut Trubus, jika aplikasi seperti Jaki saja bisa mencakup dan mewakili banyak kebutuhan masyarakat, maka kehadiran aplikasi seharusnya tidak sebanyak yang sekarang. Untuk itu perlu koordinasi di antara kementerian/ lembaga.

"Tidak setiap dinas bikin sendiri-sendiri, kan nggak boleh. Setiap lembaga bikin sendiri dan itu bikin masyarakat pusing gimana caranya," imbuhnya.

Baca Juga: Evaluasi Sistem Pemerintahan Digital, PANRB Gandeng 30 Universitas

Selanjutnya, Trubus mendorong kebijakan satu data untuk beragam keperluan, mulai dari kependudukan hingga hal-hal lainnya. Data-data seperti NIK seharusnya bisa digunakan untuk ijazah, pembuatan paspor, hingga pembuatan akta kelahiran.

"Harusnya kaya gitu pemerintah tidak ngobral-ngobral ini, tapi niatnya lain. Lebih banyak perilaku korupsi karena kata korupsi itu merajalela di setiap lembaga jadi aplikasi-aplikasi itu hanya untuk kedok untuk korupsi," pungkasnya.

Editor
Komentar
Banner
Banner