Politik

H2D Kecewa DKPP Hanya Sanksi Satu Petinggi Bawaslu Kalsel

apahabar.com, BANJARMASIN – Tim divisi hukum pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Selatan nomor urut…

Featured-Image
Ketua dan Komisioner Bawaslu Kalsel. Foto-net

bakabar.com, BANJARMASIN – Tim divisi hukum pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Selatan nomor urut 2, Denny Indrayana-Difriadi Darjat (H2D) kecewa dengan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia (RI).

Sebelumnya DKPP hanya menjatuhkan sanksi peringatan keras terhadap Terlapor IV Azhar Ridhanie karena terbukti melanggar kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu.

Sedangkan empat Terlapor lain seperti Erna Kasypiah, Iwan Setiawan, Aries Murdiono, dan Nur Kholis Majid dinyatakan tidak bersalah.

Bahkan DKPP akan melakukan rehabilitasi nama baik bersangkutan.

"Putusan tersebut sangat mengecewakan dan berbanding terbalik dengan jalannya persidangan yang diselenggarakan pada 21 Januari 2021. Fakta-fakta penting yang seharusnya menjadi perhatian utama DKPP, justru luput dalam pertimbangan putusan yang baru saja dibacakan," ucap Ketua Tim Hukum H2D, Jurkani melalui siaran pers tertulis yang diterima bakabar.com.

Terdapat sejumlah alasan kekecewaan Jurkani selaku Pengadu.

Pertama, kata dia, DKPP tidak mempertimbangkan fakta terdapat 2 putusan (kajian) yang dikeluarkan Bawaslu Kalsel untuk 1 laporan yang sama, yakni penggunaan tagline kampanye oleh petahana.

Di mana pada versi pertama menyatakan seluruh unsur pelanggaran terpenuhi, sedangkan versi kedua menyatakan ada 1 unsur yang tidak terpenuhi.

"Dengan adanya 2 versi putusan saja sudah cukup beralasan untuk memecat seluruh komisioner Bawaslu Kalsel. Namun DKPP hanya mempertimbangkan putusan versi kedua dan menjatuhkan sanksi peringatan keras terhadap seorang komisioner berdasarkan putusan versi kedua tersebut," kata Jurkani.

Bahkan, sambung dia, DKPP sama sekali tidak mempertimbangkan fakta adanya dua kajian itu.

"Seakan-akan hal demikian sama sekali tidak masalah. Sesuatu yang tentu sangat aneh, ada apa dengan DKPP?," tanya eks Penyidik Polda Kalsel tersebut.

Kedua, dia menilai, DKPP tidak mempertimbangkan fakta bahwa 4 komisioner Bawaslu Kalsel lain tidak membaca hasil kajian sebelum memutuskan.

Padahal hasil kajian merupakan dokumen tertulis di mana seluruh klarifikasi dari para pihak dan ahli dituangkan.

"Kami merasa ada kalimat yang dipelintir seakan-akan hasil kajian tersebut belum selesai sehingga belum dapat dibaca oleh komisioner lain selain Azhar Ridhanie. Sehingga hanya Azhar yang terkesan bersalah. Padahal rapat pleno pengambilan keputusan harus berdasarkan hasil kajian. Sekali lagi kenapa putusan DKPP menjadi aneh, ada apa dengan DKPP?," bebernya lagi.

"Ketiga, Ketua Bawaslu Kalsel, Erna Kasypiah terbukti telah berbohong di hadapan Majelis DKPP terkait tidak diberikannya Berita Acara Pemeriksaan Saksi yang merupakan hak para saksi kepada Pengadu," tambahnya.

Menurutnya, Erna beralasan Pengadu meminta BAP Saksi tanpa disertai surat kuasa sehingga disuruh melengkapi surat kuasa terlebih dahulu.

"Padahal faktanya, pengadu telah meminta BAP Saksi disertai dengan 20 surat kuasa atas nama seluruh saksi yang diajukan, namun ditolak dengan alasan BAP Saksi merupakan dokumen yang dikecualikan," tegasnya.

Setelah menerima surat penolakan, ujar dia, Pengadu beserta tim mendatangi Bawaslu Kalsel dan terjadi perdebatan sengit, hingga akhirnya Bawaslu Kalsel memberikan BAP Saksi.

"Ketua DKPP dalam persidangan sempat menyatakan akan memecat teradu yang ketahuan berbohong. Ironisnya, Erna Kasypiah justru direhabilitasi nama baiknya. Ada apa dengan DKPP?," cetusnya.

Pihaknya sangat menyayangkan 3 fakta yang krusial tersebut justru luput dari perhatian DKPP.

"Ini bukan hanya persoalan profesionalitas semata, melainkan perihal keadilan demokrasi dan integritas penyelenggara pemilu yang menentukan bagaimana nasib rakyat Kalimantan Selatan selama 5 tahun ke depan," pungkasnya.

Komentar
Banner
Banner