bakabar.com, SAMARINDA – Sebanyak 15 orang eks karyawan PT Duta Margajaya Perkasa (Balikpapan Pos) yang menuntut hak pesangon sebesar Rp651 juta lebih akhirnya masuk ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Samarinda.
Sidang perdana pun digelar pada Kamis (27/10) yang dipimpin Hakim Ketua Lukman Akhmad SH didampingi Ignatia Kasiartati SH MH dan Jemain SH MH digelar di ruang sidang Prof Dr. Bagir Manan SH MCL.
Dua gugatan yang dilayangkan Rusli dkk dan Achmad Syamsir Awal dkk dikuasakan kepada advokat dan kuasa hukum Law Office BW Partners, Bambang Wijanarko SH, CIL dan Dani Mardhani SH dengan register Nomor 55/Pdt.Sus-PHI/2022/PN Smr dan Nomor 56/Pdt.Sus-PHI/2022/PN Smr. Keduanya perihal gugatan hubungan perselisihan hubungan industrial.
Saat awal sidang untuk kasus Nomor 55, Hakim Ketua Lukman Akhmad SH meminta kedua pihak, baik penggugat maupun tergugat memperlihatkan id card masing-masing. Pihak penggugat yang dikuasakan kepada Bambang Wijanarko dan Dani Mardhani langsung memperlihatkan surat kuasa dan id card. Namun dari pihak tergugat yang dihadiri Direktur Yudhianto, tidak mampu memperlihatkan secara fisik di hadapan hakim ketua.
"Maaf apakah bisa diperlihatkan id card jabatan direkturnya. Termasuk akta perusahaan dan pemberkasan RUPS (rapat umum pemegang saham," ucap Lukman Akhmad SH kepada Yudhianto.
"Maaf, untuk id card direkturnya tidak ada. Hanya id card karyawan. Kalau akta perusahaan dan RUPS, saya tidak bawa," sambung Yudhianto.
Karena tidak mampu menunjukkan id card tersebut, Hakim Ketua Lukman meminta agar ketiga kelengkapan tersebut wajib dibawa saat sidang lanjutan pada Kamis, 3 November mendatang. Kekurangan tersebut juga mendapatkan toleransi dari kuasa hukum penggugat namun wajib diperlihatkan di sidang selanjutnya.
"Karena tidak lengkap dan tidak ada perubahan dalam isi tuntutan gugatan, sidang ditunda dan dilanjutkan Minggu depan tanggal 3 November dengan agenda jawaban pihak tergugat (Balikpapan Pos)," ucap Lukman Akhmad SH.
Setelah sidang dimulai, kepada hakim ketua, Bambang Wijanarko menegaskan kliennya hanya menuntut agar tergugat dalam hal ini Balikpapan Pos membayarkan pesangon 13 karyawan sesuai dengan anjuran yang dikeluarkan oleh Disnaker Kota Balikpapan.
"Kami sederhana saja pak hakim, tuntutan kami sama dan sesuai dalam gugatan. Hanya meminta klien kami dibayarkan pesangonnya sesuai putusan dalam anjuran Disnaker. Hanya itu pak Hakim," kata Bambang.
Setelah gugatan beregister nomor 55 selesai dan diketok palu hakim ketua, agenda selanjutnya sidang nomor 56 yang dilayangkan Achmad Syamsir Awal dan Maya Sari Agustini.
Dalam sidang ini, juga ditunda dan dilanjutkan Kamis mendatang dikarenakan kuasa hukum penggugat melakukan revisi isi tuntutan gugatan.
Dalam hal ini, kuasa hukum Bambang Wijanarko-Dani Mardhani bakal menambahkan hasil putusan Nota Pemeriksaan Khusus yang diterbitkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Kalimantan Timur pada 21 September 2022 lalu.
Dalam nota pemeriksaan khusus yang ditandatangani Kepala Disnakertrans Kaltim H Rozani Erawadi SH MSi dan pemeriksa Pengawas Ketenagakerjaan Yulianto SH serta Mochamad Gufron SH itu, dijelaskan secara hukum pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atas nama Achmad Syamsir Awal dan Maya Sari Agustini diangkat menjadi pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) sejak tanggal mulai bekerja.
Putusan Disnakertrans Kaltim itu diambil dan diputuskan berdasarkan pasal 59 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Status dari PKWT menjadi PKWTT itu yang kami akan masukkan sebagai revisi tuntutan dengan dasar nota pemeriksaan khusus dari Disnakertrans Kaltim," tambah Bambang.
"Untuk kasus gugatan nomor 56 ini, Kamis depan agendanya pembacaan tuntutan gugatan sekaligus jawaban dari tergugat," pungkas Hakim Ketua Lukman Akhmad sembari mengulang ucapannya agar kasus ini bisa mendapatkan solusi terbaik alias kedua belah pihak bisa berdamai.
Diketahui belasan karyawan di perusahaan media lokal di Balikpapan itu sempat melakukan mogok kerja pada November 2020 lalu. Hal ini dikarenakan beberapa kebijakan perusahaan yang memberatkan pekerja, termasuk potongan gaji sepihak dan bahkan tanpa pelaporan ke Disnaker. Perusahaan berdalih pemotongan 40 persen gaji itu dikarenakan masa pandemi.
Dari sinilah para pekerja sepakat untuk melakukan aksi mogok kerja hingga akhirnya perkara ini masuk ke ranah Pengadilan Hubungan Industrial di Samarinda.