bakabar.com, SAMARINDA – Wakil Gubernur (Wagub) Kaltim Hadi Mulyadi mengklarifikasi pemberitaan seputar parsel yang ditulis sejumlah media, beberapa hari terakhir ini. Hadi mengaku salah memahami pertanyaan wartawan soal parsel.
Parsel yang kerap diberikannya, kata dia, memang berbeda makna dan tujuan dengan parsel yang ditanyakan oleh wartawan ketika itu.
"Saya akui salah paham dengan pertanyaan wartawan," aku Hadi, dikutip bakabar.com dari laman resmi Pemprov Kaltim, Selasa (14/5).
Sebagai wakil gubernur, dia sangat mendukung langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melarang pemberian gratifikasi. Terutama, kepada para pejabat dan aparatur sipil negara. Termasuk di masa-masa menjelang lebaran.
Pejabat atau ASN yang menerima gratifikasi, sekecil apapun bentuk dan harganya, dikhawatirkan memengaruhi tindakan terkait tugas dan kewenangan.
Kepada bakabar.com, dia menafsirkan parsel yang selalu diberikan kepada para guru di sekolah yang berada dalam binaannya.
Di mana selain sebagai pembina, Hadi tercatat sebagai pendiri di sejumlah TK, SD dan SMP Cordova dan SMA IT Granada. Seluruhnya berada di Samarinda.
Baca Juga:Ramadan, ASN di Pemkot Banjarmasin Dapat Kelonggaran
"Setiap jelang Syawal saya selalu memberikan parsel kepada guru-guru saya dari TK hingga SMA. Tidak lain sebagai tanda cinta dan sayang saya kepada mereka," ungkap Hadi.
Parsel yang diberikan secara rutin kepada para gurunya itu, kata Hadi, tentu sangat berbeda dengan parsel pada umumnya. Atau biasa yang diberikan pihak lain kepada pejabat maupun ASN.
Menurutnya, parsel yang diberikannya tentu bukan gratifikasi, karena dia adalah pendiri dan pembina sekolah-sekolah itu.
Hadi sangat sepakat dengan KPK terkait larangan gratifikasi sesuai Pasal 12B ayat (1) Undang Undang 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Gratifikasi dimaksud meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya.
"Parsel juga saya berikan kepada para tokoh masyarakat yang bukan pejabat. Jadi itu sangat berbeda dengan parsel buat pejabat dan ASN. Itu yang tidak boleh," imbuh Hadi.
Setelah klarifikasi ini, Hadi berharap masyarakat bisa memperoleh penjelasan yang tepat seputar pemberian parsel ini dan tidak lagi berprasangka buruk.
"Mudah-mudahan jelas, dan kita dukung penuh KPK. Tidak boleh ada pejabat atau ASN yang menerima gratifikasi, termasuk parsel," tegas Hadi.
Editor: Fariz Fadhillah