OTT KPK

Formappi Soroti Peran Minim Presiden dan DPR di Kasus TNI vs KPK

Peneliti Formappi, Lucius Karus menilai Presiden dan DPR memiliki andil untuk menyelesaikan sengkarut KPK dan TNI terkait penetapan Kabasarnas.

Featured-Image
Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) Agung Handoko berikan tanggap soal operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap salah satu personel TNI, dalam jumpa pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (28/7/2023). ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

bakabar.com, JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai Presiden dan DPR harus memiliki andil untuk menyelesaikan sengkarut KPK dan TNI terkait penetapan Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka korupsi.

"Jika hal ini (kasus Kabasarnas) sangat mendesak, agar pejabat di Basarnas yang korup bisa diadili di pengadilan umum oleh KPK, itu termasuk kekuasaan Presiden dan DPR untuk mencari solusi," ujarnya pada tim bakabar.com, Kamis (3/7).

Menurutnya, jika dirasa perlu, Presiden bisa saja menggunakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) meskipun dari sisi prosedur perpu bukan usulan yang bijak.

"Perpu tidak terlalu direkomendasikan karena partisipasi publik, ruangan bagi masyarakat untuk membagikan masukan jadi sangat terbatas atau tertutup," jelasnya.

Baca Juga: Panglima TNI Berkomitmen Objektif Usut Korupsi Kabasarnas!

Lebih lanjut, DPR juga dinilainya bisa merevisi satu pasal yang sekiranya menghambat proses peradilan anggota TNI.

"Kita tau dengan adanya intimidasi atau argumentasi yang disampaikan TNI membuat OTT yang dilakukan KPK menjadi mental oleh TNI. Inikan hal terbuka yang penting jadi perhatian Presiden dan DPR," tegasnya.

"Jika mereka tidak melakukan apa-apa, kita tau betul ada banyak penjabat sipil di negara ini yang dipegang militer aktif, sehingga bisa menjadi tameng untuk mereka melakukan korupsi," lanjutnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner