bakabar.com, BANJARMASIN – Rusdi tercampakkan. Dia tak diakui Abdul Wahid sebagai tim sukses.
Pengakuan Rusdi sebagai tim sukses saat pencalonan Wahid sebagai Bupati HSU untuk periode kedua dibantah di persidangan.
“Dia bukan tim sukses saya,” bantah Bupati HSU nonaktif itu saat dimintai tanggapan oleh Hakim Ketua Yusriansyah di sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor PN Banjarmasin, Senin (6/6) malam.
Rusdi adalah satu dari tiga saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum KPK di sidang pemeriksaan saksi tadi malam.
Selain Rusdi, ada dua nama saksi lainnya. M Muzakkir dan Rahmat Noor Irwan Rifani alias Iwan Japang. Ketiganya kontraktor langganan di Amuntai.
Di sisi lain, Wahid hadir di persidangan secara virtual dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Banjarmasin (Teluk Dalam).
Terhadap Rusdi, Wahid tampak begitu kesal. Kebobrokan soal penerimaan suap fee proyek oleh bupati HSU dua periode itu dibongkar habis-habisan.
Rusdi mengaku Wahid telah menerima fee proyek sebesar Rp575 juta darinya. Fee itu dibayar cicilan. Rp100 juta, Rp75 juta, dan Rp400 juta.
“Semuanya saya serahkan di tahun 2017 sesuai permintaan pak bupati,” ujar Rusdi saat dicecar Jaksa Penuntut Umum KPK Fahmi Ari Yoga.
Dirincikan duit Rp100 juta diserahkan Rusdi langsung kepada Wahid. Penyerahannya di Bandara Syamsudinoor.
“Saat itu dalam mobil. Lokasinya di parkiran. Pak bupati mau ke luar daerah. Saya dipanggil. Uangnya langsung saya serahkan,” beber Rusdi.
Kemudian untuk Rp75 juta diserahkan melalui perantara ajudan Wahid, Abdul Latif. Penyerahan terjadi di salah satu rumah makan di Gambut, Kabupaten Banjar.
“Kalau yang Rp400 juta saya serahkan melalui Ainun Kiram. Orang kepercayaan pak bupati di rumah dinas,” jelas Rusdi.
Menariknya, duit itu rupanya fee proyek yang dibayar di depan. Dengan kata lain, proyek belum didapat fee dikasih duluan.
Duit tersebut diberikan lebih dulu karena Wahid telah mengiming-imingi Rusdi bakal memberi proyek besar.
“Pak bupati menjanjikan saya akan memberi proyek Rp10 M. Dengan fee delapan persen,” bebernya.
Selain itu, Rusdi juga mengaku pernah meminjamkan mobil jenis sport merek Fortuner bernomor polisi B 889 HSU ke Wahid untuk keperluan pencalonan sebagai bupati di periode kedua.
Kurun waktu peminjaman mobil operasional itu pun cukup lama. Selama tiga tahun. “Itu beliau yang pinjam saat pencalonan,” imbuhnya.
Lantas mengapa peminjaman begitu lama? Alasan Rusdi karena saat akan diambil Wahid enggan mengembalikan. “Sempat saya tukar dengan Fortuner yang lain F 99 LT,” jelasnya.
Sialnya, meski sudah menyerahkan duit fee di depan serta meminjam mobil, janji untuk diberikan proyek 10 miliar tak kunjung di dapat.
Apesnya lagi, duit Rp575 tak pernah dikembalikan hingga saat ini. “Sama kalau dihitung uang sewa Fortuner tiga tahun itu Rp480 juta. Saya kecewa,” keluh Rusdi.
Hingga akhirnya, Rusdi dengan paksa mengambil mobil tersebut sebelum Wahid ditangkap KPK.
“Alasan saya ngambil karena perlu uang,” jelasnya.
Selain itu, di persidangan Rusdi mengaku bahwa hanya pernah mendapat proyek di Bidang SDA Dinas PUPR HSU senilai Rp2,2 miliar dan Rp2,1 miliar.
“Kalau itu enggak ada fee. Karena saya memang betul-betul menang ikut lelang,” kata Rusdi.
“Artinya saudara dikibuli terdakwa dong,” ucap Hakim Yusriansyah.
Sementara itu, saat dimintai tanggapan, Wahid membantah ada menerima duit Rp100 juta dari Rusdi. “Tidak ada saya menerima itu,” tepis Wahid.
Kemudian soal peminjaman mobil Wahid berdalih karena Rusdi lah yang menawarkan.
“Mobil itu sering dibawa ke pengajian. Supaya jadi amal ibadah,” terang Wahid.
Adapun agenda sidang selanjutnya pada Senin (13/6) pekan depan masih mendengarkan keterangan saksi-saksi dari JPU.
Rencananya JPU bakal menghadirkan saksi mahkota. Di antaranya terpidana Maliki, Fachriadi, dan Marhaini.