Fatmawati

Fatmawati, Menjahit Sang Saka Merah Putih dengan Derai Air Mata

Kisah terkenal tentang Ibu Negara Fatmawati adalah momentum menjahit bendera Merah Putih, bendera nasional Indonesia. Ada senyum dan tangisan di situ.

Featured-Image
Fatmawati memerankan peran penting dalam kemerdekaan Indonesia dengan menjahit bendera Merah Putih. Foto: wikimedia commons

bakabar.com, JAKARTA –  Kisah terkenal tentang Ibu Negara Fatmawati adalah momentum menjahit bendera Merah Putih, bendera nasional Indonesia. Ada senyum dan tangisan di situ.

Cerita menjahit bendera ini bermula ketika Fatmawati secara tak sengaja mendengar percakapan Soekarno dan kawan-kawan yang mengatakan tak memiliki bendera untuk dikibarkan jelang proklamasi kemerdekaan.

Fatmawati lantas merasa perlu memiliki bendera Merah Putih yang dapat dikibarkan di Pegangsaan 56, tempat penting dalam sejarah proklamasi kemerdekaan.
Namun, mendapatkan kain merah dan putih tidaklah mudah pada waktu itu karena barang-barang impor dikuasai oleh Jepang dan akses terhadap barang-barang tersebut terbatas.

Soekarno menikahi Fatmawati. Foto: wikipedia
Soekarno menikahi Fatmawati. Foto: wikipedia
Dengan bantuan Shimizu, perantara dalam perundingan Jepang-Indonesia, Fatmawati akhirnya berhasil mendapatkan kain merah putih. Shimizu melalui seorang pembesar Jepang berhasil mendapatkan kain tersebut. Bendera inilah yang kemudian dikibarkan di Pegangsaan Timur 56 saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Baca Juga: Kisah Sayuti Melik, Pengetik Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Meskipun dalam kondisi fisik yang rentan karena sedang hamil tua dan menjelang kelahiran putra sulungnya, Guntur Soekarnoputra, Fatmawati dengan tekad kuat sepenuh hati menghabiskan waktu untuk menjahit bendera tersebut.
Ia menggunakan mesin jahit Singer yang dioperasikan dengan tangan karena dokter melarangnya menggunakan kaki untuk menggerakkan mesin jahit.
Keluarga presiden Indonesia Sukarno. Dewasa, tengah: Fatmawati (36 tahun), merayakan hari ulang tahunnya. Di belakangnya, berdiri: Guntur (umur sebelas tahun). Paling kanan, berdiri: Megawati Sukarnoputri (umur sembilan); di sampingnya, Sukmawati (umur empat). Paling kiri: Rahmawati (umur lima tahun). Di pangkuan Fatmawati: Guruh Sukarnoputra (umur tiga tahun). Foto: wikimedia commons
Keluarga presiden Indonesia Sukarno. Dewasa, tengah: Fatmawati (36 tahun), merayakan hari ulang tahunnya. Di belakangnya, berdiri: Guntur (umur sebelas tahun). Paling kanan, berdiri: Megawati Sukarnoputri (umur sembilan); di sampingnya, Sukmawati (umur empat). Paling kiri: Rahmawati (umur lima tahun). Di pangkuan Fatmawati: Guruh Sukarnoputra (umur tiga tahun). Foto: wikimedia commons

Dalam momen-momen tersebut, Fatmawati merasakan suasana hati yang campur aduk. Ia menjahit bendera Merah Putih dengan berderai air mata. kadang juga senyum. Ia sedang hamil besar, hamil anak pertama, negara sedang genting, dan suaminya sedang mempersiapkan kemerdekaan negara ini.

Semua dilakukan dalam kondisi yang serba terbatas, penuh tekanan, dan situasi yang menegangkan.

Fatmawati menjahit bendera merah putih. Foto: wikimedia commons
Fatmawati menjahit bendera merah putih. Foto: wikimedia commons


Namun, semangat perjuangan dan tekad untuk memiliki simbol kemerdekaan mendorong Fatmawati untuk menyelesaikan pembuatan bendera ini, bendera yang kemudian menjadi bendera nasional resmi Indonesia dan terus menjadi simbol penting dalam sejarah bangsa.

Baca Juga: Lima Gedung Bersejarah yang jadi Saksi Bisu Kemerdekaan Indonesia

Fatmawati dan Soekarno duduk bersama masyarakat. Foto: wikimedia commons
Fatmawati dan Soekarno duduk bersama masyarakat. Foto: wikimedia commons


Peran Fatmawati sebagai Ibu Negara berlanjut setelah proklamasi kemerdekaan 1945. Ia lebih banyak terlibat dalam aktivitas sosial dan kenegaraan ketimbang politik.
Ia mendukung dan mendorong program-program sosial dan pendidikan di Indonesia. Fatmawati terus bergerak mendukung perjuangan untuk perempuan serta kesetaraan gender. Selama masa perang kemerdekaan setelah proklamasi, ia juga terlibat dalam kegiatan amal dan membantu para pejuang kemerdekaan.

Baca Juga: 15 Agustus 1945, Sejarah Kemerdekaan Terjadinya Kekosongan Kekuasaan di Indonesia

Fatmawati lahir pada 5 Februari 1923 di Bengkulu, Sumatera. Ia adalah anak dari pasangan orang tua yang berasal dari Suku Minangkabau, Sumatera Barat, yaitu Hasan Din (1905-1974) dan Siti Chadijah.

Kedua orang tuanya memiliki garis keturunan dari Putri Indrapura, anggota keluarga kerajaan Kesultanan Indrapura di Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Ayahnya merupakan seorang pengusaha dan juga tokoh Muhammadiyah di Bengkulu.

Fatmawati menikah dengan Soekarno pada tahun 1943. Dari ikatan pernikahannya, Fatmawati dan Soekarno memiliki lima anak laki-laki dan perempuan, yakni Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.

Fatmawati wafat pada 14 Mei 1980 di Kuala Lumpur, Malaysia, pada usia 57 tahun, saat dalam perjalanan pulang dari ibadah umrah. Ia mengalami serangan jantung selama perjalanan tersebut. Sebagai penghargaan atas kontribusinya, Fatmawati diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2000 melalui Surat Keputusan Presiden No. 118/TK/2000.

Fatmawati dikenang sebagai seorang tokoh perempuan yang kuat, berdedikasi, dan berperan dalam perjuangan kemerdekaan serta pembangunan Indonesia. Ia dikenang dan dihormati sebagai salah satu Ibu Negara pertama Republik Indonesia dan sebagai contoh inspiratif bagi perempuan Indonesia.
Editor
Komentar
Banner
Banner