bakabar.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengkhawatirkan penerapan sistem proporsional tertutup dapat merusak akuntabilitas politik.
Ia beralasan transaksi politik antara rakyat dengan calon pemimpin harus dilakukan secara langsung. Dengan kata lain tidak melalui perantara partai politik.
“Mandataris hanya bisa muncul kalau pemberi dan penerimanya bisa saling berhubungan langsung,” ujar dia, Minggu (22/01).
Baca Juga: Partai Buruh Dukung Sistem Proporsional Tertutup di Pemilu 2024
Baca Juga: Sekjen PAN: Sistem Proporsional Tertutup Sebuah Kemunduran Demokrasi
Karena itu ia menilai penerapan sistem proporsional terbuka pada pemilu selama ini sudah tepat sehingga tidak perlu diubah menjadi sistem proporsional tertutup.
"Sistem demokrasi langsung memilih orang itu sudah benar. Itu auratnya demokrasi. Aurat itu harus dijaga, jangan malah yang tidak penting ditutup,” ujarnya seperti dilansir Antara (22/01).
Sementara itu, pakar hukum dari Universitas Indonesia (UI) Chudry Sitompul berpendapat pasal-pasal konstitusi tidak banyak menyinggung mengenai pemilu sehingga muncul kesan persoalan tersebut dilepaskan kepada parlemen dan undang-undang, bahkan terkesan hanya berkaitan erat dengan kepentingan partai politik.
“Sebenarnya, UUD NRI 1945 tidak juga menyentuh partai politik. Akan tetapi dalam ilmu politik dan praktiknya, nyatanya partai politik itu penting,” ujar Chudry.
Baca Juga: Awas! Ancaman Oligarki di Pemilu Sistem Proporsional Tertutup
Chudry berpendapat untuk memperkuat demokrasi dan sistem kepartaian, maka sistem pemilihan proporsional tertutup merupakan terbaik. Meskipun begitu, ia menyarankan agar istilah sistem pemilu proporsional terbuka dan sistem pemilu tertutup diubah karena yang terbuka atau tertutup selama ini bukanlah sistem pemilunya, melainkan mekanisme yang terjadi di dalam partai politik.
Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto menilai sistem proporsional tertutup ataupun terbuka pernah dipraktikkan sejak awal reformasi sampai sekarang dalam kehidupan politik bernegara Indonesia.
Meskipun begitu, Hery berpendapat kedua sistem politik pemilu tersebut tidak ada yang sempurna dan apa pun nanti yang dipilih harus dapat meningkatkan kualitas demokrasi.