bakabar.com, JAKARTA - Tim Pembela Demokrasi Indonesia (PTDI) dan Persatuan Advokat Nusantara, melaporkan Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka hingga Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman.
Jokowi dan sejumlah kerabat itu dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait nepotisme dalam penjatuhan putusan MK terkait syarat batas usia capres-cawapres.
Sebelumnya MK mengabulkan uji materi tentang syarat pendaftaran capres-cawapres tak harus berusia minimal 40 tahun jika telah memiliki pengalaman di jabatan publik yang terpilih melalui pemilu.
Putusan itu membuka jalan bagi sejumlah pejabat publik berusia muda, termasuk Gibran. Pun bakal calon presiden Prabowo Subianto pun telah menetapkan Gibran sebagai pendamping di Pilpres 2024 dan akan mendaftarkan diri, Rabu (25/9).
"Kami melaporkan dugaan kolusi nepotisme yang diduga dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dengan Ketua MK, Gibran dan dan lain-lain," papar koordinator pelapor, Erick S, Senin (23/10) kemarin.
Laporan yang dilayangkan juga meminta agar Jokowi dipanggil ke parlemen berkaitan dengan Undang-Undang nomor 7/2017 tentang Pemilu yang diujikan di MK.
Pelapor turut menyinggung Anwar Usman yang juga adik ipar Jokowi sekaligus paman Gibran, diduga melanggar UU Kekuasaan Kehakiman.
Makanya pelapor menilai terdapat unsur kesengajaan dan pembiaran oleh Ketua MK terhadap indikasi konflik kepentingan yang diasosiasikan kepada Jokowi, Gibran maupun Kaesang.
"Sesuai dengan UU Kekuasaan Kehakiman, hubungan kekeluargaan mengharuskan majelis hakim mengundurkan. Namun faktanya Anwar Usman tetap menjadi ketua majelis hakim untuk memutus perkara dimaksud," jelasnya.
Sementara pakar hukum tata negara, Denny Indrayana, juga menyebut putusan MK tentang syarat capres-cawapres tidak bisa dijadikan landasan hukum agar Gibran untuk mendaftar dalam Pilpres 2024.
"Oleh karena Anwar Usman tidak mundur sebagai majelis hakim, berarti putusan 90 menjadi tidak sah sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (6) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman," tegas Denny.
"Oleh karena tidak sah, putusan 90 MK tidak bisa dijadikan dasar untuk pendaftaran sebagai paslon capres-cawapres di KPU," imbuhnya.