Mutasi Polri

Eksodus Perwira Densus 88 ke BNN, Kebutuhan atau Pesanan Politik?

MARTHINUS Hukom resmi menjabat Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN). Tak biasanya presiden menempatkan polisi berlatar penanggulangan t

Featured-Image
Ilustrasi Densus 88 via www.scmp.com

bakabar.com, JAKARTA - Marthinus Hukom resmi menjabat Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN). Tak biasanya presiden menempatkan polisi penggebuk teroris. Lantas, kebutuhan organisasi atau pesanan politik?

Peneliti kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto melihat lembaga seperti BNN lebih butuh konsep dan strategi kebijakan.

Dalam hal BNN, utamanya adalah strategi pencegahan. Tak melulu soal penindakan. Mengingat sudah lebih dulu ada Polri. Terlebih cakupan narkoba lebih luas isunya ketimbang terorisme. 

Baca Juga: CATAT! Kepala BNN Baru Janji Miskinkan Bandar Narkoba

"Makanya salah satu yang saya cermati adalah mutasi gerbong Densus 88 ke BNN, luar struktur yang lain, misalnya, Kemendagri," jelas Rukminto dihubungi bakabar.com, Jumat (8/12).

Mutasi kali ini sangat layak dicermati publik. Apalagi kalau bukan mengenai penempatan personel ke bukan lembaga yang linier dengan bidang Densus 88 antireror.

Irjen Pol Marthinus Hukom-apahabar
Irjen Pol Marthinus Hukom (kanan). Foto: Antara

Sebenarnya tak hanya Hukom. BNN juga pernah dipimpin sejumlah perwira berlatar Densus 88, seperti Goris Mere dan Petrus Golose. Namun menurut Rukminto, beda halnya dengan Hukom.  

"Kalau mereka masih beberapa kali di reskrim dan resnarkoba. Tidak seperti Hukom yang sejak procot [merosot] di Densus 88," jelasnya.  

Hari ini, Jumat (8/12), Presiden Jokowi telah melantik langsung Hukom. Brigjen Sentot diangkat menjadi kepala Densus 88 yang baru. Total, kapolri memutasi 513 perwira tinggi dan menengah. Mulai dari kapolda sampai kapolres. (Selengkapnya di sini)

Baca Juga: Simak! Ini Alasan Polri Memutasi Perwira Tinggi

Tak hanya ke BNN. Sebelumnya lebih dulu kapolri memutasi Irjen Pol Hery Heryawan ke Kemendagri. Hery adalah Direktur Penyidikan di Densus 88. Kini, polisi penakluk preman itu bertugas menjadi staf khusus Mendagri Tito Karnavian.

Tak hanya Hery, kapolri juga ikut memutasi Kabagbanops Densus 88, Alexander Sabar ke BNN. Termasuk Kabagops Densus 88 Brigjen Pol Christ Reinhard Pusung ke BNN.

Apakah dengan masuknya Kadensus 88 Antiteror dan gerbongnya ke BNN akan mengubah paradigma pelanggaran narkoba sama dengan pelaku teror?

Baca Juga: Gerilya Brigjen soal Vonis Sambo, ISSES Desak Kapolri Bersikap

Rukminto belum bisa memperkirakannya. Terlebih cakupan narkoba lebih luas dibanding isu terorisme. Sekarang hanya waktu yang bisa membuktikan.

"Bisa jadi ke depan strategi pemberantasan narkotika pun juga akan lebih pada penindakan, daripada pencegahan," jelasnya.

Mutasi adalah hal yang wajar dalam sebuah organisasi. Kalau tidak ada mutasi bagaimana organisasi bisa bergerak.

Hanya saja publik akan berasumsi dan pasti akan menghubungkan mutasi dengan persiapan pengamanan pemilu.

"Asumsi itu hal yang wajar," jelasnya.

Densus 88 terlibat kontak senjata dengan teroris di Lampung
Densus 88 terlibat kontak senjata dengan teroris di Lampung.Foto: Warta Kota.

Polri mestinya menempatkan personel di sebuah jabatan tertentu sesuai dengan kompetensinya. Rekam jejak karir, maupun prestasi yang bersangkutan. Disesuaikan dengan kebutuhan organisasi.

Problemnya sekarang apakah rotasi dan promosi kali ini untuk memenuhi kebutuhan organisasi atau hanya untuk memenuhi kepentingan di luar organisasi, misalnya pesanan politik?

Rukminto melihat asusmi itu tentu perlu dibuktikan lebih dahulu. "Yang pasti tampak sekali gerbong siapa yang bergerak naik, misalnya faksi atau gerbong leting 91 dan gerbong Densus 88," jelasnya.

Baca Juga: Kalah Senior, Kapolri Berani Usut Herry Rudolf Nahak?

Gerbong leting 91 merujuk ke alumnus akademi kepolisian tahun 1991. Semua orang tahu leting ini adalah angkatan dari Kapolri saat ini, Listyo Sigit Prabowo.

Karenanya, Rukminto melihat mutasi hari-hari ini lebih berdasarkan kedekatan-kedekatan primordial, kelompok atau gerbong asal daerah tertentu.

"Pola seperti jelas akan mematikan potensi kompetisi karir yang sehat untuk menghasilkan prestasi maksimal," jelasnya.

bakabar.com sudah berupaya menghubungi Humas BNN. Namun belum ada respons dari Brigjen Sulistyo Pudjo.  

Editor


Komentar
Banner
Banner