News

Eks Anggota NII: Kampanye Hitam Khilafah karena Regulasi Kurang Tajam

apahabar.com, JAKARTA – Maraknya kampanye ideologi khilafah dinilai sebagai imbas dari lemahnya regulasi negara. Hal itu…

Featured-Image
Mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII) Ken Setiawan. Foto: BNPT via Antara

bakabar.com, JAKARTA – Maraknya kampanye ideologi khilafah dinilai sebagai imbas dari lemahnya regulasi negara. Hal itu diungkap oleh bekas anggota Negara Islam Indonesia (NII) Ken Setiawan.

“Karena memang masih ada celah hukum, yang mana lemahnya hukum kita yang belum bisa menindak mereka dengan pasal terorisme atau makar,” ujar Ken Setiawan, Sabtu (11/6) dalam keterangan tertulis.

Menurut pendiri NII Crisis Center ini, yang menjadikan situasi kian miris adalah ketika paham ini mulai menjangkiti tidak hanya masyarakat biasa, namun juga aparat negara seperti TNI-Polri, ASN hingga kepada kalangan publik figur dan artis.

“Tema-tema khilafah sekarang mulai ramai kembali, mereka ini selalu berlindung atas nama kebebasan berpendapat, ini demokrasi, sehingga mereka menggunakan celah ini untuk menyampaikan propaganda-propagandanya di tengah masyarakat,” jelas Ken.

Ken kembali menegaskan urgensi terkait pengkajian regulasi yang melarang adanya ideologi yang bertentangan dengan ideologi bangsa yaitu Pancasila.

Dia menilai hal ini tidak bisa dibiarkan terkait kian masifnya perkembangan jaringan kelompok radikal yang justru dapat membahayakan bangsa Indonesia.

“Jadi kita berharap regulasi yang jelas. Kalau mereka bicara khilafah, kita berharap mereka bisa ditindak dengan hukum. Karena kalau tidak maka aparat seperti melihat di dalam kaca, tidak bisa menyentuh. Hanya bisa memonitor, menunggu mereka melakukan aksi. Ini ‘kan mengkhawatirkan,” tegas Ken.

Pria yang pernah dinobatkan sebagai perekrut anggota NII terbaik di tahun 2000-an ini, juga menilai langkah pembubaran kelompok atau ormas radikal seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), bukanlah menjadi solusi yang efektif untuk melindungi masyarakat dari pengaruh paham radikal terorisme.

“Selama ini yang terjadi adalah ormas radikal hanya ditindak secara organisasinya saja, sementara orang-orangnya ketika ganti nama mereka bisa melakukan propagandanya kembali dengan nama-nama yang lain,” tutur Ken.

Pasalnya, tidak hanya berlindung di balik hak asasi dan juga kebebasan berpendapat, namun kelompok ini juga dinilainya kerap berupaya mengambil simpati masyarakat melalui kedok gerakan sosial, seperti kerja bakti, donor darah dan berbagai kegiatan yang seolah-olah ingin membantu masyarakat.

Dan hal ini menurutnya harus menjadi kewaspadaan bagi masyarakat.

“Sehingga yang terjadi masyarakat susah untuk mengidentifikasi dan akhirnya banyak masyarakat yang bersimpati dan bergabung ke sana," ujarnya.

Untuk itu, selain penajaman regulasi dirinya juga berharap ada upaya konkret lainnya dari pemerintah khususnya Kementerian Agama untuk mengkaji aturan terkait sertifikasi penceramah, sehingga orasi-orasi keagamaan yang ada di masyarakat bisa menyejukkan, mempersatukan antarumat beragama agar terhindar dari perpecahan



Komentar
Banner
Banner