Jalan Berbayar Elektoronik

DPRD DKI Terima Masukan Masyarakat Terkait ERP

Kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) yang bertujuan mengurai kemacetan banyak ditolak karena dianggap menyengsarakan rakyat.

Featured-Image
Apa kata pengamat transportasi dan pengusaha soal perubahan jam kerja Sumber Foto: dapurpacu.id

bakabar.com, JAKARTA - Kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) dengan tujuan mengurai kemacetan di Jakarta dinilai banyak kalangan justru menyengsarakan rakyat. Hal itu menyebabkan aksi penolakan semakin marak seiring tingginya volume kendaraan di Jakarta.

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi B DPRD DKI Ismail tetap mengapresiasi penolakan ERP yang dilakukan masyarakat. Menurutnya, aspirasi masyarakat menjadi bahan pertimbangan bagi DPRD untuk lebih bijak saat membahas kebijakan ERP.

“Aspirasi masyarakat menjadi bahan pertimbangan kita untuk melakukan elaborasi di pembahasan pada pertemuan berikutnya mengenai ERP ini,” ujar Ismail di Jakarta, Kamis (26/01).

Sebelumnya, Komisi B DPRD DKI Jakarta menunda rapat pembahasan soal sistem jalan berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP) bersama Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, pada Rabu (25/1/2023). Rapat ditunda karena ada salah satu pihak eksekutif tak hadir.

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang lalu lintas dan angkutan jalan menjelaskan bahwa pengemudi atau pekerja ojek online tidak termasuk jenis kendaraan yang dikecualikan.

Pengecualian yang dimaksud hanya untuk sepeda listrik, kendaraan berplat kuning, kendaraan dinas operasional instansi pemerintahan, TNI, Polri, kendaraan korps diplomatik negara asing, ambulans, kendaraan jenazah dan kendaraan pemadam kebakaran.

“Masih kita kaji, nanti kita update kembali karena memang dari awal munculnya kebijakan ini untuk mengurai kemacetan,” ujarnya pada apahabar, Kamis (26/01). 

Pemprov DKI Jakarta berencana menerapkan tarif ERP untuk kendaraan roda dua mulai Rp2.000 sampai Rp8.200, dan untuk kendaraan roda empat sebesar Rp5.000 sampai Rp19.900 dari pukul 05.00 hingga 22.00 WIB.

Saat ini, kemacetan di Jakarta membutuhkan penyelesaian yang lebih sistematis. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan (Dukcapil), DKI Jakarta merupakan wilayah padat dengan 15.978 jiwa/km2.

Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan urutan pertumbuhan penduduk terpadat kedua, yakni Provinsi Jawa Barat di angka 1.379 jiwa/km2. Disusul Banten sebagai wilayah terpadat ketiga, yakni 1.248 jiwa/km2. 

Editor
Komentar
Banner
Banner