bakabar.com, JAKARTA – Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe dijatuhi vonis 8 tahun terkait kasus korupsi gratifikasi. Namun, ia justru melawan.
“Beliau menyatakan menolak putusan hakim,” kata Petrus Bala Pattyona, Penasihat Hukum Lukas Enembe dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/10). Dinukil dari Antara.
Mulanya, Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh menjelaskan bahwa atas vonis delapan tahun penjara yang dijatuhkan kepada Lukas, pihak terdakwa maupun jaksa penuntut umum (JPU) memiliki hak yang sama untuk menyatakan sikap.
“Apakah menerima putusan atau menolak putusan dengan mengajukan upaya hukum banding atau saudara berpikir-pikir selama tujuh hari. Itu hak saudara,” kata Rianto.
Baca Juga: Keluarga Lukas Enembe Sempat Minta Hakim Tetap Bacakan Vonis
Penasihat hukum terdakwa langsung menyatakan menolak, sementara JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pikir-pikir terlebih dahulu selama tujuh hari.
Ditemui usai sidang, Petrus mengaku telah menjelaskan seluruh pokok vonis kepada Lukas. Mendengar itu, Lukas tegas mengatakan menolak.
“Makanya saya mengutip lurus-lurus bahwa beliau menyatakan menolak putusan. Artinya, kami akan menyatakan banding dalam waktu tujuh hari. Hari ini, Kamis, mungkin besok beliau harus tanda tangan surat kuasa untuk kami nyatakan banding,” imbuh Petrus.
Majelis Hakim Tipikor Jakarta Pusat memvonis Lukas Enembe delapan tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider empat bulan pidana kurungan pengganti.
Baca Juga: Lukas Enembe Minta Dibebaskan dan Rekening Keluarganya Dibuka
Lukas Enembe juga dihukum untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp19.690.793.900 paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
“Jika tidak membayar, harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dengan ketentuan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka dipidana dengan pidana penjara selama dua tahun,” sambung Rianto.
Selain itu, Lukas Enembe divonis pula dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak dia selesai menjalani pidana pokoknya.
Lukas Enembe terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan,” imbuh Rianto.