Banjarmasin Hits

Dituding Sekongkol dengan Mafia Tanah, Begini Penjelasan BPKPAD Banjarmasin

Seorang warga menuding Badan Pengelola Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah ( BPKPAD) Kota Banjarmasin bersekongkol dengan oknum mafia tanah.

Featured-Image
Kepala BPKPAD Banjarmasin, Edy Wibowo buka suara mengenai tuduhan seorang warga yang menuding jika pihaknya bersekongkol dengan oknum mafia tanah. Foto-apahabar.com/Riyad

bakabar.com, BANJARMASIN - Seorang warga menuding Badan Pengelola Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah ( BPKPAD) Kota Banjarmasin bersekongkol dengan oknum mafia tanah. Kendati demikian, dugaan tersebut kemudian ditepis.

Berawal saat seorang warga bernama Ali Akbar kecewa terhadap pelayanan di BPKPAD Banjarmasin.

Ali Akbar menduga kalau BPKPAD Kota Banjarmasin bersekongkol dengan oknum mafia tanah.

Dugaan Ali Akbar muncul ketika ia mendatangi kantor BPKPAD, Jalan Pramuka Banjarmasin pada Jumat (4/11).

Ketika itu, dia bermaksud untuk membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) atas tanah seluas 1.800 meter yang dihibahkan oleh H Mas'ud. Lokasinya di Jalan A Yani Km 4,5. Adapun pajak yang mesti ia bayar sepanjang tahun 2009-2020.

"Setelah dihitung nilai yang harus dibayar adalah 148 juta," katanya, Senin (7/11).

Dengan nilai total pajak sebesar itu, Ali Akbar terlebih dahulu membayar Rp47 juta lebih. Uang tersebut diserahkannya kepada petugas loket di BPKPAD Kota Banjarmasin.

"Tetapi entah kenapa setelah uang dikasihkan petugas loket beralasan bahwa komputer sedang eror, kemudian petugas loket mau mengembalikan uang saya, tapi saya tolak," bebernya.

Ali berindah. Sebab dia meminta kuitansi pembayaran. Bukan uang.

"Tapi tetap tidak dikasih oleh petugas loket," ujarnya.

Atas dasar itu, Ali menduga kalau petugas di BPKPAD Kota Banjarmasin telah bersekongkol dengan oknum mafia tanah.

"Saya mau bayar PBB saja mereka tidak mau terima, alasan eror tetapi wajib pajak yang lainnya lancar saja bayar PBB," paparnya.

"Saya tidak mau mengambil uang saya sebesar Rp47 juta lebih itu yang sudah saya serahkan dan saya hanya minta kuitansi bahwa saya telah membayar kewajiban saya bayar PBB. Padahal jika kuitansinya dikasih, maka sisanya besok hari akan saya bayarkan kembali," sambungnya.

Atas kejadian itu, Ali mengancam akan membawa persoalan ini ke ranah hukum.

"Kejadian ini akan saya laporkan ke Mabes Polri, sebab kerugian saya terhadap objek pajak sekitar 25 miliar itu harus dilaporkan ke Mabes Polri," ujarnya.

"Memang dugaan saya kuat, ini mereka pasti bersengkongkol dengan mafia tanah, sebab saya mau bayar sesuai dengan prosedur, setelah saya bayar Rp47 juta lebih, dan mau minta hitungan sisanya berapa lagi kepada petugas loket, alasan mereka komputernya eror," tandasnya.

Terpisah, Kepala BPKPAD Kota Banjarmasin, Edy Wibowo menyatakan jika tanah yang ingin pajaknya dibayarkan oleh Ali Akbar itu berstatus sengketa.

Oleh sebab itu, kata Edy, pembayaran pajak tersebut tidak diproses oleh petugas BPKPAD Kota Banjarmasin.

Ini Alasan BPKPAD Banjarmasin Tolak Pembayaran PBB Tanah dari Wajib Pajak di Banjarmasin

"Dan saat diproses pengadilan, status bersangkutan itu kalah. Dan keluar keputusan pengadilan nomor 18/G/2017/PTUN Banjarmasin, yang menyatakan bahwa tanah itu milik Lilik Yuniarti. Jadi ada terkait gugatan lah," ungkapnya.

"Adanya putusan tersebut, berarti status tanah tersebut milik Lilik Yuniarti," katanya lagi.

PBB di tanah tersebut yang masih bersengketa itulah membuat petugas loket pun tak melanjutkan pelayanan.

Apalagi pajak yang harus dibayar atas sebidang lahan yang dihibahkan tersebut mencapai ratusan juta.

"Otomatis tanah tersebut bukan hak Ali Akbar untuk membayarkan PBB tersebut. Jadi kenapa harus dilakukan, ada kepentingan apa kita tidak tahu, tapi kita mengikuti kepada putusan yang ada," jelasnya.

Jadi dengan dasar itulah, pihaknya tidak memproses pembayaran dari wajib pajak tersebut. Namun kata dia sang wajib pajak tetap ngotot melakukan pembayaran PBB.

"Sampai saat ini dia ada nitip uang sebesar Rp47 juta. Dan kita tolak tapi tetap dia tinggalkan. Karena tidak ingin timbul masalah lain, maka uangnya kami simpankan terlebih dahulu,” bebernya.

“Karena kalau kita tinggalkan uangnya di loket, bisa saja uang itu nanti hilang, dan malah jadi masalah lain buat kita,” sambungnya.

Diketahui, pada 2020 yang bersangkutan juga pernah melakukan banding ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun banding tersebut juga ditolak dengan surat keputusan nomor 118/PDT.G/2020/PN Banjarmasin.

Selama kepemilikan ini kata Edy jelas atas nama Lilik Yuniarti, selama itu juga kata dia pihaknya tidak bisa memproses pembayaran atas nama orang lain.

"Karena dasar hukumnya sudah jelas PTUN Banjarmasin," tegasnya.

Selain itu, Edy membeberkan  bahwa wajib pajak tersebut pernah sempat membayarkan PBB, sekitar tahun 2008.

"Saat itu tanahnya belum bermasalah, masih proses pengadilan, dan tanpa sepengatahuan kita juga. Oleh dasar itu makanya dia mengaku itu haknya," kata Edy.

“Sesuai dengan data kita, perubahan hak milik tanah itu sudah berubah sejak tahun 2016, dari atas nama Mas’ud menjadi nama ibu Lilik Yuniarti,” jelasnya lagi.

Lantas bagaimana terkait uang milik Ali Akbar yang disimpankan oleh BPKPAD tersebut?

Berkaitan hal tersebut, Edy menerangkan bahwa uang sebesar Rp47 juta itu akan dikembalikan kepada Ali Akbar.

“Uangnya akan kita kembalikan, karena itu bukan hak milik kita. Dan juga pembayaran PBB senilai Rp 47 juta itu juga bukan hak bapak Ali Akbar. Jadi kita akan sesegeranya mengembalikan uang itu,” pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner