Pengembangan Industri Smelter

Demam Smelter, Pemain Nikel Kotabaru Dapat Proyek Gede!

Smelter akhir-akhir ini jadi perbincangan hangat seiring terbitnya larangan ekspor bijih nikel.

Featured-Image
Bisnis penambangan nikel semakin digeluti.

bakabar.com, JAKARTA - Smelter akhir-akhir ini terus menjadi topik hangat. Itu seiring terbitnya larangan ekspor bijih nikel.

Teranyar, nama kontraktor tambang PT Hillconjaya Sakti mencuat ke permukaan. Subkontraktor PT Sebuku Tanjung Coal Kotabaru itu sukses menggaet kontrak jasa pertambangan nikel. Bahkan dari dua perusahaan sekaligus. Yakni PT Sarana Mineralindo Perkasa (SMP) dan PT Adhi Kartiko Pratama (AKP).

SMP sendiri berlokasi di Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Sedang AKP di wilayah Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Baca Juga: Mini Smelter Jadi Solusi Pengusaha Pribumi Terjun di Bisnis 'Konglomerat' Ini

Baca Juga: Pengusaha Pribumi Terkendala Modal 'Bermain' di Bisnis Smelter

Direktur Utama Hillcon Hersan Qiu mengaku telah menandatangani Letter of Intent (LOI) dengan SMP dan AKP, masing-masing pada 2 Desember 2022 dan 5 Desember 2022.

Lantas, berapa targetnya? Dari 2 proyek tambang sebesar 6 juta wmt per tahun atau senilai US$60 juta setara Rp990 miliar (kurs Rp16.500), jadi target produksi.  

“Sesuai dengan komitmen, Hillcon fokus pada jasa pertambangan nikel. Kami optimis mampu memproduksi nikel ore dengan kadar 1,5% ke atas di AKP dan SMP,” ungkap Hersan dalam siaran pers, seperti dikutip dari Bisnis.com, baru tadi.

Lokasi SMP masih satu daerah dengan PT Stardust Estate Investment (SEI), dan AKP. Atau, masih berdekatan dengan smelter PT VDNI (Virtue Dragon Nickel Industry) dan PT OSS (Obsidian Stainless Steel) di Morosi, Sulawesi Tenggara.

Karena itu, nantinya hasil tambang dari AKP dan SMP kemungkinan besar akan diserap oleh smelter-smelter di wilayah tersebut.

Baca Juga: Cerita Kakek Terkaya RI di Bisnis Smelter Kalimantan: Mulanya Pedagang Kelontong

Baca Juga: Mengintip Kekayaan 6 Konglomerat Ternama Pemain Smelter di Indonesia

Selain mendapat komitmen dari dua perusahaan tambang nikel, di bidang konstruksi, Hillcon sebelumnya meraih kontrak proyek infrastruktur di kawasan industri Stardust Estate Investment (SEI) senilai US$123 juta setara Rp2,02 triliun.

“Nilai proyek dan kontrak kerja sama pembangunan pelabuhan mulai berlaku pada 2023,” katanya.

Melalui anak usaha PT Hillconjaya Sakti, Hillcon memperoleh kepercayaan dari PT Satya Amerta Havenport (SAH), perusahaan pengelola pelabuhan di dalam kawasan industri SEI untuk mengerjakan proyek infrastruktur nikel di Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah.

Hillcon dinilai memiliki potensi pertumbuhan bisnis yang baik. Itu seiring posisi Indonesia sebagai produsen nikel terbesar di dunia.

"Dengan adanya kerjasama ini, kami optimistis mampu mengembangkan bisnis dan meningkatkan kinerja Hillcon,” ujarnya.

Kawasan Industri SEI merupakan kawasan industri modern dengan bidang usaha utama di industri nikel. Letaknya di Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah.

Kawasan Industri SEI memiliki sederet tenant, mulai dari PT Gunbuster Nickel Industry (1,8 juta ton/tahun ferronikel), PT Nadesico Nickel Industry (1,8 juta ton/tahun ferronikel), hingga PT Ideon Nickel Industry Satu (150 ribu ton/tahun ferronikel).

Kawasan Industri SEI yang diprakarsai oleh Jiangsu Delong Group, tercatat sudah membangun empat proyek yang tersebar di Kendari dan Morowali Utara.

Selain di Kabupaten Morowali Utara, Hillcon juga memiliki sejumlah proyek nikel di Provinsi Maluku Utara. Hillcon terlibat dalam dua bidang utama. Yaitu sebagai mining contractors dan infrastructure expert.

Sebagai kontraktor pertambangan nikel yang bekerja di daerah Sulawesi dan Maluku Utara yang merupakan basis tambang nikel di Indonesia, Hillcon berhasil mencatat pertumbuhan kinerja yang sangat baik dan mengesankan.

“Kami optimistis dapat terus bertumbuh secara berkelanjutan. Ini sejalan dengan semakin banyaknya permintaan untuk melayani proyek-proyek baru di industri pertambangan nikel,” ungkap Hersan.

Baca Juga: Pembangunan Smelter, Pengamat: yang Harus Dijual Produk Bukan Bahan Baku

Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan larangan ekspor nikel semata sebagai upaya meningkatkan hilirisasi. Hilirisasi nikel terbukti melambungkan pendapatan negara dari Rp17 triliun pada 2014, menjadi Rp326 triliun pada 2021.

Berdasar data Kementerian Perdagangan, seperti dikutip dari CNBCIndonesia, nilai ekspor nikel memang meningkat dari US$ 646,7 juta pada 2017 menjadi US$ 1,28 miliar pada 2021.

Pada Januari-Oktober 2022, nilai ekspornya sudah melonjak 418% menjadi US$ 4,7 miliar.

Editor


Komentar
Banner
Banner