Pemilu 2024

Dampak Perubahan Iklim Mengkhawatirkan, MCCCRH: Politisi Minim Bicara

Pusat penelitian Monash Climate Change Communication Research Hub (MCCCRH) meluncurkan buku bertajuk 'Navigasi Isu Perubahan Iklim di Pemilu 2024'.

Featured-Image
Pusat penelitian Monash Climate Change Communication Research Hub (MCCCRH) meluncurkan buku bertajuk 'Navigasi Isu Perubahan Iklim di Pemilu 2024: Panduan Komunikasi untuk Para Politisi'. Buku itu penting untuk meningkatkan pemahaman politisi sekaligus mendorong agenda perubahan iklim di Pemilu 2024. Foto: MCCCRH

bakabar.com, JAKARTA - Monash Climate Change Communication Research Hub (MCCCRH) Indonesia Node menggelar diskusi publik sekaligus peluncuran buku bertajuk 'Navigasi Isu Perubahan Iklim di Pemilu 2024: Panduan Komunikasi untuk Para Politisi'.

Hal itu didasarkan pada dampak perubahan iklim yang merupakan masalah global dan harus segera ditangani. Di saat yang bersamaan, perlu adanya peningkatan pemahaman politisi di Pemilu 2024.

Riset MCCCRH Indonesia Node bertajuk Modelling the Indonesian Politicians’ Interests in Climate Change menunjukkan akun media sosial (medsos) ketua partai politik minim berbicara soal perubahan iklim.

Chair Monash Climate Change Communication Research Hub (MCCCRH) Indonesia Node Ika Idris mengungkapkan, unggahan terkait perubahan iklim dari kalangan ketua parpol hanya 8% dibicarakan. Angka itu jauh lebih rendah dibandingkan unggahan dari kelompok menteri yang mencapai 80%.

Baca Juga: Efek Perubahan Iklim, 8 Hewan Terancam Punah di Tahun 2023

"Isu perubahan iklim yang dibicarakan politisi pun masih di taraf kebijakan dan tidak menyentuh dampak yang dirasakan langsung masyarakat," ujar Ika.

Acara diskusi publik & peluncuran buku “Navigasi Isu Perubahan Iklim di Pemilu 2024”. Ika Idris, Chair Monash Climate Change Communication Research Hub (MCCCRH) Indonesia Node - Surya Tjandra, Juru Bicara Pasangan AMIN - Evy Rachmawati, Editor Harian Kompas - Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra (dari kiri ke kanan).
Acara diskusi publik & peluncuran buku “Navigasi Isu Perubahan Iklim di Pemilu 2024”. Ika Idris, Chair Monash Climate Change Communication Research Hub (MCCCRH) Indonesia Node - Surya Tjandra, Juru Bicara Pasangan AMIN - Evy Rachmawati, Editor Harian Kompas - Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra (dari kiri ke kanan).

Isu perubahan iklim penting menjadi salah satu agenda kampanye di Pemilu 2024 karena dampaknya kian mencekam. Pakar Kesehatan Publik Monash University, Grace Wangge menilai, banyak dari kaum muda yang mengalami gangguan kecemasan dan kesedihan akibat bencana terkait perubahan iklim.

"Sumber stres  adalah akibat dari krisis pangan, kehilangan mata pencaharian, ataupun kerusakan dan kehancuran lingkungan yang disebabkan oleh perubahan iklim," ungkapnya.

Selain itu, data Air Quality Life Index (AQLI) pada tahun 2022 menunjukkan beberapa daerah di Indonesia, khususnya DKI Jakarta dan kota di sekitarnya (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) diproyeksi mengalami penurunan angka harapan hidup rata-rata selama 2,4 tahun karena polusi udara.

Baca Juga: Gegara Perubahan Iklim, Beberapa Wilayah Indonesia Tenggelam

Jawa Barat adalah provinsi paling tercemar di Indonesia, dimana polusi udara memperpendek angka harapan hidup 48 juta penduduk hingga 1,6 tahun. Polusi itu berasal dari asap dari kebakaran hutan, ditambah emisi karbon yang bersumber dari gas buang kendaraan bermotor, pembangkit listrik dan mesin pada industri, dan sebagainya.

Khusus DKI Jakarta, peneliti MCCCRH Indonesia Node Eka Permanasari memaparkan, perubahan iklim turut memperparah gempuran hujan deras terhadap DKI Jakarta.

"Jakarta saat ini berjuang untuk tidak tenggelam," kata Eka yang fokus risetnya berkaitan dengan pengembangan perkotaan.

Dampak ekonomi akibat perubahan iklim juga mengkhawatirkan. Bappenas memprediksi Indonesia akan mengalami kerugian sebesar Rp 544 triliun pada periode 2020-2024. Selain itu, Indonesia berpotensi kehilangan 30%-40% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) atau Rp 132 triliun akibat kerugian dari sektor pertanian, kesehatan, dan kenaikan permukaan laut.

Editor
Komentar
Banner
Banner