Kekeringan Bekasi

Dampak El Nino, Sawah di Mustikasari Bekasi Alami Kekeringan

Lahan sawah yang dikelola Kelompok Tani Benda Jaya, Kelurahan Mustikasari, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi mengalami kekeringan.

Featured-Image
Lahan sawah di Mustikasari, Mustikajaya, Kota Bekasi, mengalami kekeringan. Foto: apahabar.com/Mae Manah

bakabar.com, BEKASI - Lahan sawah yang dikelola Kelompok Tani Benda Jaya, Kelurahan Mustikasari, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi mengalami kekeringan. Hal itu dampak dari musim kemarau panjang dan fenomena El Nino.

Pantauan bakabar.com di lokasi, lahan sawah seluas 2,5 hektar itu masih ditumbuhi padi yang sebentar lagi siap dipanen. Namun, kondisi tanah di area persawahan itu mulai mengering dan retak-retak.

Ketua Kelompok Tani Benda Jaya Niman (56) menjelaskan, sawahnya mulai mengalami kekeringan sejak satu bulan terakhir. Kondisi itu disebabkan oleh saluran di sekitar sawah yang tidak lagi dialiri air.

“Sekarang ini sudah mulai agak kekeringan. Biasanya dari saluran (mengairi sawah), sekarang sudah kering (saluran),” kata Niman, saat ditemui, Jumat (11/8).

Baca Juga: Kekeringan Melanda Bogor, 35 Ribu Warga Krisis Air Bersih

Niman mengungkapkan, saluran air yang tidak mengalir itu bisa terlihat dari tinggi saluran air yang mulai menurun hingga 50 centimeter.

Saluran air yang mati itu mengakibatkan lahan persawahan tidak mendapat pasokan air. Sehingga, untuk mengatasi hal tersebut Niman mengaku harus menggunakan mesin pompa untuk tetap mengairi sawahnya.

“Kita sudah buat pantekan (pompa air) sejak dua hari lalu,” ujarnya.

Kata Niman, penggunaan pompa air membuat dirinya harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk mengurus sawahnya.

Baca Juga: Dampak Kemarau dan El Nino, Sawah Mengering di Rorotan Jakarta Utara

Dari sawah yang luasnya 2,5 hektar dirinya membutuhkan sedikitnya empat pompa air. Dalam seminggu ia menghabiskan biaya Rp400 ribu hanya untuk mengairi sawahnya.

“Kalau satu mesin sepuluh liter sehari semalam, kalau bukan dari pantekan (pompa air) agak ringan. Kalau pantekan 1 mesin itu kan Rp100 ribu, untuk seminggu sekali (penggunaan),” jelasnya.

Dampak kekeringan tidak hanya membuat Niman merogoh kocek yang lebih banyak, lebih dari itu kualitas padinya turut mengalami penurunan kualitas.

“Ya hasil (padi) kurang bagus, karena ada hitam-hitamnya. Ukurannya lebih kecil, isinya kurang full (penuh),” ujarnya.

Baca Juga: Fenomena El Nino, Nelayan Jateng Dihimbau Gunakan Aplikasi

Walaupun kualitas padi menurun, Niman mengaku harus menjual hasil panennya dengan harga lebih tinggi. Hal itu ia lakukan untuk menutupi biaya perawatan yang juga melambung.

“(Harga jual) ya kita tingkatin, karena kita kan pakai biaya ngambil air dari bawah (pompa air). Sekarang 6000 perkilogram, kalau dulu kan 5000 per kilogram,” ucapnya.

Niman mengaku, tak bisa berbuat banyak dengan kondisi seperti sekarang. Ia hanya berharap, dengan upaya yang telah dilakukan sawahnya masih bisa berhasil untuk dipanen.

Editor
Komentar
Banner
Banner