bakabar.com, JEMBER - Sejak 21 tahun lalu, tepatnya pada tahun 2002, umat Katolik di Jember yang tergabung dalam kelompok Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) Cabang Kartini tergerak nuraninya untuk berbagi makanan kepada umat muslim setiap bulan Ramadan.
Belajar dari pengalaman, memberi gratis sepertinya bukan hal mudah untuk mengukur ketulusan berbagi antar umat beragama.
Kini ada nilai tukar Rp 2.000 buat umat muslim di Jember yang ingin membeli nasi dengan lauk daging ayam, daging sapi, lengkap dengan lodeh dan air mineral itu.
Baca Juga: Genjot Pertumbuhan Ekonomi, Jember Adakan Pasar Murah Selama Ramadan
"Yang jelas ikannya ayam, daging sapi, tongkol, telur tahu tempe, telur pasti ada," ujar Ketua WKRI Cabang Kartini Jember, Lucia Francisca Elly Krisnaningsih kepada apahabar.ccom, Rabu (5/4).
Digemari Warga
Sejak pukul 17.00 WIB, sepanjang bulan Ramadan, sebuah warung kecil bertuliskan Warung Kasih WKRI di depan Kantor Disnaker Jember, memikat sejumlah tukang becak, juru parkir, sales hingga orang orang yang lapar untuk datang.
Kalangan menengah ke bawah dengan penghasilan tak menentu itu, memilih datang ke Warung Kasih WKRI karena menyediakan menu nasi bungkus untuk buka puasa dengan harga Rp 2.000.
Baca Juga: Pemancing di Tebing Pantai Jember Ditemukan Tewas Setelah 3 Hari Hilang
Ada banyak alasan, mengapa nasi tersebut dijual dengan harga sangat murah, bila umumnya nasi bungkus di Jember rata rata seharga Rp 10.000.
"Kegiatan ini sudah berlangsung 21 tahun setiap Ramadan," jelasnya.
"Berawal dari rasa kasihan orang orang yang kurang beruntung, waktu buka puasa belum bisa pulang, akhirnya kami inisiatif buka warung ini," tambahnya.
Sempat Dianggap Kristenisasi
Nilai jual Rp 2.000, tentu tidak sebanding dengan porsi dan lauk yang dijual. Namun ini merupakan cara tersendiri agar kelompok WKRI bisa berbagi tanpa menyinggung.
"Dari dulu sudah dijual, karena orang punya harga diri, takutnya kalau diberi tersinggung," ujarnya.
"Bahkan di media sosial disalahgunakan ada isu kristenisasi macam-macam, jadi kami menghindari itu," jelasnya.
Baca Juga: Takut Melanggar Aturan, Honor 23 Ribu Guru Ngaji di Jember Terancam Tertunda
Setiap hari, Warung Kasih WKRI menyediakan 200 porsi. Tiap pembeli dibatasi 10 bungkus untuk menghindari dijual kembali.
"Karena tahun lalu kejadian ada yang dijual lagi," ujarnya.
Momentum buka puasa, dipilih karena nasi yang dibeli pasti akan dimakan bersama di waktu itu juga. Bahkan, Elly belum lama ini sempat penasaran dan bertanya kepada salah satu pembeli yang memborong 5 bungkus sekaligus.
"Ternyata buat anaknya 3 dan istrinya di rumah, padahal rumahnya Mumbulsari, jauh sekali," ujarnya.
Sumber Dana
Untuk sumber dana, tim WKRI iuran pribadi hingga menggalang donasi dari berbagai pihak. Tidak hanya umat Katolik, umat Kristen, Hindu, Budha dan Islam juga ada yang menyumbang untuk warung kasih tersebut.
"Dan itu lintas agama. Jadi mengasihi sesama manusia, tidak pandang bendera apa agamanya," ujarnya.
Baca Juga: Motif Pembunuhan Sadis di Jember Terungkap: Naik Motor Kencang hingga Goda Istri Jadi Pemicu
WKRI juga punya tim memasak setiap harinya. Para Ibu-ibu ini mulai memasak pukul 11.00 WIB. Masing-masing bagi tugas, ada yang bagian nasi, sayur dan lauk.
"Lanjut mulai membungkus jam setengah 4 sore, jam 5 buka," ujarnya.
Warung ini buka mulai Senin sampai Kamis, sepanjang bulan Ramadan. Selebihnya, Jumat, Sabtu dan Minggu libur untuk kegiatan keagamaan di Gereja.
"Karena kalau Minggu kita ada ibadah di Gereja," katanya.
Lima Tahun Terakhir jadi Pelanggan
Slamet (67) salah satu pembeli nasi bungkus mengaku sangat terbantu dengan kondisi pekerjaannya saat ini. Sebagai juru parkir, ia sudah 5 tahun terakhir selalu membeli nasi bungkus untuk buka puasa di warung kasih.
"Buat orang orang seperti saya, seperti tukang parkir sangat terbantu. Umumnya harga nasi 10 ribu, ini 2.000," kata Slamet kepada bakabar.com.
Baca Juga: Tiket Kereta Angkutan Lebaran Idul Fitri, Daop 9 Jember Tersisa 57 Persen
Kali ini Slamet membeli 3 bungkus nasi, dua bungkus lainnya ia berikan untuk kawan kerjanya sesama juru parkir.
"Saya jaga parkir di di Jl Diponegoro. Zaman sekarang, kita cari duit dapat Rp30 ribu untung. Kalau tidak ngirit-ngirit mana cukup," katanya