Kasus KDRT Artis

Berkaca dari Kasus Venna Melinda, Pentingnya Cegah KDRT lewat Perjanjian Pranikah

Kabar tak mengenakkan tengah menerpa biduk rumah tangga Venna Melinda. Ibunda Verrell Bramasta itu mengaku suaminya, Ferry Irawan, melakukan tindak kekerasan.

Featured-Image
Kasus KDRT yang dialami oleh Venna Melinda terus bergulir dan diproses secara hukum. Foto: suryakepri.

Cegah KDRT dengan Perjanjian Pranikah

Psikolog Klinis Forensik, Kasandra Putranto, menyebut ada sebuah langkah preventif yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan. Tindakan tersebut adalah perjanjian pranikah.

Perjanjian Pranikah. Foto: Legalitas.
Perjanjian Pranikah. Foto: Legalitas.

“Melihat dari banyaknya angka kasus perceraian yang diakibatkan kekerasan dalam rumah tangga, diperlukan solusi untuk mencegah terjadinya kekerasan tersebut, seperti perjanjian perkawinan,” tuturnya, dikutip dari hypeabis.id.

Perjanjian pranikah dinilai cocok sebagai langkah preventif kekerasan rumah tangga lantaran memberi kepastian hukum. Caranya, melalui perumusan sebuah janji nikah bagi kedua belah pihak agar mengetahui masing-masing hak dan kewajibannya.

Tak dapat dipungkiri, perjanjian pranikah di Indonesia seringkali masih dianggap tabu. Padahal, persoalan ini sudah tertuang dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan). 

Pasal itu mengatur kedua pihak, pada waktu atau sebelum perkawinan, dapat mengadakan perjanjian tertulis. Prawirohamidjojo dalam Jurnal Dinamika Hukum mengatakan perjanjian pranikah umumnya mengatur akibat-akibat perkawinan terhadap harta kekayaan.

Kendati demikian, bukan berarti perjanjian pranikah hanya sebatas mempersoalkan harta gono-gini. Perjanjian ini juga mengatur hal penting lain, termasuk perihal kekerasan dalam rumah tangga.

Perjanjian itu pun tak sekadar diteken di atas hitam-putih, melainkan juga disahkan di notaris. Setelah jadi, perjanjian harus dicatatkan atau disahkan pula oleh pegawai KUA serta catatan sipil.

Mengintip Keberhasilan Program Pranikah di Negeri Orang

Perjanjian pranikah sendiri tak cuma ada di Indonesia. Malahan, program-program sebelum pernikahan sudah lama melanggeng di negeri orang, kiranya sejak tahun 1900-an.

Hal itu sebagaimana diungkapkan dalam studi Premarital counselling: a focus for family therapy (Stahmann, 2000). Penelitian itu menyebut ada beberapa program pranikah yang ditujukan bagi pasangan yang hendak tinggal seatap sepanjang sisa hidupnya.

Secara umum, program tersebut mengombinasikan ‘pelatihan’ komunikasi. Ini berarti, pasangan bakal diminta untuk mendiskusikan sejumlah hal: riwayat kencan dan rencana pernikahan; serta ekspektasi terhadap pasangan, peran masing-masing dalam hubungan, kebutuhan, dan tujuan.

Selain itu, juga menyepakati perihal keuangan dan pertemanan setelah menikah; pertemuan orang tua; cara berkomunikasi bila menghadapi konflik; serta menentukan nilai dan prioritas masing-masing.

Program yang demikian, menurut Stahmann, terbukti efektif mencapai kesepakatan pranikah. Laporannya itu justru mengatakan program pranikah memberi efek positif bagi rumah tangga pasangan usai menikah.

Pasangan yang mengikuti program tersebut mengaku memiliki hubungan yang positif, di mana keduanya bisa berkomunikasi dengan baik manakala terjadi konflik. Di samping itu, juga belum ada laporan yang menyatakan efek negatif dari program pranikah.

Editor


Komentar
Banner
Banner