Tak Berkategori

Catcalling Mahasiswi Banjarmasin, Kampus Lupa UU Keterbukaan Publik?

apahabar.com, BANJARMASIN – Terkatung-katungnya penyelesaian kasus dugaan catcalling mahasiswi MRA (21) disorot Direktur Borneo Law Firm…

Featured-Image
Kampus semestinya lebih terbuka, terlebih dalam penyelesaian penanganan kasus dugaan pelecehan seksual. Foto: Dok.apahabar.com

bakabar.com, BANJARMASIN – Terkatung-katungnya penyelesaian kasus dugaan catcalling mahasiswi MRA (21) disorot Direktur Borneo Law Firm (BLF), Muhammad Pazri. Kampus mestinya lebih terbuka menyelesaikan dugaan pelecehan seksual verbal yang menimpa mahasiswinya sendiri.

"Jika kampus masih menunjukkan adanya ketidakterbukaan terhadap masyarakat apalagi korban, maka akan menimbulkan rendahnya kepercayaan civitas akademika atau masyarakat terhadap lembaga tersebut," ucapnya, Kamis petang (30/09).

Berkaca dari pengalamannya, kebanyakan kasus-kasus di internal kampus condong tertutup dalam prosesnya. Apalagi tak bukan untuk menjaga nama baik lembaga.

"Untuk menjaga nama baik saya sepakat saja, namun ketika diminta penjelasan jangan sampai ada dugaan terdapat tidak transparansi dalam setiap proses," tutur Pazri.

Seharusnya, dalam setiap tahapan proses penyelesaian masalah, kampus menyampaikan hasilnya sehingga publik dapat mengetahui apakah proses tersebut sudah berjalan sesuai dengan prosedur atau tidak.

"Karena sepengetahuan saya dalam proses investigasi kasus, penyelesaian masalah kampus biasanya berpedoman kepada Kode Etik Tenaga Kependidikan, Dosen dan Karyawan. Apakah di Uniska ada atau tidak hal tersebut dan SOP-nya, ini perlu diperjelas," tambahnya.

Namun di samping itu, Pazri menyarankan kampus perlu juga bercermin dan mengimplentasikan UU14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Bahwa tujuan dari UU tersebut adalah menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan keputusannya.

“Ini untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik; mewujudkan penyelenggaraan negara yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

Pazri berharap kampus lebih transparan karena hakikat daripada institusi pendidikan adalah untuk memartabatkan kehidupan dan memanusiakan manusia.

“Itulah hakikat dari Kampus Merdeka, dan Kampus Merdeka sebagai kampus kehidupan mengantarkan manusia menjadi sosok-sosok yang bisa mempertahankan kehidupannya," pungkas magister ilmu hukum, Universitas Lambung Mangkurat ini.

Sebelumnya, sejumlah pejabat di Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin memilih bungkam saat ditanya mengenai kelanjutan penyelesaian kasus MRA.

Padahal, bidang kemahasiswaan Uniska telah berjanji akan membentuk tim investigasi guna menindaklanjuti dugaan pelecehan seksual terharap MRA.

Saat dikonfirmasi kembali, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Uniska, Idzani Muttaqin meminta media ini untuk langsung ke Rektor Prof Abdul Malik.

"Langsung ke rektor saja konfirmasi. Karena sudah diserahkan ke tim etik universitas," singkatnya dihubungi bakabar.com via Whatsapp, Rabu (30/9).

Coba dihubungi, Prof Malik tak kunjung merespons. Pesan singkat via Whatsapp media ini hanya centang biru. Pun, panggilan yang dilayangkan media ini berkali-kali, tak dijawab.

Kamis (30/9) siang, awak media ini kembali mencoba meminta keterangan sang rektor. Di ruang kerjanya, seorang staf rektorat berkata harus ada janji terlebih dahulu sebelum wawancara ke Prof Abdul Malik.

"Harus buat janji dulu kalau mau wawancara. Karena bapak agendanya sangat padat," cetusnya.

Wartawan pun mencoba meminta staf tersebut untuk mengatur jadwal wawancara dengan Prof Abdul Malik. Namun, staf tersebut enggan memastikan.

"Harus sesuai birokrasi, kalau mau atur jadwal silakan ke Humas Uniska," tuturnya.

Media kembali mencoba ke bagian Humas Uniska. Sayangnya, pejabat yang berwenang saat itu sedang tidak ada di kantor.

Buka-bukaan! Mahasiswi di Banjarmasin Alami Catcalling Oleh Oknum Pegawai Kampus

MRA menjadi korban catcalling oknum diduga pegawai bidang kemahasiswaan Uniska Banjarmasin. Tak hanya pihak kampus, dugaan pelecehan MRA juga sudah didengar Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah XI Kalimantan.

Bicara sanksi bukanlah kewenangan LLDikti. Kepala LLDikti Wilayah XI Kalimantan, Prof Udiansyah hanya bisa mengirimkan rekomendasi ke Uniska untuk segera membuat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kepmendikbud) nomor 754/P/2020 hal tiga dosa besar kampus selain korupsi. Yakni, antitoleransi, antikekerasan seksual, dan antiperundungan.

Selebihnya, Prof Udi menyerahkan sepenuhnya penyelesaian dugaan kasus catcalling tersebut ke internal kampus. "Biarlah mereka berproses, karena sudah ditangani rektorat," ujar Prof Udi, belum lama tadi.

Wakil Rektor, Idzani Muttaqin, telah berjanji membentuk tim investigasi. Sebelum itu, ia mengaku telah mengumpulkan jajarannya. Namun, kata dia, tak ada satupun mengaku. Ia menduga jika pelaku hanyalah oknum yang mengaku-ngaku. Hal serupa pernah terjadi dengan modus yang sama: pengurusan beasiswa.

"Itu pernah kejadian, setelah kita kroscek ternyata orang hanya mengatasnamakan kemahasiswaan," ungkapnya ditemui media ini, Selasa (21/9) lalu.

Hal beasiswa, dirinya memastikan tak pernah meminta imbalan. Regulasinya telah diatur LLDikti. Idzani meminta MRA melapor langsung kepadanya. Ia menjamin identitas dan keamanan bakal terjaga.

"Dijamin dan kami lindungi. Kalau dia (MRA) tidak berani datang langsung ke kemahasiswaan, bisa agendakan bertemu di luar," tuntasnya.

Pelecehan seksual secara verbal menimpa MRA. Dua bulan lalu, mahasiswi semester awal ini menjadi korban catcalling oknum diduga pegawai kemahasiswaan.

Mendapat dorongan dari rekan-rekannya, ia baru berani buka-bukaan. MRA tak mau jika mahasiswi lain juga menjadi korban oknum pegawai itu.

bakabar.com secara khusus menemui MRA pada Selasa (21/9). Bermula dari beasiswa, lama-kelamaan percakapan oknum itu menjurus ke topik mesum.

Pelecehan seksual secara verbal sudah berhari-hari MRA rasakan melalui pesan Whatsapp. Tepatnya pada 11-13 September 2021 ketika si pegawai membalas pesan yang dilayangkan MRA.

"Cium barang nah," ujar pegawai itu kepada MRA. MRA amat paham konteks ucapan pegawai tersebut. "Saat itu saya menanyakan informasi beasiswa melalui nomor kontak yang tertera di instagram resmi kampus," cerita MRA.

Sempat ingin memendamnya, MRA akhirnya membeberkan kronologi catcalling yang menimpanya. bakabar.com menemui MRA secara khusus pada Selasa (21/9) setelah ia mendapat dorongan dari rekan-rekannya.

Buka-bukaan! Mahasiswi di Banjarmasin Alami Catcalling Oleh Oknum Pegawai Kampus

Komentar
Banner
Banner