bakabar.com, JEMBER - Dinas Kesehatan Kabupaten Jember menyebut target desa yang sudah Open Defecation Free (ODF) masih 24,59 persen dari total dari 226 desa dan 22 kelurahan. Sisanya ditemukan banyak kasus kebiasaan buang air besar (BAB) sembarangan.
Pelaksana Tugas (Plt) Dinkes Jember Koeshar Yudyarto mengatakan ada sejumlah faktor rendahnya capaian ODF di Jember, salah satunya faktor ekonomi dan gaya hidup.
Dari 2,6 juta penduduk di Jember, ditemukan 132.567 dari 733.623 keluarga belum memiliki jamban. Dinas Kesehatan Provinsi Jatim mencatat capaian ODF di Jember juga terendah dari 38 kabupaten kota di Jatim sebesar 24,2 persen pada Desember 2022.
"Iya memang masih angka ODF nya masih rendah. Bahkan masih satu kecamatan yang ODF (dari 31 kecamatan)," kata Koeshar kepada bakabar.com, Selasa (31/01).
Baca Juga: Capaian KB di Jember Rendah, Kepala BKKBN Wajibkan RS Punya Program PKBRS
Kendati demikian, kata Koeshar, banyak juga warga yang sudah mampu secara ekonomi dan memiliki jamban namun tetap BAB di sungai.
"Meski mampu punya jamban di rumah, masih senang buang air di sungai. Gak enak kalau di WC, kalau gak nempel (air) gak keluar," ujarnya.
Kini pihaknya bakal menggerakkan penyuluhan lewat Muspika di setiap kecamatan. Menurutnya butuh pemetaan ulang untuk mengatasi BAB sembarangan. Melalui Muspika pihaknya akan meneliti mengenai faktor ekonomi, hingga kebiasaan.
"Kalau faktor ekonomi, menggalang dana untuk jamban yang sehat. Kalau terkait perilaku bisa penyuluhan," jelasnya.
Baca Juga: BKKBN Temukan Ketimpangan Data Kasus Stunting di Jember
Terpisah, Anggota Komisi D DPRD Jember Ardi Pujo Prabowo mengatakan program edukasi Dinkes Jember agar tidak BAB sembarangan tak solutif untuk menekan gaya hidup tersebut.
Sebab menurut Ardi, pemerintah butuh langkah nyata untuk membangun jamban atau MCK yang baru.
"Untuk jamban, dari dinas bukan untuk pembangunan jamban, dana 200 sekian (juta) untuk edukasi. Kita tidak butuh edukasi, yang dibutuhkan adalah aksi," kata Ardi.
Sejauh ini, kata Ardi program pembangunan jamban justru dilakukan oleh OPD yang lain, yakni Dinas Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman dan Cipta Karya. Harusnya program tersebut diambil oleh Dinkes.
"Sungguh memprihatinkan. Maka kami meminta dinas untuk alokasi anggaran. Tidak nunggu OPD lain," kata Ardi.