kasus stunting

BKKBN Temukan Ketimpangan Data Kasus Stunting di Jember

Kabupaten Jember menempati posisi tertinggi terkait kasus stunting di Jawa Timur yakni 34,9 persen di tahun 2022.

Featured-Image
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo saat mengunjungi RS Soebandi Jember (tengah bermasker putih). (Foto: apahabar.com/Ulil Albab)

bakabar.com, JEMBER - Kabupaten Jember menempati posisi tertinggi terkait kasus stunting di Jawa Timur yakni 34,9 persen di tahun 2022. Kendati demikian, data dari Pemkab Jember sendiri ternyata sangat jauh berbeda. Dinas Kesehatan Jember menyebut, kasus stunting di Jember hanya 7,37 persen, turun dibandingkan tahun 2021 mencapai 11,74 persen.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo sendiri mulanya heran mengenai data kasus stunting dari Kementerian Kesehatan dan Pemkab Jember berbeda sangat signifikan.

"Data itu tergantung alat pengukuran. Alat ukur di Posyandu, belum semua standar. Kadang mengukur sesuai keyakinan masing-masing," ujar Hasto Wardoyo kepada bakabar.com usai meninjau program KB di RS Soebandi Jember, Selasa (31/01).

Baca Juga: Gegara Marak Pernikahan Dini, Jember Jawara Kasus Stunting di Jatim

Terkait perbedaan data tersebut, Hasto meminta agar timbangan bayi di setiap Posyandu di Kabupaten Jember diseragamkan dengan standar milik Kementerian Kesehatan.

"Usul ke Kemenkes agar alat ukurnya sama. Kalau alat ukur sama, biar hasilnya lebih baik," jelasnya.

Lebih lanjut, Hasto menekankan agar Pemkab Jember turut mensosialisasikan arahan Presiden Joko Widodo terkait arahan jangan memberikan makanan instan kepada bayi atau balita.

"Karena isinya lebih bamyak karbohidrat," ujarnya.

Bentuk Tim Khusus Penurunan Kasus Stunting

Selanjutnya, pihaknya meminta agar Pemkab Jember memiliki tim yang mau terjun ke bawah untuk memastikan bahwa ibu dan bayi di Jember tercukupi kebutuhan protein hewani.

"Gerakan untuk memastikan bantuan makanan protein hewani sampai mulut ibu dan bayi," katanya.

Sementara itu, Bupati Jember Hendy Siswanto berjanji memprioritaskan program penurunan stunting, pernikahan dini hingga angka kematian ibu dan bayi di Jember. Pihaknya mengaku sudah membentuk tim khusus penurunan stunting dengan menyatukan 15 OPD di Jember.

Baca Juga: Menelusuri Jejak Dugaan Penggelapan Pajak Tanah Rp238 Miliar di Jember

"Sebanyak 15 OPD jadi satu untuk menyelesaikan persoalan stunting, ada dinas koperasi dan lain lain. Penurunan stunting, program utama kami," kata Hendy.

Hendy optimis di tahun 2024 Jember dapat menjadi daerah beban kasus stunting. Menurutnya terdapat 40 desa yang menjadi perhatian terkait kasus stunting dari 226 desa.

"Pernikahan dini termasuk di dalamnya ada 40 desa yang kita treatment," katanya.

Dinkes Jember Mengevaluasi Perbedaan Data

Terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jember Koeshar Yudyarto menyebut meski ada perbedaan data, pihaknya masih tetap menggunakan data dari Kementerian Kesehatan sebagai acuan.

"Kalau ada perbedaan, gak papa. Sebagai koreksi, apakah benar segitu," ujarnya.

Pada Februari 2023 mendatang, Dinkes Jember akan melakukan penimbangan balita di tiap Posyandu untuk pembaruan data stunting.

Baca Juga: Usai Kades, Giliran Ketua RT-RW di Jember Persoalkan Masa Jabatan

Terkait perbedaan data tersebut, pihaknya akan melakukan evaluasi apakah terdapat kesalahan penimbangan atau faktor yang lain.

"Penimbangan ulang, sehingga angka stunting coba kita bandingkan dan teliti, apa karena timbangan kurang tepat atau faktor lain," jelasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner