bakabar.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) menemukan terjadinya perubahan pola konsumsi yang terjadi di tengah masyarakat. Hal itu terungkap setelah BPS melakukan Survei Biaya Hidup (SBH) pada 2022).
SBH dilakukan sebagai indikator untuk mengevaluasi kinerja pengendalian inflasi. Selain itu, dilakukan untuk memotret terjadinya perubahan pola konsumsi yang disebabkan perubahan teknologi dan perilaku.
“Kalau dulu bobot konsumsi masyarakat tidak terlalu banyak dikeluarkan untuk traveling, sekarang lebih suka mengeluarkan biaya untuk traveling dibandingkan beli baju,” kata Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti dalam Sosialisasi Hasil Survei Biaya Hidup (SBH) 2022 yang dipantau secara virtual, Selasa (12/12).
Baca Juga: BPS Catat Rata-Rata Petani di Jateng dari Generasi X
Amalia menerangkan perubahan pola konsumsi di tengah masyarakat karena imbas pascapandemi Covid-19. Kondisi tersebut yang memicu terjadinya perubahan jenis kualitas barang dan jasa
“Jadi dua tahun setelah pandemi Covid-19, artinya sudah lepas dari jerat krisis pandemi. Dan kembali menuju pola konsumsi yang normal. Ini yang kita potret dengan SBH 2022,” ujarnya.
Berdasarkan pedoman CPI Manual 2020, kata Amalia, periode yang disarankan melakukan Survei Biaya Hidup (SBH) dilakukan tidak lebih dari lima tahun.
Baca Juga: Indonesia Emas 2045, BPS: Perlu Fokus Industrialisasi dan Hilirisasi
BPS sebelumnya telah melakukan SBH pada 2018. Sebelum, kemudian dilanjutkan pada SBH 2022 kali ini.
Adapun metode penghitungan yang dilakukan BPS telah mengacu pada buku manual perhitungan indeks SBH yang diterbitkan Persyarikatan Bangs-Bangsa (PBB).
Ketiga buku tersebut di antaranya Consumer Price Index Manual, Practical Guide to Producing Consumer Price Indices 2009, dan Clasification of Individual Consumption According to Purpose (COICOP) 2018.
“Sebagian besar negara-negara dunia mengacu pada itu,” terangnya.
Baca Juga: Potret Pendidikan di Lumajang Jatim, BPS: Rata-rata Lulusan SD
Adapun perbedaan pembaruan data yang dihasilkan dari SBH 2022 antara lain berdasarkan cakupan wilayah: 90 kabupaten/kota (2018) menjadi 150 kabupaten/kota (2022), cakupan sampel: 141.600 rumah tangga (2018) menjadi 240 rumah tangga (2022).
Sedangkan dalam cakupan komposisi nilai konsumsi: makanan 33,68 persen dan nonmakanan 66,32 persen pada (2018) menjadi makanan 38,04 persen dan nonmakanan 61.96 persen pada (2022). Disusul paket komoditas: 835 komoditas (2018) menjadi 847 komoditas (2022).