Hot Borneo

Bolum Bawe Balik: Ketika Perempuan Adat di IKN Menolak Tergusur dari Tanah Leluhur [Bagian 1]

Bolum Bawe Balik, perkumpulan yang diinisiasi kaum perempuan Suku Balik untuk merapatkan barisan. Berjuang di tengah proyek pembangunan IKN

Featured-Image
Becce menatap proyek pembangunan Intake Sepaku yang berjarak selemparan baru dari pekarangan belakang rumahnya. Foto- apahabar.com/Riyad Dafhi R

Bolum Bawe Balik-Hidup Perempuan Balik- perkumpulan yang diinisiasi kaum perempuan Suku Balik untuk merapatkan barisan. Berjuang di tengah arus deras pembangunan proyek ambisius Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Mempertahankan rumah, eksistensi komunitas adat, dan lahan penghidupan. Ini adalah sekelumit kisah mereka... 

Oleh: RIYAD DAFHI R, Sepaku.

SUATU pagi, di hari Kamis, 9 Maret 2023, Becce berjalan mengitari pekarangan belakang rumahnya yang berada di Kampung Sepaku Lama RT 3, Kelurahan Sepaku, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. 

Wanita berusia 55 tahun itu mengajak saya melihat pembangunan Intake Sepaku Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang berjarak selemparan batu dari pekarangan rumahnya. 

Dari kejauhan, Becce menatap lirih geliat proyek Intake Sepaku yang dirancang pemerintah untuk tempat pemasok air baku bagi masyarakat IKN Nusantara. 

Beberapa saat kemudian, dia mulai bercerita jika lokasi pembangunan intake dulunya merupakan kawasan pemakaman para leluhur mereka, tempat puluhan jasad tetua Suku Balik disemayamkan. 

"Di situ, puluhan makam keluarga hilang," kata Becce sambil menunjuk ke proyek intake.

Selain kompleks pemakaman, Batu Badok dan Batu Tukar Tondoi, situs ritual bersejarah milik masyarakat Suku Balik pun kini hanya menyisakan kenangan.

Batu Badok merupakan batu yang berbentuk serupa badak, dipercaya sebagai tempat ritual untuk masyarakat membayar hajat. Sedang Batu Tukar Tondoi merupakan wadah untuk menaruh sajen atau sesembahan. Ritual pada batu ini kerap dilakukan ketika ada anggota keluarga Suku Balik yang mengalami sakit.

"Semua hancur semenjak ada proyek itu," ucap Becce.

Becce merupakan perempuan adat dari komunitas Suku Balik yang sudah menempati kampung Sepaku Lama sejak lahir. Miris melihat hancurnya pemakaman dan sejumlah situs ritual masyarakat adat Balik, ia pun memantapkan tekad menjaga lahan kampung yang tersisa agar tidak bernasib serupa. 

Geliat pembangunan proyek Intake Sepaku. Foto: bakabar.com/Riyad Dafhi R.
Geliat pembangunan proyek Intake Sepaku. Foto-bakabar.com/Riyad Dafhi R

Becce sejatinya pernah melunak, merelakan sedikit lahan di belakang rumahnya untuk kepentingan proyek senilai 344 miliar itu. Namun kemudian, pikirannya berubah. 

Alasannya, Becce berang karena merasa dikelabui oleh pihak otoritas proyek, PT Adhi Karya (Persero) Tbk, gegara luasan lahan yang kemudian dipatok tidak sesuai dengan yang sebelumnya disepakati.

Becce juga kadung jengkel karena otoritas proyek, tidak memberitahu terlebih dulu sebelum melakukan pengukuran dan pemasangan patok.

Tak ayal, patok yang sudah terpasak pun dicabutnya dengan berani. Seingatnya, itu terjadi sekitar 5 atau 6 bulan yang lalu. "Ini bekas patok proyeknya. Kucabut memang. Kupindahkan. Ndak urus aku," gumamnya sembari menyibak belukar yang tumbuh di atas tanah bekas patok proyek.

Becce ingat sekali, aksi pencabutan patok yang ia lakukan berbuntut pada pemanggilan dirinya untuk menghadap pihak yang berwenang mengurusi Intake Sepaku. Walaupun demikian, Becce tidak gentar ketika ditanya otoritas proyek soal alasan mencabut patok tersebut. 

"Aku jawab saja ke mereka, itu rumahku, tanahku. Bapak yang datang ke sini. Aku hanya mempertahankan hak," kata Becce menirukan dialog saat dipanggil otoritas proyek. 

Dia bilang otoritas proyek bahkan memanfaatkan tanda tangan dirinya dan warga lain sebagai bukti semua masyarakat di sekitar sepakat dengan adanya pembangunan intake. 

"Kami merasa ditipu saat itu. Tanda tangan untuk daftar hadir, rupanya dijadikan tanda tangan bentuk persetujuan penyerahan lahan," ungkapnya.

Di samping itu, menurut Becce, pembangunan IKN banyak mudharatnya. Tak sedikitpun menguntungkan untuk warga. Salah satu contohnya, Becce kini sering merasa susah untuk tidur. Para pekerja proyek kerap bekerja siang dan malam. 

"Ribut, ndak bisa tidur," keluh Becce.

Terlebih, perasaan risau sering kali datang menghantui Becce, lantaran mengkhawatirkan nasib sepuluh orang anak dan empat cucunya di kemudian hari. 

Karena berdasar kabar yang didengarnya dari mulut ke mulut, angka kriminalitas di wilayah Kecamatan Sepaku kini meningkat. Ada pencurian hingga penculikan terjadi. Ada warga yang hilang, bahkan tak kunjung ditemukan.

"Takut juga kalau anak sedang berada di luar pada malam hari. Dulu, di sini damai sekali. Setelah adanya IKN kok jadi begini," pikirnya.

Rasa susah hati Becce ditambah dengan pembangunan IKN yang sangat tidak ramah terhadap lingkungan sekitar kampung halamannya. 

"Setauku, semua jadi serba rusak, pohon-pohon ditebang, alam jadi rusak, sungai terputus," ujar Becce mengomel.

Kerusakan lingkungan turut menyebabkan usaha Becce sebagai pembuat atap dari daun Nipah (Nypa Fruticans) jadi sulit. 

Bahan baku Nipah kini kian sukar dicari. Selain karena banyak pohon yang ditebang untuk keperluan pembangunan, jarak yang didatangi untuk memperolehnya juga lebih jauh.

Karena, semenjak Sungai Sepaku dibendung, aliran air yang ada di belakang rumahnya kering. Belum lagi dengan kekhawatiran akan ancaman serangan buaya yang kini makin sering meneror warga setelah banyak habitatnya yang rusak.

Alhasil, Becce yang dulunya bisa melintasi sungai dengan menggunakan perahu untuk mencari daun Nipah, kini harus melewati jalur darat. Estimasi waktu yang mesti ditempuh sekitar 30 menit dengan sepeda motor.

"Sekarang, kalau pakai motor, hanya bisa membawa dua karung. Kalau dengan perahu, bisa bawa banyak, sampai 10 karung," ceritanya.

Akan tetapi, meski dengan berbagai persoalan yang terjadi, mayoritas warga Suku Balik di sana masih gigih, memilih untuk bertahan di Sepaku Lama, termasuk juga Becce. Pertimbangannya, bukan saja soal rumah, tapi lebih daripada itu. 

Sepaku Lama sangat bernilai bagi Becce dan warga Suku Balik lainnya, yakni sebagai tanah leluhur, tempat kelahiran, ruang mencari makan dan membangun hidup.

"Kita akan mempertahankan. Gak mau digusur, gak mau dipindah. Meskipun ganti rugi sesuai. Ndak akan mudah. Di tempat baru, akan susah untuk berusaha," tekannya.

"Karena bagiku, penting memang. Sebagai tempat kami cari makan, tempat hidup, dan wadah usaha kami," tutur Becce mengakhiri.

Persoalan-persoalan yang dihadapinya lantas menguatkan Becce untuk bergabung ke Bolum Bawe Balik, sebuah perkumpulan perempuan adat dari komunitas masyarakat adat Balik.

Gerakan ini fokus mengadvokasi persoalan masyarakat adat Balik yang terancam kehilangan tempat tinggal oleh gencarnya pembangunan IKN Nusantara. Teranyar, mereka jadi motor penggerak warga untuk menggali situs-situs sejarah dan memetakan kembali batas-batas wilayah adat masyarakat Suku Balik yang meliputi Kampung Sepaku Lama, Mentawir, Pemaluan dan Maridan di Kecamatan Sepaku.

Baca di halaman selanjutnya...

HALAMAN
123
Editor


Komentar
Banner
Banner