bakabar.com, BANJARMASIN –Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum juga memanggil Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor atau Paman Birin, sejak menetapkannya sebagai tersangka dugaan suap atau gratifikasi pada 8 Oktober 2024 lalu. Lembaga antirasuah itu membantah pilih kasih atau memberi keistimewaan kepada Sahbirin.
"Bahwa ada tudingan (KPK terhadap) saudara SN (Sahbirin Noor) ini pilih kasih, tebang pilih segala macam, tentunya KPK tidak berpolitik," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, dikutip dari tempo.co, Rabu (30/10/2024).
"Terbukti bahwa yang tersangkutan sudah dilakukan pencekalan, juga sudah ditetapkan sebagai tersangka," imbuh jubir KPK berlatar belakang polisi itu.
Tessa meminta masyarakat menunggu proses penyidikan yang dilakukan penyidik. Menurut dia, penyidikan perkara dugaan suap lelang proyek di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Selatan itu masih berproses sesuai rencana.
"Bahwa kapan yang bersangkutan akan dipanggil sebagai tersangka atau juga ada tindakan lain, tentunya ini dikembalikan kepada penyidik yang berwenang mengatur rencana penyidikan itu sendiri," ujar Tessa.
Sebelumnya pada Minggu, 6 Oktober 2024, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap enam orang di Kalimantan Selatan. OTT itu terkait kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Provinsi Kalimantan Selatan tahun anggaran 2024-2025.
Keenamnya adalah Kepala Dinas Pekerjan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Selatan Ahmad Solhan (SOL); Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Kalimatan Selatan Yulianti Erlynah (YUL); Plt Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrean; Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad (AMD); dan dua pihak swasta Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND).
Dalam ekspose perkara, 6 Oktober 2024 beberapa jam setelah OTT, pimpinan KPK menetapkan keenamnya plus Gubernur Sahbirin Noor sebagai tersangka. Sahbirin, Solhan, Yulianti, Ahmad, dan Agustya dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan untuk Sugeng dan Andi, dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam paparannya kepada media pada Selasa, 8 Oktober 2024, mengatakan Ahmad Solhan memerintahkan Yulianti Erlynah mengatur agar hanya perusahaan Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto yang bisa mengajukan penawaran di e-katalog. Imbalannya, Sugeng dan Andi wajib memberikan fee sebesar 2,5 persen untuk PPK dan 5 persen untuk Sahbirin Noor.
Keterlibatan Sahbirin Noor dalam kasus ini juga dibuktikan dengan barang bukti berupa satu kardus berwarna kuning dengan foto wajah Sahbirin Noor yang didalamnya berisi uang Rp 800 juta dari tangan Ahmad, serta dua lembar kertas catatan kecil berwarna kuning bertuliskan “Logistik Paman: 200 juta, Logistik Terdahulu: 100 juta, Logistik BPK: 0,5 persen”.
Tak lama berselang setelah ditetapkan sebagai tersangka suap dan gratifikasi oleh KPK, Sahbirin Noor menggugat praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Perkara itu teregister dengan nomor 105/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL yang didaftarkan pada Kamis, 10 Oktober 2024.
Namun demikian, sidang perdana gugatan praperadilan Paman Birin, yang dijadwalkan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin (28/10/2024), ditunda. Pasalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaku termohon tidak bisa menghadiri sidang.
"Termohon KPK mengirim surat ke hakim praperadilan bahwa belum bisa hadir pada sidang hari ini," kata Hakim Djuyamto selaku pejabat humas PN Jaksel, Senin (28/10/2024). Dengan penundaan ini, imbuh dia, sidang perdana praperadilan Sahbirin Noor dijadwalkan ulang pada Senin (4/11/2024) pekan depan.(*)