bakabar.com, JAKARTA - Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo menilai perlunya korporatisasi pertanian untuk memulai membangun kedaulatan pangan dalam negeri.
Korporatisasi pertanian tersebut dapat dimulai dengan modernisasi pertanian. Pemerintah selanjutnya perlu melakukan konsolidasi lahan di tengah lahan pertanian yang semakin sempit.
"Kami pernah uji coba di Sukoharjo pertanian dalam 100 hektare dalam satu hamparan, aka mekanisme pengolahan tanah dengan traktor dan penanaman dilakukan dengan cara maju atau transplantar inilah yang kemudian melakukan efisiensi dan percepatan," katanya dalam Dialog Capres Bersama Kadin: Menuju Indonesia Emas 2045, Kamis (11/1).
Baca Juga: Ganjar Sentil BUMN: Jangan Jadi Perusahaan yang Beranak Pinak!
Korporatisasi pertanian, kata Ganjar, juga perlu memikirkan pemberian insentif bagi petani muda potensial. Sebab, selama ini jumlah anak muda yang berminat menjadi petani semakin terus berkurang.
Meski begitu ia tidak menampik masih ada anak-anak muda berideologis yang memiliki semangat untuk bertani. Semata ingin menciptakan ketahanan dan kedaulatan pangan.
"Kasih kami pelatihan dan teknologi dan mudahkan bibit. Dengan melibatkan akademisi, bisnisman dan government. Kalau ini kita bisa wujudkan dapat," terangnya.
Baca Juga: Tiga Strategi Ganjar Dorong UMKM Naik Kelas
Baca Juga: Ganjar Tegaskan Intensifikasi dan Ekstensifikasi Bukan Pemerasan!
Karena itu, Ganjar menilai perlu melakukan pendataan secara akurat mengenai data pertanian. Sebab, hal itu berkaitan langsung dengan ketepatan sasaran pupuk subsidi untuk petani.
Ganjar menceritakan pengalamannya membuat Kartu Tani yang berisi data petani, luas lahan yang dikerjakan, hingga di mana alamat lahan pertanian yang dikerjakan. Hal itu yang selama ini memudahkan distribusi pupuk subsidi.
Bila tidak melakukan cara tersebut, Ganjar menilai pupuk subsidi akan berpotensi mengalami kebocoran setiap tahunnya.
Baca Juga: Ganjar Ingin Libatkan Anak Muda Kembangkan Ekonomi Kreatif
Hal tersebut terlihat dengan kondisi saat ini dengan harga beras paling murah yang ditemui di pasaran mencapai Rp13.000. Ini disebabkan pupuk semakin susah dicari dan membuat harganya semakin melambung.
“Korporatisasi dan high technologi dan petani punya bisnis lain dan mendapatkan nilai tambah. Hasil riset terbanyak di Indonesia adalah pertanian. Kenapa tidak pakai?” jelasnya.