bakabar.com, JAKARTA- Citayam Fashion Week belakangan ini tengah menghebohkan jagat maya Tanah Air. Ajang adu outfit antar-remaja SCBDâpelesetan dari Sudirman, Citayam, Bojonggede, dan Depokâitu bahkan tak jarang disandingkan dengan street style ala Harajuku di Jepang hingga gaya Supermode Korea.
Berkat langgam catwalk ini pula, pamor Citayam kembali mencuat ke ranah publik. Daerah pinggiran Kota Depok yang berbatasan dengan Kabupaten Bogor itu dikenal sebagai gudangnya remaja bergaya nyentrik, baik dari segi fesyen atau gaya bicara yang blak-blakan nan cablak.
Namun, jauh sebelum fenomena fashion show merebak, Citayam memang sudah beken. Area ini menyimpan segudang peristiwa bersejarah yang menarik untuk dikulik. Merangkum berbagai sumber, inilah serba-serbi Citayam dalam jelajah peristiwa dan cerita.
Asal Muasal Nama Citayam
Nama Citayam agaknya terdengar cukup unik. Ada banyak versi yang menyebut soal asal-usul nama daerah pinggiran Kota Depok ini. Salah satu sumber menyebut Citayam berasal dari kata Peuncit dan Hayam dalam bahasa Sunda, yang artinya 'menyembelih ayam'.
Sementara itu, sumber lain menyebut penamaan Citayam berasal dari kata Ci dan Ayam. Dalam bahasa Sunda, Ci merupakan Cai yang bermakna air. Jika kedua kata tersebut digabungkan, maka Citayam dapat dimaknai sebagai 'sungai ayam'.
Penghasil Karet Tersohor pada Masa Kolonial
Meski mengambil nama 'ayam', Citayam sebenarnya tak ada hubungannya dengan hewan unggas ini. Daerah tersebut justru terkenal sebagai penghasil karet tersohor pada masa kolonial. Komoditi ini sangat terkenal, sampai-sampai Batavia yang kala itu menjadi pusat bisnis dan pemerintahan, juga mengenal karet hasil Citayam.
Kampung Citayam dulunya memiliki landhuis atau gedung peninggalan Belanda, yang menjadi lokasi rumah tuan tanah dan bangunan-bangunan untuk kegiatan usaha, termasuk pabrik penggilingan karet. Dalam perkembangannya, nama Citayam menjadi lebih menonjol seiring dibangunnya sebuah halte atau stasiun kereta api yang diberi nama Stasion Tjitajam pada 1922.
Jalur tersebut kemudian digunakan untuk mendistribusikan hasil-hasil perkebunan Citayam, tak terkecuali karet. Selain itu, dibuat pula jalur alternatif melalui setu yang sekarang disebut Jalan Pos (kereta api) Citayam.