bakabar.com, BANJARBARU – Nyawa manusia kembali melayang di lubang bekas galian tambang Kalimantan Selatan. Dua bocah 9 tahun yang sedang asyik bermain ditemukan tewas.
Kedua bocah tersebut tewas tenggelam setelah asyik bermain-main di sebuah lubang eks tambang pasir di Bukit Sirkuit, Sungai Ulin, Banjarbaru, Jumat sore (9/9).
Tampak tak ada penjagaan di areal kolam tersebut hingga keduanya bisa melenggang bebas bermain bersama. Dalamnya kolam mencapai 10 meter, tim pencari perlu menyelam untuk mengevakuasi keduanya dari dasar kolam.
Ironisnya, ternyata bukan kali ini saja lubang bekas tambang tersebut memakan korban jiwa. Tiga tahun lalu, insiden serupa juga pernah terjadi di lokasi yang sama.
Secara umum, bank data bakabar.com mencatat sudah dua peristiwa serupa terjadi sepanjang 2022 ini. Mei lalu, seorang warga sekitar berinisial T (41) yang berprofesi sebagai sopir juga ditemukan tak bernyawa, mengapung di eks tambang batu bara.
Lokasi tewasnya T tepat di Desa Surian Hanyar, Cintapuri Darussalam, Kabupaten Banjar. Hasil penyelidikan polisi, T juga tewas tenggelam.
Pegiat Lingkungan Hidup, Berry Nahdian Forqan merasa miris. Menurut mantan direktur Walhi Nasional ini, fenomena demikian merupakan bukti kelalaian pemilik izin tambang. “Dan pemerintah,” ujar Berry, Sabtu (10/9).
Pemerintah masih tak serius melakukan penanganan pascatambang. Sejatinya lubang mestilah direklamasi. Sekalipun tidak, maka dalam jangka waktu tertentu perusahaan tetap bertanggungjawab.
“Tata kelolanya agar tidak menimbulkan ancaman serius bagi lingkungan dan keselamatan warga,” ucap Berry.
Sering terulangnya korban tenggelam di lubang bekas tambang, kata Berry, menunjukkan lemahnya pengawasan dari pemerintah.
“Atau mungkin malah ini tidak menjadi perhatian yang serius dari mereka sehingga selalu abai dan terus memakan korban,” herannya.
Mestinya, lanjut, Berry tetap harus ada treatment atau perlakuan khusus pascatambang bagi lubang bekas galian. Lantas, apa yang harus dilakukan pemerintah agar kejadian serupa tak berulang?
Berry bilang pemerintah mesti mengevaluasi tata kelola seluruh lubang bekas tambang, menginventarisir, lalu mengkaji potensi dampak yang ditimbulkan untuk membuat perencanaan pengamanan maupun pemanfaatan lubang pascatambang.
Begitu juga penegak hukum, mesti mengusut masalah ini dan memproses hukum perusahaan yang lalai dalam mengelola lubang bekas tambang tersebut sebagai efek jera.
Meminjam data Walhi, Kalsel memiliki 814 lubang tambang yang tersebar di delapan kabupaten. Kabupaten Banjar berada di urutan ketiga terbanyak dengan 117 lubang tambang setelah Tanah Bumbu (264 lubang) dan Tanah Laut (223 lubang).
Lubang-lubang itu ada di dalam dan di luar konsesi. Terhitung 638 lubang berada di 123 konsesi. Artinya ada 176 lubang di luar konsesi yang diduga adalah pertambangan ilegal atau pertambangan tanpa izin (PETI).
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat 140 orang yang didominasi anak-anak menjadi korban lubang tambang sepanjang 2014-2018. Lubang bekas tambang yang belum direklamasi memakan korban di 12 provinsi dengan jumlah terbanyak di Bangka Belitung dengan 57 orang disusul Kalimantan Timur 32 orang.
Jatam mencatat 3.033 lubang bekas tambang batu bara yang dibiarkan menganga tanpa rehabilitasi atau pemulihan. Sebaran lubang-lubang tambang batu bara, terbanyak di Kalimantan Timur (1.754 lubang), Kalimantan Selatan (814 lubang), dan Sumatera Selatan (163lubang).
Selain tambang batu bara, tambang dengan komoditas lain seperti emas, pasir, dan timah juga telah memakan korban dalam jumlah yang banyak.