bakabar.com, BALIKPAPAN- Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyoroti tragedi tewasnya seorang bocah di eks lubang tambang Danau Danurdana, Kutai Kartanegara, Kaltim, Minggu (25/6) lalu.
Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari menilai kejadian tersebut akibat kelalaian pemerintah.
Pasalnya menurutnya, bekas lubang tambang tak seharusnya menjadi tempat wisata.
"Dikaburkan dengan kata wisata itu. Jadi seolah-olah bahaya di balik lubang tambang itu terselubung," ucapnya.
Lucunya, pemerintah seolah senang. Karena ada tempat wisata baru. Padahal jelas-jelas itu adalah bekas galian tambang. Mestinya direklamasi.
"Siapa yang kemudian memberikan izin orang untuk buka wisata. Siapa yang melakukan pengawasan. Karena tempat usaha itu kan ada pengawasnya. Tahu tidak itu berbahaya," tutur Mareta.
Untuk menyegarkan ingatan. Tragedi Danau Danurdana terjadi, Minggu (25/6) lalu. Seorang bocah sebelas tahun tewas tenggelam di sana.
Di Kaltim, ini bukan insiden pertama. Di Kabupaten Paser, peristiwa serupa juga pernah terjadi. 2018 lalu. Lagi-lagi eks galian tambang yang kemudian dijadikan tempat wisata.
Jatam mencatat, setidaknya sudah ada 44 korban yang nyawanya melayang. Semuanya akibat kolam bekas galian tambang.
Kata Mareta, ini adalah tanggung jawab pemerintah. Tak boleh abai, apalagi lepas tangan.
Meski kewenangan urusan tambang ada pada pemerintah pusat, bukan berarti daerah membiarkan lubang tambang itu menganga begitu saja. Apalagi dijadikan tempat wisata.
Air Galian Tambang Berbahaya
Kembali pada persoalan Danau Danurdana. Kata Mareta, eks galian tambang itu sudah pasti berbahaya untuk manusia. Tak cuma pada kondisi lingkungan, tapi juga kandungan airnya.
Biar tahu saja. Buangan asam tambang telah bisa membunuh ikan dan mengurangi jumlah hasil panen padi.
Hasil laboratorium dari sampel-sampel air yang diambil dari situs-situs tambang di Kaltim menunjukkan konsentrasi logam berat. Tingkat keasamannya juga melebihi batas.
"Para petani yang diwawancara mengeluhkan bahwa air limbah dari kegiatan pertambangan batu bara merusak panen dan menghancurkan kegiatan produksi pangan," papar Mareta.
Begitu juga dengan kondisi air di Danau Danurdana. Begitu berbahaya. Artinya, tempat itu tak boleh dijadikan wahana wisata. Pemerintah pusat maupun daerah harus membuka mata. "Lubang bekas galian tambang harus ditutup," pungkasnya.