bakabar.com, JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan tak ada alasan bagi pemerintah serta DPR buat menunda pengesahan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Mengingat 18 tahun berlalu rancangan beleid ini masih menemui jalan buntu di DPR.
"Pihak kami mendorong percepatan RUU PPRT tersebut sebagai bentuk perlindungan hukum yang kuat bagi para pekerja," kata Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga dalam diskusi 'Ratifikasi Konvensi International Labor Organization (ILO) No 189 tentang Pekerjaan yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga' di Jakarta, Rabu (21/9).
Melalui ketentuan Pasal 89 ayat (1) huruf a UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia berwenang. Komnas HAM melakukan pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi.
Lebih jauh, Sandra mencermati permasalahan pemenuhan dan pelindungan hak-hak pekerja rumah tangga. Dimana belum ada aturan-aturan yang memberikan pelindungan dan pemenuhan hak-hak pekerja rumah tangga.
"Hal ini penting karena jutaan warga negara Indonesia menjalankan profesi sebagai pekerja rumah tangga, baik di dalam maupun di luar negeri," sambungnya.
Sementara itu, koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), Lita Anggraini turut mendesak DPR agar segera mengesahkan RUU PPRT ini menjadi UU PPRT.
Pasalnya RUU PPRT diusulkan tahun 2004 setelah melalui kajian mendalam selama lebih dari empat tahun. Pada tahun 2010 RUU ini masuk tahap pembahasan di Komisi IX DPR.
Kemudian, sepanjang tahun 2011-2012 Komisi Ketenagakerjaan DPR kembali melakukan riset di 10 kabupaten/kota, uji publik di tiga kota dan studi banding ke dua negara.
Sampai akhirnya Draft RUU PPRT diserahkan ke Badan Legislasi DPR pada tahun 2013. "Tetapi sepanjang masa bakti DPR tahun 2014-2019, RUU itu lenyap bak ditelan bumi, dan baru kembali dibahas pada periode DPR 2019-2024," jelas Lita
Pengesahan RUU PPRT menjadi UU PPRT ini bertujuan menciptakan hubungan industrial yang kondusif tanpa diskriminasi antara pekerja rumah tangga dan pengusaha.
Selain itu, UU PPRT nantinya tidak hanya mengatur soal hak dan kewajiban pekerja rumah tangga. Tetapi juga menjamin hak dan kewajiban pemberi pekerjaan dan juga penyalur pekerja rumah tangga.
Mengingat sejauh ini lebih dari ratusan pekerja rumah tangga (PRT) mengalami beragam tindakan kekerasan. Kemudian, yang tidak kalah penting untuk mencegah segala bentuk diskriminasi, eksploitasi, dan pelecehan terhadap PRT.
"Ratusan itu banyak, sehingga mencerminkan bahwa selama ini PRT bekerja dalam situasi yang tidak layak," tutupnya.
Lantas, tujuan dari desakan untuk segera mensahkan RUU Perlindungan PRT agar memberikan kepastian hukum kepada PRT, dan pemberi kerja.