bakabar.com, JAKARTA - Kedaulatan Indonesia memang sudah berkumandang sedari 17 Agustus 1945. Namun, bukan berarti negeri ini serta merta berada di atas angin. Sebab Belanda datang kembali dengan segala upaya menjarah isi Nusantara.
Para pendiri bangsa tak lagi menghadapinya dengan sebatas memanggul bedil. Mereka juga mulai menjalin kesepakatan lewat jalur diplomasi. Berbagai perundingan antara kedua pihak pun sering diupayakan, namun tetap saja menemui kebuntuan.
Sebut saja, Perundingan Linggarjati yang menyepakati terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS). Perjanjian tersebut sejatinya ‘menguntungkan’ Belanda, mengingat kedaulatan Indonesia dipersempit dengan hanya meliputi wilayah Jawa dan Madura.
Kendati begitu, Negeri Kincir Angin agaknya belum puas. Mereka malah mengingkari janji dengan melancarkan serangan pada 21 Juli sampai 5 Agustus 1947 yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I.
Melihat kelakukan Belanda yang demikian, tentu saja dunia internasional, termasuk Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), meradang. Mereka mendesak Belanda untuk menghentikan serangan, dan lagi-lagi, menggelar perundingan damai dengan Indonesia.
Kejadian inilah yang lantas melatarbelakangi lahirnya Perjanjian Renville. Kesepakatan antara Indonesia dan Belanda yang satu ini diteken kedua belah pihak 75 tahun silam, tepat di hari ini, tertanggal 17 Januari 1948.