Oleh Sri Supadmi, S.Pd
Menghadapi era milenial, abad 4.0 revolusi industri, sebagai seorang yang dilahirkan dan tercipta sebagai guru harus dapat mempersiapkan diri untuk membentuk dirinya dan mengasah potensi diri agar dapat menghadapi abad 4.0 dan melaksanakan tugasnya dengan baik dalam rangka mencerdaskan generasi bangsa Indonesia yang unggul dan berprestasi serta memiliki karakter serta akhlak yang mulia.
Sesuai tuntutan zaman, tidak semudah membalikkan telapak tangan dalam menghadapi era milenial yang serba digital. Apalagi yang kita hadapi sekarang adalah generasi milenial yang sudah dibekali sarana dan prasarana oleh orang tuanya di rumah berupa gadget, handphone yang canggih, dan berbagai alat media yang bisa mengakses segala informasi dengan cepat.
Saat ini kita sedang menghadapi revolusi industri keempat yang lebih dikenal dengan revolusi industri 4.0. Revolusi industri ini merupakan era inovasi disruptif, di mana era ini berkembang begitu pesat, sehingga membawa dampak terciptanya pasar baru, bahkan lebih dahsyatnya lagi era ini mampu menggantikan teknologi yang sudah ada. Era digital ini bukan hanya berdampak pada bidang industri saja, tetapi juga berdampak pada segala aspek kehidupan manusia di dunia, termasuk dunia pendidikan.
Menghadapi tantangan yang besar di era revolusi industri 4.0 ini, maka pendidikan di Indonesia dituntut untuk berubah juga, karena kita hanya disuguhkan antara dua pilihan yaitu berubah atau mati. Termasuk pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Era pendidikan yang dipengaruhi oleh revolusi industri 4.0 disebut pendidikan 4.0 yang bercirikan pemanfaatan teknologi digital dalam proses pembelajaran yang dikenal dengan sistem siber (cyber system) dan mampu membuat proses pembelajaran berlangsung secara kontinu tanpa batas ruang dan tanpa batas waktu.
Tantangan pendidikan era revolusi industri 4.0 bukan hanya berbicara pada masalah klasik yaitu pemerataan dan pemenuhan akses, sarana dan prasarana pendidikan, tetapi juga berbicara mutu lulusan yang mampu bersaing dengan tuntutan perkembangan zaman. Pendidikan dituntut untuk dapat beradaptasi dengan zaman, guru dituntut menguasai teknologi terlebih dahulu agar dapat menyesuaikan diri dengan peserta didik. Jangan sampai peserta didik sudah sampai revolusi industri 3.0, sementara gurunya masih seputar revolusi industri 2.0, peserta didik sudah memasuki era digital 4.0, sedangkan gurunya masih bergelut di era 3.0.
Kalau sudah demikian yang terjadi maka dipastikan akan pincang, sehingga titik temu antara guru dengan siswa tidak akan ada. Meskipun perkembangan pendidikan belum bisa optimal mengikuti percepatan revolusi industri, tetapi salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk menghadapi tantangan revolusi industri 4.0 ini adalah melalui peningkatan kualitas guru agar mampu mengajarkan materi dengan pendekatan penerapan penggunaan teknologi informasi ( IT) dalam proses belajar mengajar. Kalau tidak maka akan semakin jauh ketinggalan jaman dan berefek pada mutu lulusan.
Menurut UU no. 14 tahun 2005 guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Peran Guru dalam dunia pendidikan sangatlah penting, karena guru adalah ujung tombak dalam mencerdaskan generasi bangsa, menuju cita-cita mulia.
Guru adalah agen perubahan bagi siswanya. Untuk itu diharapkan guru memiliki kompetensi di bidangnya, di antaranya yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi padagogik dan kompetensi profesional. Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial dan spiritual yang secara menyeluruh membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup penguasaan materi, pemahaman tentang peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan kepribadian dan profesionalisme.
Dalam menghadapi kemajuan zaman yang lebih dikenal yaitu era globalisasi menuju revolusi industri abad 21 atau 4.0, maka seorang guru selain harus memiliki kompetensi, juga diharapkan menjadi guru yang potensial. Guru yang berpotensi akan dengan mudah membawa dan mendidik siswanya menjadi generasi milenial yang mampu menghadapi segala tantangan di era global. Seorang guru harus mampu mempersiapkan siswanya menghadapi semua kendala, baik dalam bidang akademik, akhlaknya serta potensinya agar tak mudah digerus zaman. Karena jaman terus berubah, bagi mereka yang tidak mau belajar dan menyesuaikan serta menghadapi tantangan zaman, ia akan ketinggalan melangkah maju ke depan.
Apalagi pada perkembangan media sosial yang tinggi saat ini, guru potensial harus mampu mengikuti era milenial. Generasi milenial mengedepankan media sosial dan aplikasi sebagai kebutuhan primer bersosialisasi. Perlu adanya pengawasan atau kontrol yang bijak dari guru untuk memahami. Akan lebih baik memanfaatkannya dalam materi belajar di lingkup pendidikan. Bahkan sekarang ini aplikasi di bidang pendidikan sudah banyak bermunculan baik untuk guru maupun untuk siswa, seperti Ruang Guru, quipper, edmodo dan lain-lain. Bahkan, saat ini kondisi perilaku generasi milenial berbeda dengan generasi pra milenial. Oleh karena itu guru harus mampu membaca situasi dan kondisi generasi milenial yang masih labil dan rapuh.
Tidak bisa dipungkiri, teknologi adalah jendela dunia ke arah yang lebih baik. Maka sebaiknya guru milenial wajib memahami perkembangan internet dan aplikasi terkini. Jangan sampai di era milenial abad 4.0, guru tidak melek teknologi,bahkan gaptek, masih menggunakan metode tradisional, konvensional, tentu akan ketinggalan zaman. Guru konvensional hanya sebatas mampu menggunakan mesin ketik di masa lampau, namun guru potensial atau guru milenial harus mampu memahami kerja laptop dan smartphone untuk mendukung cara mengajar mereka.
Selain itu guru milenial harus mampu mengoperasikan, dan mengoptimalkan fungsinya, mencari sumber, contoh, literasi, referensi bahkan bahan ajar yang berkualitas melalui teknologi adalah kewajiban guru milenial. Teknologi tidak memakan usia tertentu, semua kalangan mampu memanfaatkan teknologi, bukan alasan yang pas jika guru bilang tak bisa menggunakan computer atau sudah tua tidak bisa computer maupun internet. Karena hanya orang yang malas saja yang tidak mau belajar dan tidak mau mengikuti perkembangan zaman.
Guru milenial harus mampu menjadi psikolog bagi siswanya di sekolah, mampu memahami karakter siswa yang berbeda, dari berbagai latar belakang sosial ekonomi yang berbeda pula. Mampu membantu bagaimana mengatasi siswa yang berpotensi atau rentan masalah, misalnya siswa pelaku bullying, siswa kurban bullying, siswa yang depresi, siswa berkebutuhan khusus, maupun siswa yang berperilaku menyimpang. Meskipun di sekolah tidak ada psikolog ataupun psikiater, diharapkan guru mampu menjadi psikolog bagi siswanya, setidaknya belajar mengenai dasar-dasar psikologi agar dapat membantu menangani siswa. Hal ini dibutuhkan keprofesionalitasan guru sebagai orang tua kedua bagi siswa.
Selain itu, di era milenial, generasi milenial lebih cocok dengan pendekatan diplomasi daripada anarki. Guru milenial ternyata dituntut untuk menjadi teman diskusi sesuai profesi kependidikan. Guru diharapkan bisa menjadi teman bagi siswanya. Generasi milenial lebih senang dan mudah menyerap pelajaran dengan baik, bila gurunya bisa menjadi teman saat berdiskusi biasa. Tentunya dengan batasan-batasan tertentu sesuai koridornya antara guru dengan murid. Guru yang menyenangkan, tidak membosankan, mengikuti tren murid, cara penyampaian yang "smart", sikap yang baik, dengan istilah guru "friendly" akan mendapatkan respek yang baik dari siswanya, serta akan mudah dalam penyampaian materi atau ilmu ke siswanya daripada guru yang “killer” atau anarkis.
Dengan pendekatan sebagai seorang teman, guru akan mampu membina hubungan yang lebih dekat, siswapun tak segan-segan untuk bertanya, untuk mengeluarkan uneg-unegnya atau permasalahannya. Siapapun siswa dengan berbagai karakter yang unik dan menarik akan lebih mudah diadakan pendekatan kalau sebagai guru mampu menjadi teman yang baik bagi siswanya, disitu akan terjalin hubungan batin yang kuat, terbina komunikasi yang baik. Apalagi bagi siswa yang dalam tanda kutip "nakal” atau siswa yang spesial, tentu akan lebih baik dirangkul, ditemani, diberi perhatian khusus oleh guru yang potensial tersebut. Membuat suasana yang nyaman dan selalu dirindukan kehadirannya adalah peran dan tugas guru. Menjadi guru adalah tentang membangun kepercayaan dengan siswanya. Karena ikatan guru dan siswa akan abadi sepanjang hayat.
Menjadi guru potensial di era milenial bukan hanya guru yang biasa-biasa saja, melainkan guru yang memiliki kepribadian yang kuat, juga memiliki prestasi di luar bidang ahlinya. Artinya memiliki skil lain yang bisa dibanggakan baik di bidang akademik maupun non akademik, di bidang sains dan teknologi, maupun dibidang seni ataupun literasi, serta menjadi role model bagi siswanya.
Karena menjadi guru tidak sebatas mengajar di kelas saja, justru semakin banyak ilmu, banyak prestasi, juga kemampuan lain yang bisa ditularkan kepada siswa atau orang lain akan membuat profesi guru dipandang tinggi dan bermartabat. Guru potensial adalah guru yang dapat menginspirasi bagi siswanya maupun bagi masyarakat di sekitarnya.
_____Penulis adalah Kepala SMPN 2 Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel.