bakabar.com, BANJARBARU – Ada yang menarik dari Rembuk Nasional Transformasi Ekonomi Menuju Indonesia Mandiri di Hotel Novotel, Banjarbaru, Jumat (20/09).
Kali ini, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono menjelaskan sejumlah kendala yang dihadapi pemerintah.
Terutama soal kewenangan dalam menjalankan amanah di tingkat kementerian mau pun turunannya.
Seperti diketahui, Undang Undang Dasar 1945 mengatur Presiden RI sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
Namun seiring perjalanan waktu, banyak ditemukan aturan yang langsung mengamanahkan kepada kementerian. Sehingga kementerian punya kuasa untuk itu.
Masalah ini dianggap menghambat iklim pertumbuhan disegala sektor nasional. Terutama ekonomi, dalam hal investasi.
Lantas, dari ‘sengketa’ wewenang itu, maka dibuatlah kebijakan Omnibus Law.
Yang perlu dipahami di sini adalah mengenai penataan ulang konsep kekuasaan tertinggi di tangan presiden. Agar konsep pendistribusian perintah ke bawah jelas.
Karena di dalam banyak kasus, menurut Susiwijono kementerian memiliki kuasa dan merasa diamanahkan oleh UU, lalu berhak berpendapat berbeda dengan presiden, dengan alasan menjalankan aturan tadi.
"Nah, ini yang tidak boleh. Kita akan tata ulang," kata Susiwijono saat menemui awak media usai acara Rembuk Nasional Transformasi Ekonomi Menuju Indonesia Mandiri, di ruang VIP Novotel, Banjarbaru, Jumat (20/09).
Ia pun mengatakan, ingin fokus tentang beberapa hal dalam Omnibus Law tersebut. Karena merupakan hal serius.
Ia mengambil satu contoh dari beberapa kasus yang menarik yang telah terjadi.
"Secara nasional butuh, tapi kementerian yang bersangkutan menyatakan ini tidak bisa, karena ada produksi. Waktu presiden mau memerintahkan akan diputuskan begini, ternyata pihak kementrian mengatakan tidak bisa. Ini adalah amanah Undang-Undang, kami yang diberi amanah Undang-Undang," cerita Susiwijono.
Jadi, sambungnya, bagaimana bisa kementerian yang membantu presiden, tapi justru tidak mengikuti perintahnya, hanya karena dengan alasan menjalankan UU tadi.
"Ini case yang kita hadapi. Karena itu, dalam kesempatan ini presiden sudah memerintahkan agar kita tata kembali perundang-undangan kita, kewenangan mau seperti apa. Ini kira-kira intinya di situ," tutur Sesmenko Perekonomian ini.
Lebih lanjut ia mengatakan, sama juga dengan pemerintah daerah. Di UU pemerintah daerah, ada konsep penyelenggaraan pemerintahan absolut, itu adalah tentang penyelenggaraan yang ada di pemerintah pusat.
Kemudian ada pemerintahan konkuren, yaitu pembagian pusat dan daerah. Lalu ada penyelenggaraan pemerintahan umum. Itu tahap pertama Omnibus Law.
Tahap kedua, kata Susiwijono ada 72 Undang-Undang sektor. "Itu yang ngatur sendiri-sendiri. Sebut saja sektor apapun. UU pangan yang mengatur izin itu begini, kalau impor itu harus begini, asing hanya boleh sekian, usaha bidang pangan harus begini, dikunci semua di UU. UU lingkungan juga begitu, UU perhubungan, UU perhubungan sampai rinci semuanya, sampai UU pelayaran, penerbangan semuanya," bebernya Susiwijono.
Jadi begitu perlu kebijakan nasional, semuanya terkunci di UU. "Kalau harus amandemen UU, bayangkan selesainya kapan? 72 UU sektor + 2 UU. Sehingga kita putuskan, ya sudah presiden menyetujui, kita membuat Omnibus Law, dalam waktu 1 bulan," sambungnya.
Kira-kira bunyinya nanti yang terkait UU sektor, dari 72 UU tersebut, sepanjang terkait dengan perizinan berusaha, itu tunduk ke Omnibus Law, tidak ikut ke UU yang 72 tadi.
Susiwijono juga menjelaskan tentang perizinan berusaha, Daftar Negatif Investasi (DNI) dan perizinan ekspor impor. "Jadi kira-kira 4 hal itu yang sedang kami kerjakan," ujarnya mengakhiri.
Rembuk Nasional Transformasi Ekonomi Menuju Indonesia Mandiri merupakan bagian dari rangkaian Pekan Kerja Nasional Gerakan Nasional Revolusi Mental (PKN GNRM) yang diresmikan kemarin di Banjarbaru.
Baca Juga:FOTO: Momen Mardani H Maming Jadi Rebutan Selfie di Munas Hipmi
Baca Juga: Demi Pemerataan Ekonomi, Hipmi Kirim 100 Nama Konglomerat Baru ke Jokowi
Baca Juga: Ibu Kota Baru RI Bakal Dilengkapi Smart Mobility
Baca Juga: ASN Hamil Dizinkan Tak Bekerja Selama Kabut Asap
Reporter: Nurul Mufidah
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin