Tak Berkategori

Menelan Ingus Saat Puasa, Batalkah?

apahabar.com, BANJARMASIN –  Banyak hal yang bisa terjadi saat puasa, satu di antaranya mengeluarkan ingus. Lantas…

Featured-Image
ilustrasi. Foto-via zwivel

bakabar.com, BANJARMASIN - Banyak hal yang bisa terjadi saat puasa, satu di antaranya mengeluarkan ingus. Lantas bagaimana jika ingus itu ditelan. Batalkah puasanya?

Menurut Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah Kaliwining Rambipuji, Jember, Ustadz M Ali Zainal Abidin, dalam mazhab Syafi'i dijelaskan tertelannya ingus ke bagian dalam (jauf) ketika ingus sudah sampai di bagian luar hukumnya tergantung kondisi yang mengiringinya.

Baca Juga: Batalkah Puasa Orang yang Menggunakan Obat Tetes Mata dan Telinga, Simak Penjelasannya

Jika saat ingus berada di bagian luar (di atas tenggorokan) dan mampu untuk dikeluarkan, tapi tidak ia keluarkan hingga akhirnya tertelan kembali maka puasanya dihukumi batal. Sebab dalam hal ini ia dianggap ceroboh karena tidak mengeluarkan ingusnya.

Namun, jika saat ingus berada di bagian luar tidak mampu ia keluarkan, misalnya karena terlalu cepat turun kembali ke bagian dalam (jauf) atau tertelan tanpa disengaja maka puasanya tetap dihukumi sah dan hal tersebut tidak membatalkan.

Perincian di atas sesuai dengan penjelasan dalam kitabKifayah al-Akhyar:

"Ketika ingus turun dari kepala dan berada di bagian atas tenggorokan maka hukumnya diperinci, jika seseorang yang puasa tidak mampu mengeluarkannya lalu ingus itu turun kembali menuju bagian dalam (jauf) maka puasanya tidak batal, namun jika mampu untuk mengeluarkannya dan ia meninggalkan hal tersebut sampai ingus itu dengan sendirinya turun (Menuju bagian dalam) maka puasanya dihukumi batal, karena ia dianggap ceroboh (karena tidak mengeluarkan ingus)" (Syekh Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini,Kifayah al-Akhyar, juz 1, hal. 205).

Sedangkan hukum mengeluarkan ingus dari bagian dalam (di bawah tenggorokan) menuju bagian luar (di atas tenggorokan) dengan sengaja, lalu segera ia buang keluar, maka dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama.

Menurut pendapat yang kuat, hal tersebut dianggap tidak membatalkan puasa sebab kejadian demikian sering sekali dialami oleh orang yang puasa. Namun menurut pendapat yang lain, hal tersebut dianggap membatalkan puasa, karena sama persis dengan mengeluarkan muntahan dengan sengaja yang sangat jelas dapat membatalkan puasanya.

Berbeda halnya ketika ingus tersebut tidak dikeluarkan, tapi justru ditelan dengan sengaja padahal mampu untuk dikeluarkan, maka hal ini secara jelas dapat membatalkan puasa. Penjelasan di atas seperti yang dijelaskan dalam kitabal-Mausuah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah:

"Menurut mazhab Syafi'i dalam hal ini (menelan ingus) hukumnya diperinci. Jika ingus dikeluarkan (oleh dirinya) dari bagian dalam dan ia membuangnya maka hal ini tidak masalah (tidak membatalkan puasa) menurutqaul ashah(pendapat terkuat). Sebab hal ini terjadi berulang-ulang. Menurut sebagian pendapat, hal tersebut dapat membatalkan seperti halnya hukum memuntahkan (makanan).

Jika ingus itu keluar dengan sendirinya, atau terbawa saat batuk, lalu ia mengeluarkannya maka tidak batal puasanya. Jika ia menelan ingusnya setelah sampainya ingus pada bagian luar mulut maka puasanya batal.

Ketika ingus berada di bagian luar mulut, maka wajib untuk memutus aliran ingus menuju tenggorokan dan mengeluarkan ingusnya, jika ia meninggalkan hal ini padahal ia mampu, lalu ingus itu sampai pada bagian dalam (jauf) maka puasanya dihukumi batal menurut qaul ashah.

Menurut sebagian pendapat, puasanya tidak batal, sebab ia tidak melakukan apa pun, ia hanya membiarkan tidak melakukan apa pun" (Kementrian wakaf dan urusan keagamaan kuwait, al-Mausuah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, juz 28, hal. 65).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menelan ingus pada saat puasa dengan sengaja, ketika ingus sudah berada di bagian luar (bagian atas tenggorokan) maka dapat membatalkan puasa. Berbeda halnya ketika ingus tersebut keluar lalu tertelan kembali dan tidak mungkin untuk dikeluarkan, maka puasanya tetap dihukumi sah.Wallahu a'lam.

Baca Juga: Ramadan, Kesempatan Mengevaluasi Diri

Editor: Muhammad Bulkini



Komentar
Banner
Banner