Tak Berkategori

Sawah Eks HPS 2018, Nasibmu Kini…

Gagal Panen, Petani Sebut Berawal dari Kecerobohan Mengurus sawah rupanya tak segampang gembar-gembor jargon ‘Kalimantan Selatan…

Featured-Image

Gagal Panen, Petani Sebut Berawal dari Kecerobohan

Mengurus sawah rupanya tak segampang gembar-gembor jargon ‘Kalimantan Selatan sebagai Lumbung Padi 2045’. Ada anggapan bahwa lahan persawahan di Jejangkit dibiarkan tanpa dikelola kembali. Bagaimana nasibnya kini?

Eddy Andriyanto, BANJARMASIN

SEBANYAK 4.000 hektare (Ha) sawah di Desa Jejangkit, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala disebut memiliki potensi terpendam yang bisa dimanfaatkan kini terendam.

Ribuan hektare itu merupakan areal persawahan yang telah dibuka dan ditanami bibit padi untuk peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) XXXVIII 2018, Oktober silam.

Baca Juga: 'Serasi' Terancam Gagal, Usul Sisa Alokasi Lahan ke Kalteng

Dari 4.000 hektare sawah –750 hektare areal gelar teknologi pertanian– ratusan hektare di antaranya sempat gagal panen.

Sejumlah petani di Desa Jejangkit, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan mengeluh. Program budidaya padi di atas lahan rawa lebak seluas 250 ribu hektar terkesan terlalu dipaksakan.

Bagaimana tidak, lahan gambut yang ditanami berbagai jenis padi unggulan itu ternyata belum siap, kata Aman, petani asal Desa Jejangkit, Kecamatan Jejangkit, kepada bakabar.com.

“Sejak awal kami pesimistis program budidaya padi di atas lahan gambut ini bisa berjalan sukses. Bahkan kemungkinan besar terancam gagal dilaksanakan. Kenyataannya lihat saja gagal total,” bebernya, Sabtu (30/3) kemarin.

Bagaimana mau sukses, kata dia, pihak Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan tidak pernah meminta saran dan pendapat kepada petani lokal yang sudah turun temurun bercocok tanam di lahan dengan tingkat keasaman di atas rata-rata itu.

“Lahan yang ditanami padi itu baru saja dibuka (dibersihkan), masa langsung ditanami bibit padi, Itu tidak masuk akal. Karena idealnya harus melalui beberapa proses dan ada jeda waktu hingga dua bulan ke depan." terang Aman.

Sebelum berbicara jauh mengenai keluh kesah Aman, bakabar.com mewawancarai mantan kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Danu Ismadi Saderi, siang tadi. Anggota Komisi II DPRD Kalsel ini punya pandangan beda soal kualitas lahan.

Menurutnya, lahan di daerah tersebut memang bermasalah untuk ditanami padi. Karena mengandung Disulfida Besi (FeS2) atau mineral berwarna kekuningan dengan kilap logam cerah yang disebut pirit.

Senada Aman, sejak jauh hari Danu tak yakin target panen perdana bibit padi unggul di daerah Desa Jejangkit akan berhasil. “Apalagi jika tak menggunakan sitem irigasi satu arah,” ujar dia.

Kembali ke Aman, menurutnya saluran irigasi untuk suplai air tak diperhatikan oleh pemerintah. Tanggul yang semestinya dibangun untuk meredam air sungai yang sewaktu-waktu bisa meluap juga tidak dihiraukan.

"Kami sudah katakan kepada petugas yang kontrol ke sini, bahwa tanggul air di hulu sungai harus diperhatikan. Selain itu, saluran air irigasi yang menghubungkan ke penjuru lahan harus memiliki ketinggian yang cukup. Artinya ketika sungai meluap, air itu tidak masuk ke area lahan yang sudah ditanami padi," tutur Aman.

Pantauan lapangan bakabar.com, dinding saluran irigasi air memiliki ketinggian tidak lebih dari satu meter di atas permukaan lahan. Bahkan beberapa petak lahan yang berdekatan dengan sungai, dinding saluran irigasinya terendam air. Air tersebut menggenangi seluruh lahan yang ditanami padi itu.

"Ya paling tidak dinding tanggulnya setara dengan jalan ini, mas. Jadi saat ada kiriman air yang besar, saluran irigasi tersebut bisa menampungnya. Para pejabat itu susah dikasih tau, katanya ia memiliki cara (teknologi) yang dijamin berhasil," sesal Aman.

Selain genangan air, momok lain bagi petani adalah hama tikus dan burung. “Jadi tak aneh jika panen yang gagal menjadi salah satu jawaban dari kenyataan yang mau tidak mau ditanggung petugas pemerintah itu,” terangnya.

Sebelumnya, pihak Kementerian Pertanian dan Pemprov Kalimantan Selatan menggembar-gemborkan jargon ‘Kalimantan Selatan sebagai lumbung padi 2045’. 4.000 Ha lahan gambut di Kalsel memiliki potensi terpendam yang bisa dimanfaatkan.

Dengan menjadikan lahan gambut sebagai program optimalisasi nasional, bibit-bibit padi mulai ditanam di atas lahan gambut Desa Jejangkit. Berbagai pihak lintas sektoral dilibatkan.

Puluhan Saung dadakan bertuliskan nama instansi yang diberi tanggung jawab untuk menggarap lahan, bermunculan.

Bahkan secara bergiliran dengan melibatkan ratusan orang, terlihat turun ke area sawah 'dadakan' tersebut.

Mulai dari kapolda Kalsel, danrem 101/Antasari, kemudian para kepala daerah se Kalsel, beberapa universitas, tak terkecuali Gubernur Kalsel Sahbirin Noor alias Paman Birin yang seakan menjadikan desa Jejangkit rumah kedua baginya.

Sangat jarang ada gubernur seperti Sahbirin yang tak hanya turun langsung, bahkan ikut bercebur ke lumpur untuk membuka lahan pertanian. Saat itu Paman Birin turun langsung menggunakan mesin pemotong rumput sawah.

"Saya melihat, yang kita inginkan, ada di sini. Solusi baru untuk pangan Indonesia. Kita bangun lahan rawa ini dengan inovasi baru. Ini menjadi pesan terpenting dari pelaksanaan Hari Pangan se dunia ke 38 tahun 2018." ucap Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat mengecek kesiapan pilot project pengembangan lahan rawa di Desa Jejangkit, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, beberapa waktu lalu.

Bahkan, Menteri Amran membuat kebijakan yang spektakuler dengan membagikan beberapa unit alsintan yang tidak terbatas hanya pada hand traktor. Namun alat-alat berat seperti eskavator, traktor besar roda 4, dan pompa-pompa air mulai dari diameter kecil hingga besar didistribusikan.

Namun apa lacur, harapan yang sudah di depan mata menjadi sirna. Ketahanan padi yang mulai menguning tersebut akhirnya rontok setelah mendapat serangan bertubi-tubi dari tikus dan burung.

Hingga pada akhirnya, kekhawatiran yang sempat dicetuskan para petani menjadi kenyataan. Debit air di Sungai Jejangkit yang letaknya persis di samping lahan persawahan, meninggi akibat hujan saban hari.

Secara bergelombang, kiriman air dengan jumlah besar memasuki saluran irigasi persawahan. Dinding saluran irigasi yang rendah, membuat air mudah masuk membanjiri lahan optimasi persawahan Jejangkit Muara.

Dilengkapi oleh Rizal Khalqi Editor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner