bakabar.com, SENDAWAR – Dini hari itu, Pahu masih terjaga. Ia terlihat bersemangat menapaki sekeliling kandang sementara atau boma di Hutan Kelian Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Sesekali, dia terlihat mengendus sekaligus mencungkil tanah mempergunakan moncongnya di kubangan lumpur. Kegiatan Pahu itu terekam melalui kamera yang ditaruh di pagar kandang pada pertengahan bulan ini.
Perkenalkan. Pahu. Badak betina penghuni kandang di Hutan Kelian. Pahu ada di kandang setelah ditemukan terperangkap lubang jebakan di sekitar Sungai Pahu, Kutai Barat pada November 2018. Sungai Pahu menjadi inspirasi nama badak berbobot 356 kilogram itu.
Dikutip Beritagar.id, Pahu termasuk rumpun badak sumatra alias decerorhinus sumatrenis meski tinggal di Kalimantan. Badak sumatra merupakan jenis satwa langka yang termasuk kategori critically endangered menurut organisasi konservasi dunia IUCN. Jumlahnya diperkirakan kurang dari 100 ekor.
Rabu (13/2/2019) pagi, Pahu bersiap untuk sarapan. Pawang badak datang sembari membawa keranjang pakan. Sang pawang mencicit menirukan bunyi yang disuarakan badak.
“Kadang kala suaranya seperti kicauan burung,” kata Koordinator Tim Rescue Badak Kalimantan, Arif Rubianto.
Seolah paham panggilan makan, Pahu setengah berlari tergesa memasuki kandang perawatan. Pahu pun lahap menikmati pakan tumbuhan segar kegemarannya.
Pahu gemar menikmati ragam pakan dedaunan dan buah buahan khas Kalimantan.
Makanan kesukaannya adalah rumpun semak, akar pohon (liana) dan buah nangka.
Ketika Pahu tengah asyik bersantap dimanfaatkan tim medis mengobservasi kesehatan fisiknya. Seluruhnya diperiksa. Ujung kepala hingga setiap pangkal buku kakinya.
Kesimpulannya, Pahu dalam kondisi prima. Kesehatannya terus membaik. Bobotnya menunjukkan peningkatan signifikan, 356 kilogram. Tiga bulan sebelumnya, bobot Pahu hanya 320 kilogram.
Selama tiga bulan terakhir, Pahu memperoleh penanganan khusus dari tim medis maupun pawang. Mereka inilah yang terus mengurusi seluruh kebutuhan Pahu.
Tidak sembarang orang diperkenankan berinteraksi dengan badak. Alasannya agar badak tidak berlaku jinak terhadap manusia. Hanya keeper khusus yang boleh memberi makan mempergunakan tangan. Petugas lainnya dilarang mendekati pagar perawatan.
“Karena prinsipnya penanganan di sini adalah sementara saja, nantinya badak akan dilepaskan di alam liar,” ujar Arif dikutip dari Beritagar.id.
Selesai memperoleh perawatan, Pahu lantas dibiarkan kembali ke kandang utamanya berukuran 50 x 80 meter. Tempat di mana ia menghabiskan waktunya sehariannya dengan bermalasan.
Kegiatan badak terbilang monoton; berkubang dalam lumpur, menggosok badan, makan siang, berendam air, tidur siang, makan sore, tidur malam hingga dilanjutkan pagi harinya.
Seluruh aktivitasnya terekam dalam cctv di pagar kandang. Pawang bergantian memantau badak selama 24 jam.
Selama kurun waktu tiga bulan itu, mereka mengidentifikasi ciri fisik badak setinggi 101 sentimeter dan berat 356 kilogram.
Ukuran badannya terbilang cukup kerdil bila dibandingkan dengan kerabatnya. Badak sumatra tingginya sekitar 145 sentimeter dan berat 800 kilogram.
Selain itu, gigi seri badak kalimantan saat dihitung sebanyak empat buah, sedikit lebih banyak dari badak sumatra hanya dua buah.
Bahkan uniknya lagi, ciri-ciri fisik badak kalimantan pun berbeda dengan kerabat dekatnya, badak di Sabah Malaysia. Badak negeri jiran sedikit lebih besar dengan tinggi 120 sentimeter dan berat 550 kilogram.
Meski terdapat beberapa perbedaan, kajian genetiknya menempatkannya dalam rumpun populasi badak sumatra.
“Kita mengetahui jumlah populasi badak sangat memprihatinkan di Kalimantan. Temuan Pahu menjadi awal pembibitan badak.” katanya
Minggu, November 2018, Pahu terperosok lubang jebakan. Lubang itu sengaja dibuat tim penyelamat Sumatran Rhino Rescue dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur untuk melindungi badak dari kepunahan.
Kemunculan Pahu menjawab pencarian badak kalimantan. Selama bertahun-tahun, masyarakat Kalimantan Timur sudah mendengar rumor tentang kawanan badak. Banyak warga adat dan pegawai perkebunan mengaku melihat badak, tetapi belum ada bukti otentik keberadaannya.
Titik terang keberadaan badak mulai terkuak pada Maret 2016. Tim penyelamat mendapati badak terjerat senar jebakan pemburu.
Badak malang lantas di evakuasi ke kantong populasi I Kutai Barat. Sayang, badak bernama Najag itu gagal bertahan hidup. Najag menderita infeksi akut di kaki kirinya karena luka jeratan sedalam 1 sentimeter.
Baca Juga:Pasca-Tsunami, Khawatirkan Keberadaan Badak Cula Satu
Nasib tragis yang menimpa Najag jangan sampai terulang. Petugas balai konservasi tak mau badak terkena jerat yang dipasang pemburu.
Tim rescue memasang lubang jebakan di lokasi yang diduga menjadi perlintasan badak. Lubang jebakan itu tentu saja dibuat agar badak tidak cedera. Tim rescue memperluas area pemantauan hingga masuk perbatasan Kalimantan Utara dan Kalimantan Tengah.
Pahu akhirnya terperangkap jebakan. Pahu selamat dan sehat. Ia pun dibawa ke kandang sementara.
Petugas mencurahkan perhatiannya agar Pahu sehat. Ada 40 orang petugas rescue yang mengawasi aktivitas kegiatan Pahu badak selama 24 jam.
Selain pengawasan melekat, Arif mengatakan sedang mengupayakan pembangunan suaka badak seluas 6.700 hektare di Kelian Kubar. Lokasi suaka ini nantinya bisa menjadi pusat perkembang biakan satwa badak di Kalimantan.
“Kita mengetahui jumlah populasi badak sangat memprihatinkan di Kalimantan. Temuan Pahu menjadi awal pembibitan badak,” ujar Arif.
Saat ini sudah tersedia sarana kandang khusus perawatan, pembibitan dan infrastruktur tim rescue lapangan. Secepatnya, kata Arif, akan ditambah sarana baru seperti lapangan tertutup atau pedok, kandang rawat, karantina, klinik satwa, pondok pawang, dan pembibitan pakan.
Dalam pandangan Arif, manusia harus campur tangan aktif dalam upaya penyelamatan keberlangsungan badak di Kalimantan. Menurutnya, manusia harus membantu proses perkawinan badak guna memperoleh keturunan.
Caranya dengan mencarikan badak sejenis berkelamin jantan untuk dijodohkan dengan Pahu. Penjodohan itu menjadi program jangka panjang yang akan berlangsung selama 25 hingga 100 tahun.
“Nantinya setelah dirasakan cukup banyak bisa di lepas liarkan di suatu kawasan yang dipastikan steril,” kata Arif.
Kini, tugas utama tim rescue adalah mencari kemungkinan adanya keluarga Pahu. Bukan perkara gampang mengingat kawanan badak tersisa hanya ada dua ekor serta luasnya medan harus dijangkau. Mereka berburu waktu dengan para pemburu liar.
Di sisi lain, bukan perkara mudah mencari jejak badak. Tim harus menelusuri keberadaan badak berdasarkan informasi dari camera trap yang sudah dipasang di beberapa titik.
Petugas harus melawan berbagai kendala tantangan faktor cuaca, sulitnya medan hingga faktor non teknis. “Ada sukarelawan yang sempat hilang selama tujuh hari disebabkan faktor yang tidak bisa dijelaskan,” kata Arif.
Baca Juga:Kubar Dikepung Tambang; Badak Sumatera Nasibmu Kini
Lantaran itu pula, Arif memastikan tim rescue terdiri petugas yang berpengalaman dalam penguasaan medan di Kalimantan. Mereka juga diwajibkan menguasai ilmu dasar tentang rescue, survival dan juga paham kebiasaan adat isti adat warga lokal setempat.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Kaltim Sunandar mengatakan populasi badak sudah mengkhawatirkan. Ia menyebutkan kemungkinan masih ada 10 sampai 12 badak di seluruh hutan Kalimantan.
Sunandar mengatakan sudah mengkolaborasikan seluruh instansi dalam upaya penyelamatan badak. Tim pencari mengantongi sejumlah lokasinya sekiranya menjadi ruang jelajah badak.
Kalau ditemukan, badak akan direlokasi ke Hutan Kelian Kubar. Hutan restorasi ini menjadi pusat perkembangbiakan berkelanjutan badak di Kalimantan.
“Kalau terlambat dilakukan intervensi dikhawatirkan populasi badak akan punah, disebabkan tua atau pun faktor lainnya,” kata Sunandar.
Campur tangan manusia diharapkan mendorong populasinya menjadi 20 ekor. Langkah terakhir adalah menetapkan lokasi hutan tempat pelepasliaran kawanan badak.
BKSDA Kaltim menghubungi sejumlah daerah yang menyatakan kesediannya menjadi lokasi pelepasliaran badak.
Pahu dipastikan merupakan sub spesies badak baru yang dekat kekerabatan dengan badak sumatra. Uji tes DNA sedang dilakukan guna memperkuat teori genetik badak ini.
“Ada kecenderungan temuan sub genetis spesies baru badak,” kata Direktur Program Kalimantan WWF Indonesia, Irwan Gunawan.
Irwan mengatakan, keberadaan badak terungkap berkat masifnya eksploitasi sumber daya alam di Kalimantan. Sejumlah wilayah jelajah badak sudah beralih rupa menjadi kawasan terbuka seperti pemukiman warga, pertambangan dan perkebunan.
WWF, kata Irwan, mendorong realisasi pembentukan lokasi suaka badak di Hutan Restorasi Kelian Kutai Barat. “Kami menilai populasinya kritis dan sangat terancam. Perlu adanya intervensi langsung dari kita semua,” ujar Irwan.
Baca Juga:Pasca-Tsunami, Khawatirkan Keberadaan Badak Cula Satu
Editor: Aprianoor