Energi Bersih

Wujudkan Energi Bersih, Indonesia di Keketuaan ASEAN dan Suara Warga

Pemerintah Indonesia mempunyai prioritas yang diarahkan kepada penggunaan energi yang lebih bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan.

Featured-Image
Foto udara kincir angin Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Sabtu (27/5/2023). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat kebutuhan investasi pada subsektor Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) tahun ini sebesar 3,62 miliar dolar AS atau 9,37 persen dari total kebutuhan investasi di semua subsektor ESDM sebesar 38,64 miliar dolar AS. Foto: ANTARA

bakabar.com, JAKARTA - Di dalam kebijakan energi nasional, Pemerintah Indonesia mempunyai prioritas yang diarahkan kepada penggunaan energi yang lebih bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan.

Upaya yang dilakukan salah satunya dengan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) yang dalam kebijakan energi nasional ditargetkan sebesar 23 persen di tahun 2025.  

Pemerintah melihat bahwa dalam 5 tahun terakhir, pangsa EBT dalam bauran energi nasional menunjukkan peningkatan di tahun 2022, di mana pemanfaatan EBT dalam bauran energi nasional sekitar 12,3 persen.

Pemerintah juga tidak memungkiri meski terjadi peningkatan, namun angka tersebut masih di bawah target 23 persen. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya lebih besar untuk bisa mencapai target 23 persen pada 2025.

Baca Juga: Hasilkan Energi Bersih, PLN Uji Coba Pembangkit Tenaga Biogas di Riau

Selain itu, Indonesia juga mempunyai target jangka menengah untuk bisa menurunkan emisi di tahun 2030 yang target awalnya sebesar 29 persen ditingkatkan menjadi 31,9 persen dengan usaha sendiri dan  43,2 persen dengan dukungan dari internasional.

Sektor energi merupakan sektor kedua penghasil emisi terbesar setelah sektor kehutanan. Pemerintah mempunyai target untuk bisa menurunkan emisi pada 2030 sebesar 358 juta ton CO2. Sedangkan untuk jangka panjang mempunyai target untuk bisa menuju net zero emission (NZE) pada 2060 dengan upaya sendiri, bahkan bisa lebih cepat dengan dukungan internasional

Dengan demikian, pemanfaatan EBT menjadi salah satu program andalan untuk mencapai target jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Di samping itu, juga diperlukan program-program lainnya seperti mendorong penggunaan kendaraan listrik (electric vehicle/EV), mandatory bioefuel, dan penerapan energi efisiensi.

Agenda strategis

Dengan memegang Keketuaan ASEAN 2023, Indonesia dapat memainkan peran penting untuk mendorong agenda-agenda strategis yang menjadi kepentingan Indonesia.

Baca Juga: Kawasan ASEAN, Menteri ESDM: Miliki Energi Terbarukan Sangat Besar

Pada 6-7 Mei 2023 di Jakarta, telah dilakukan pertemuan Menteri Dewan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community Council/AECC) ke-22. Pertemuan itu merupakan persiapan untuk pembahasan dalam KTT ke-42 ASEAN yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada 10-11 Mei 2023 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya terkait isu-isu di bidang ekonomi (pilar ekonomi).

Pada kesempatan itu, para menteri sepakat untuk mendukung dua dokumen inisiatif Indonesia untuk diadopsi oleh para kepala negara di KTT ke-42 ASEAN, salah satunya ialah yang akan menjadi panduan kerja sama dan kolaborasi untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik yang aman, efisien, dan berkelanjutan di kawasan.

Dalam  KTT ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Presiden Jokowi menyatakan ASEAN sepakat untuk membangun ekosistem kendaraan listrik dan menjadi bagian penting dari rantai pasok dunia sehingga hilirisasi industri menjadi kunci.

KTT ke-42 ASEAN pun mengadopsi Deklarasi Pembangunan Ekosistem Kendaraan Listrik Kawasan, yang mana Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN bertugas untuk mengawasi seluruh implementasinya.

Baca Juga: Bahas Transisi Energi, Menko Airlangga Bertemu Pelaku Usaha AS

Dalam deklarasi tersebut, para pemimpin menyebut ASEAN berkomitmen membangun ekosistem kendaraan listrik regional yang melibatkan seluruh negara anggota. Seluruh negara anggota ASEAN mendukung adopsi agenda kendaraan listrik dan pengembangan industri kendaraan listrik di negara-negara ASEAN.

Selain itu, para pemimpin juga berkomitmen membangun ASEAN sebagai hub produksi global bagi industri kendaraan listrik guna mendukung pertumbuhan ekonomi kawasan yang berkelanjutan. Langkah tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan ruang kebijakan negara-negara anggota ASEAN dalam memanfaatkan keunggulan komparatif.

Presiden Jokowi menyampaikan bahwa estimasi pasar kendaraan listrik di Indonesia mencapai 2,7 miliar dolar Amerika Serikat (AS) pada 2027. Sebagai pemilik 23 persen cadangan nikel dunia, Indonesia sedang mengembangkan ekosistem industri kendaraan listrik dari hulu sampai ke hilir.

Ditargetkan produksi mobil listrik mencapai 600 ribu unit dan 2,45 juta sepeda motor listrik per tahun pada 2030 dengan pengurangan total emisi karbondioksida 3,8 juta ton.

Baca Juga: Kementerian ESDM Terbitkan Data Statistik Energi RI 2012-2022

Untuk program penggunaan kendaraan listrik tersebut, Indonesia juga memanfaatkan mobil listrik sebagai kendaraan operasional selama penyelenggaraan KTT ke-42 ASEAN untuk personel keamanan, delegasi hingga kepala negara.

Total terdapat 395 unit mobil listrik dan 90 unit sepeda motor listrik. Kendaraan itu terdiri atas BMW iX, Toyota bZ4X dan Hyundai IONIQ 5. Tak hanya kendaraan roda empat, terdapat juga sepeda motor listrik jenis Zero buatan AS.

Untuk fasilitas pendukung, PT PLN (Persero) juga melayani pengisian daya ratusan kendaraan listrik melalui 108 stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang disediakan.

Potensi EBT

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut kawasan ASEAN memiliki sumber EBT lebih dari 17.000 gigawatt (GW) untuk mencapai target percepatan transisi energi. Untuk target jangka pendek, porsi EBT pada bauran energi ditargetkan mencapai 23 persen dan porsi EBT pada kapasitas pembangkit sebesar 35 persen pada 2025 sesuai ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC).

Baca Juga: Mengenal PLTP Kamojang, Pelopor Pemanfaatan Energi Berkelanjutan

Untuk target jangka menengah, Nationally Determined Contributions (NDCs) 2030 diharapkan sesuai target penurunan emisi gas rumah kaca masing-masing negara ASEAN. Sedangkan target jangka panjang ialah tercapainya NZE sekitar 2050. Ia pun meminta seluruh anggota ASEAN untuk mendeklarasikan target NZE pada ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) ke-41 pada Agustus 2023.

Untuk mencapai target-target tersebut, diperlukan kerja sama dan kolaborasi yang kuat antar negara ASEAN untuk peningkatan pemanfaatan EBT secara masif, pengembangan teknologi bersih, pembangunan rantai pasok regional yang berkelanjutan serta percepatan transfer teknologi, pengetahuan, dan keahlian antarnegara ASEAN.

Tidak hanya itu, dukungan pendanaan dari negara maju dan institusi finansial global seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Asia Zero Emission Community (AZEC) juga diperlukan.

Kolaborasi

Institute for Essential Services Reform (IESR) memandang bahwa setelah sukses dengan agenda transisi energi di G20, Indonesia dapat mendorong kerja sama negara-negara ASEAN melakukan transisi energi yang selaras dengan target Persetujuan Paris dan membangun upaya bersama memperkuat resiliensi menghadapi berbagai ancaman dan dampak perubahan iklim melalui pembangunan berkelanjutan.

Baca Juga: Bangun PLTS Atap, PWON dan PT Agra Surya Dukung Transisi Energi

ASEAN sendiri telah memiliki Kelompok Kerja ASEAN untuk Perubahan Iklim (ASEAN Working Group on Climate Change/ AWGCC and ASEAN Working Group on Forest and Climate Change/AWGFCC) dan ASEAN Energy Cooperation. Namun, untuk mencapai target mitigasi iklim dan pengembangan energi terbarukan dibutuhkan upaya ekstra dan kerja sama antara kelompok kerja serta kolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil dan komunitas lintas negara agar dapat meningkatkan kontribusi mereka di kawasan.

IESR berpendapat Indonesia dapat memainkan peranannya sebagai Ketua ASEAN untuk memberi ruang kepada masyarakat sipil di tingkat regional agar terlibat dalam proses agenda keketuaan pada 2023, khususnya untuk isu energi dan iklim.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa menjelaskan sebagai salah satu organisasi regional yang diproyeksikan mengalami pertumbuhan ekonomi 4,7 persen di 2023 di tengah permintaan global yang melemah, menunjukkan bahwa ASEAN menjadi kawasan yang menjanjikan untuk berinvestasi, khususnya di sektor energi terbarukan.

Memanfaatkan kepemimpinannya di ASEAN, ia menganggap Indonesia dapat mendorong dan merangkul organisasi masyarakat sipil di ASEAN untuk berfokus pada transisi energi serta menginisiasi kolaborasi konkret dalam waktu dekat dan bersama-sama dapat berkontribusi dalam mempercepat transisi energi di kawasan dan mengatasi perubahan iklim.

Baca Juga: Trend Asia: Negara G7 Hentikan Solusi Palsu dalam Transisi Energi

Namun, Koordinator proyek diplomasi iklim IESR, Arief Rosadi, mengungkapkan hingga saat ini, ASEAN tidak memiliki jalur formal bagi masyarakat sipil untuk menyampaikan aspirasi, khususnya untuk isu iklim dan energi. Untuk itu, Indonesia perlu memimpin ASEAN agar menyediakan ruang dialog yang inklusif dan konstruktif bagi masyarakat sipil dalam proses pengambilan keputusan di regional.

Adapun langkah nyata yang dapat dilakukan saat ini ialah meningkatkan intensitas komunikasi antar masyarakat sipil di kawasan untuk berbagi informasi serta perkembangan terbaru di masing-masing negara terkait isu energi dan iklim. Hal itu bertujuan untuk memperkokoh, solidaritas, dan rasa kepemilikan terhadap ASEAN sebagai kawasan bersama.

Melalui Keketuaan ASEAN 2023, diharapkan memberikan dampak terhadap cita-cita Indonesia mewujudkan negara dengan penggunaan EBT. Untuk itu, tentu juga dibutuhkan komitmen kuat dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan agar implementasi EBT cepat tercapai.

Editor
Komentar
Banner
Banner