bakabar.com, BANJARBARU - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan (Kalsel) mempertanyakan ke mana membuang limbah medis atau B3 yang tergolong berbahaya dan beracun serta mengandung virus yang dapat menular ke masyarakat.
"Kemana larinya dan mengolahnya limbah B3 ini," ujar Kisworo Dwi Cahyono selaku Direktur Walhi Kalsel kepada bakabar.com, belum lama ini.
Pertanyaannya tersebut bukan tanpa sebab, melainkan limbah medis merupakan limbah berbahaya dan beracun. Apabila ingin dimusnahkan, sudah diatur oleh undang-undang Direktorat Jenderal Pengolahan Sampah yang diatur dalam peraturan Nomor 18 Tahun 1999.
Menurut Kisworo, limbah tersebut yang menjadi sumber penyebaran Covid-19 yang harus ditindaklanjuti bagaimana sistem pengolahan baik dari limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit dan juga puskesmas namun juga limbah yang dihasilkan oleh masyarakat yang sedang melakukan isolasi mandiri (isoman).
"Bukan hanya penegakan PPKM saja, limbah ini juga menjadi sumber penyebaran virus yang utama yang harus benar cara pengolahannya. Jika tidak bisa berdampak pada lingkungan dan juga penyebaran virus," bebernya.
"Oleh karena itu Walhi Kalsel mempertanyakan rumah sakit dan lain tempat kesehatan lainnya selama ini membuangnya ke mana," tambahnya.
Dikonfirmasi oleh bakabar.com kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banjarbaru, Sirajoni, melalui Kepala Seksi Persampahan dan Pengolahan Limbah B3, M Hafidhuddin Noor, mengatakan jika pengolahan limbah B3 atau limbah medis pihaknya hanya melakukan pengawasan dan pendataan saja terkait jumlah timbunan sampah.
"Untuk pengolahannya itu dari pihak rumah sakit sendiri atau diserahkan ke pihak ketiga. Jadi ada namanya pengepul pihak ketiga, secara aturan mereka yang melakukan pengolahan," tutur Hafid, dihubungi terpisah.
Pihak ketiga tersebut yang mengambil limbah B3 tersebut ke rumah sakit dan hingga mengolah pemusnahannya yang memiliki izin khusus.
"Cuman saat ini yang ada izinnya itu di daerah Jawa, ya itu di PPLI, jadi pihak ketiga ini tugasnya hanya mengambil atau menerima saja, untuk lebih jelas siapa pihak ketiga ini, itu bisa ke rumah sakit yang mengelola itu, untuk rumah sakit swasta memiliki pihak ketiga sendiri yang ditunjuknya," ujarnya.
Selain itu, Hafid menjelaskan jika untuk memusnahkan limbah B3 tidak semudah yang dibayangkan, ada aturan yang harus diterapkan dalam proses pemusnahannya.
"Pengolahan limbah B3 ini ada spek tertentu, sudah diatur dalam peraturan lingkungan hidup. Jadi seperti suhu harus sekian, mereka harus punya camber sekian dan izinnya juga di Kementerian Lingkungan Hidup," jelasnya.
Pasalnya untuk memusnahkan limbah B3 ini sangat berbahaya, hal tersebut dikarenakan mengandung virus yang mana dari segi penularannya dan lain sebagainya.
"Seperti jarum dan yang lainnya jika dibuang sembarang tidak dikelola itu yang menyebabkan penyakit," tegasnya.
Hafid mengatakan, di Kalsel untuk mesin pengolahan limbah B3 sudah ada di Marabahan, yang dibangunkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
"Namun apakah mereka membuka untuk umum atau bagaimana, namun yang pihak ketiga di tempat kita ini seperti PT Sinar Bintang Albar, dia mengambil dan berhubungan ke Jawa yang bisa memusnahkan itu, mereka ini sebagai transportir saja," tuturnya.
Dibeberkan olehnya tumpukan sampah limbah B3 di Kota Banjarbaru berdasarkan data yang ada di DLH terhitung sejak Januari hingga Juli 2021 sebanyak 1.038.83 ton yang terkumpul dari 16 rumah sakit.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Banjarbaru, Rizani Mirza, melalui Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan, Risma, mengatakan pengolahan dan penanganan limbah medis atau B3 dan sisa-sia limbah medis pihaknya menggaet pihak ketiga dari PT Artama Sentosa Indonesia sejak pada 2016 lalu.
"Untuk limbah tersebut kami hanya menangani sepuluh puskesmas di Kota Banjarbaru dan juga Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit (BTKL-PP) yang menjadi tempat pemeriksaan," jelasnya.
Terkait dengan limbah medis dari masyarakat yang menjalankan isoman tidak ditangani oleh pihak Dinkes Banjarbaru.
Terkait dengan rumah sakit, Risman mengatakan dikelola sendiri dengan tangan pihak ketiga masing-masing yang dikoordinir oleh Bapelkes.
Menurut Risman penanganan limbah B3 tersebut sangat khusus, hal tersebut dikarenakan sangat berbahaya karena mengandung virus.
"Karena berisiko limbah medis ini maka antisipasi diberlakukan khusus, begitu sampah medis itu dimasukkan ke dalam plastik kemudian dikemas dan disemprot dengan desinfektan, kemudian disimpan dan diangkut oleh PT Artama itu ke Basirih Banjarmasin dan akan dikirim," tuturnya.
Dari pengepul, jelas Risman, limbah tersebut kemudian dikirimkan ke daerah Bogor Jawa Barat, namun untuk saat ini pihak PT Artama Sentosa Indonesia sudah memiliki Incinerator di daerah Semarang.
"kenapa kami menggaet mereka, karena PT Artama Indonesia ini yang memiliki izin untuk pengumpul dan pengangkut serta pengolahan limbah medis yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengolahan Sampah," jelasnya.
Risman mengatakan, dalam seminggu dari 10 Puskesmas yang ada di Kota Banjarbaru menghasilkan 10 kilogram limbah medis.
"Karena mereka hanya tidak melakukan perawatan kepada pasien yang positif virus Covid-19, untuk limbah yang dihasilkan jadi hanya suntik, dan juga bekas swab tes," ungkapnya.
Dibeberkan oleh Risman, pada 2020 lalu dari edaran Wali Kota Banjarbaru penanganan limbah medis dilakukan oleh RS Idaman, dan diangkut oleh pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) karena masa pandemi, namun karena pihak RS Idaman kewalahan karena sampah medis yang dikelola membludak dan tidak bisa lagi dikumpulkan.
"Oleh sebab itu kami memohon kepada pihak PT Artama Sentosa Indonesia ini untuk menjadi pihak ketiga dalam penanganan limbah medis," bebernya.
Membahas limbah yang dihasilkan oleh masyarakat yang melakukan isolasi secara mandiri di rumah masing-masing, menurutnya, pihak Dinkes Banjarbaru tidak menangani hal tersebut.
"Namun sebagian juga ada yang menyerahkannya ke puskesmas dan juga ada yang memusnahkannya sendiri dengan cara membakar agar tidak menular," jelasnya.
Bahkan menurutnya, jika masyarakat yang berada di Puskesmas Banjarbaru Utara yang membawahi dua kelurahan terkadang tidak bisa tersentuh.
"Juga untuk puskesmas paling datang untuk memberikan obat dan menanyakan kondisi dan lain sebagainya," pungkasnya.