bakabar.com, BANJARMASIN – Lama tak muncul, nama Ahmad Nurcholish kembali diperbincangkan hangat. Ia baru saja menikahkan pasangan beda agama asal Semarang.
“Perbedaan itu menyatukan, bukan memisahkan,” ujar konselor satu ini dalam unggahan Facebooknya, 5 Maret 2022.
Sejoli yang baru ia nikahkan berasal dari Semarang. Mereka berdua, cerita Cholish, sudah dua tahun menjalin komunikasi.
“Dua tahun lalu sejoli ini komunikasi dan kemudian bersama ortu pihak perempuan bertemu dengan saya. Setelah itu ada lika-liku dan dinamika di antara keluarga mereka,” ujar alumnus pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta ini.
Tepat Sabtu kemarin, dua sejoli tersebut melangsungkan prosesi pernikahan. Pemberkatannya di gereja, dilanjut dengan akad nikah.
“Tapi hari ini alhamdulillah, puji Tuhan keduanya menyatu dalam pernikahan. Tadi pagi saya dampingi mereka untuk pemberkatan nikah di gereja. Setelah itu, jelang siang dilanjutkan dengan akad nikah,” cerita Cholish.
“Beginilah seharusnya: perbedaan tak (lagi) menjadi penghalang untuk mengarungi hidup bersama dan juga bahagia,” Cholish di akhir unggahan yang belakangan mengundang kontroversi itu.
Cholish juga menyertakan foto kedua sejoli tersebut. Baik saat pemberkatan, maupun akad. Masing-masing foto berlatar gereja dan mas kawin pernikahan. Sampai hari ini, unggahan Cholish itu direspons oleh sebanyak 13 ribu warganet, 72 komentar, dan 23 ribu kali dibagikan.
Berlatar Aktivis
Usai Akad Islam, Mempelai di Banjarmasin Lakukan Pemberkatan
Cholish sendiri bukan sekali dua kali menikahkan pasangan beda agama. Dua sejoli barusan, klaim dia, merupakan pasangan ke 1.424.
Menariknya, satu di antara ribuan pasangan itu berasal dari Banjarmasin. Medio Desember 2019, bakabar.com pernah mewawancari pria asal Grobogan ini.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
Anda masih ingat dengan pernikahan bernuansa outdoor itu?
Di Kota Baiman, nama Cholis menjadi viral setelah mendalangi sebuah pernikahan beda agama di Hotel Tree Park Banjarmasin, Minggu 15 Desember 2019.
Nurcholish menyebut dirinya sebagai konselor atau penasihat pasangan beda agama. Peran ini diambilnya setelah melihat banyak warga Indonesia yang memiliki perbedaan keyakinan, namun memiliki rasa cinta untuk dipersatukan.
Telah banyak dari pasangan berbeda keyakinan dibantu olehnya untuk dapat bersatu dalam untaian pernikahan.
Di tangan Cholish, pasangan beda agama akan difasilitasi tetap menikah. Tetap pada agamanya. Tidak ada yang harus pindah agama.
Dengan dua prosesi keagamaan sekaligus. Misal, akad nikah dan pemberkatan jika pasangan Islam dan Kristen. Dilanjutkan dengan pencatatan sipil di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (DKCS).
Entah di DKCS mana. Yang pasti Nurcholish menjamin itu. Seperti yang dilakukannya pada RY, dan DA, dua pasangan beda agama di Kalsel itu.
Menurutnya, nikah beda agama di Indonesia masih jadi problem laten yang belum juga mendapat solusi dari negara. Selalu saja, ujarnya, para calon pasangan nikah beda agama menghadapi masalah ketika hendak melangsungkan pernikahan, termasuk RY dan DA.
Entah itu penghulu yang harus menikahkan, pendeta yang harus memberikan pemberkatan, hingga kantor pencatat perkawinan mana yang mau mencatat pernikahannya.
Nurcholish bercerita mulanya ia bersinggungan dengan nikah beda agama ketika hendak menikahi seorang perempuan Konghucu. Muncul reaksi keras dari pimpinan masjid tempat ia beraktivitas.
Nurcholish bergeming. Ia tetap menikahi perempuan Konghucu itu. Dulu, kata dia, pernah ada Yayasan Paramadina yang memberikan konseling serta fasilitasi nikah beda agama.
Tetapi sejak medio 2005 karena satu dan lain hal, program layanan masyarakat itu ditiadakan. Pun dengan Wahid Institute, lembaga yang konon didirikan oleh KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Lembaga ini disebut pernah sekali "menikahkan" pasangan beda agama. Tetapi, entah karena apa, program tersebut kemudian juga seumur jagung.
Lalu, medio 2005 lembaga interfaith (antar-agama) Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) mengambil peran itu. Program konseling untuk para calon pasangan nikah beda agama dibuka.
Saat itu, LSM Pusat Studi Agama dan Perdamaian ini dianggap paling cocok menangani nikah beda agama. Maka sejak November 2005, ICRP membuka program Konseling dan Advokasi Keluarga "Harmoni".
Nurcholish aktif sejak 2001 dan ditunjuk menjadi koordinator ICRP. Mulai April 2005 sampai Desember 2007, Nurcholish lewat ICRP telah memfasilitasi 50-an pasangan beda agama menikah.
Namun, karena satu dan lain hal pula, secara resmi ICRP juga menutup program yang dinilai masih dibutuhkan oleh pasangan beda agama Indonesia ini. Meski ICRP sudah tak ada lagi, Nurcholish tetap melayani konseling, advokasi, dan fasilitasi nikah beda agama.
Pada 2015, Nurcholish sudah menikahkan lebih dari 630-an pasangan beda agama. Dan hingga akhir 2019 lalu, tercatat sudah 1.073 pasangan beda agama dibantu menikah olehnya.
Meski praktik ini dianggap bertentangan dengan kepercayaan dan keyakinan agama masing-masing yang dianut dan dilindungi negara Indonesia. Pernikahan beda agama tetap dilaksanakan dengan beberapa landasan, baik itu hukum maupun agama.
Tudingan Penghulu Liar
EKSLUSIF: Blakblakan Nurcholish, “Penghulu Liar” Nikah Beda Agama di Banjarmasin
Pria asal DKI Jakarta ini adalah aktivis LSM Pusat Studi Agama dan Perdamaian (ICRP), dikenal sebagai pendamping dan penasihat pasangan beda agama.
Bermula di 2003 saat dirinya mengalami diskriminasi atas pernikahan beda agama antara dirinya yang beragama Islam dengan istrinya yang beragama Konghucu itu, Ang Mei Yong. Setahun kemudian, Nurcholish membantu pasangan beda agama yang ingin menikah.
Meski dituding sebagai penghulu liar, Nurcholish kukuh berkeyakinan terhadap argumen yang ia pegang.
"Yang pertama saya bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS), apalagi bekerja di dalam KUA, kebetulan saya adalah penasehat bagi pasangan beda agama yang memiliki keinginan untuk menikah, dan memang mereka ini tidak bisa menikah melalui KUA," ujarnya.
Nurcholis beranggapan apa yang dilakukannya bentuk pemenuhan hak sipil warga negara, seperti tertuang dalam pasal 28 UUD 1945. Dari sana, ia berkeyakinan hak-hak warga negara itu harus terpenuhi dan dilindungi negara.
"Kami hadir mengisi keinginan mereka yang berbeda keyakinan untuk dapat menikah. Ini adalah keinginan pasangan tersebut," ucapnya.
Kendati begitu, Nurcholish merasa warga negara mesti dilindungi hak dalam berkeyakinan sesuai UU Nomor 39/1999 tentang HAM.
"Hak untuk melangsungkan perkawinan dijamin dalam kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik dengan tujuan untuk melindungi hak setiap orang dan perlindungan keluarga," terangnya.
Kata dia, ketentuan-ketentuan kovenan hak sipil dan politik telah diadopsi ke dalam UUD 1945 Pasal 28B ayat (1). Ditegaskan setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
Aturan itu, kata dia, kemudian dikuatkan oleh jaminan hak kebebasan untuk memilih calon suami dan calon isteri.
Teologis Nikah Beda Agama
Dalam Islam, menurut Nurcholis, nikah beda agama memiliki tiga pandangan. Pertama, jelas dilarang. Kedua, sebagian ulama memperbolehkan dengan syarat. Dan ketiga, dibolehkan.
"Saya sendiri menganut teologis yang kedua dan ketiga, di mana setiap pasangan boleh menikah meski berbeda agama," tuturnya.
Nurcholish mafhum kalangan masyarakat Islam sekarang hanya memandang pada hal tidak memperbolehkan.
Bahkan diakuinya Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa melarang pernikahan beda agama.
Namun Nurcholish memandang beda sikap MUI tersebut yang dianggap hanya mewakili satu dari tiga interpretasi.
"Yang pertama, melarang secara mutlak laki-laki maupun perempuan menikahi pasangan non-muslim, yang kedua membolehkan bersyarat. Dan saya ada di nomor dua dan tiga yang memperbolehkan bersyarat maupun memperbolehkan," ungkap Gusdurian yang pernah menuliskan buku tentang Peace Education & Pendidikan Perdamaian Gus Dur.
Di akhir wawancara, Nurcholish mengutip sepenggal ayat dari Surat Al-Maidah, "Pada hari ini dihalalkan bagi kalian yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Alkitab itu halal bagi kalian, dan makanan kalian halal pula bagi mereka.
(Dan dihalalkan menikahi perempuan) yang menjaga kehormatannya dari perempuan-perempuan beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatannya dari orang-orang yang diberi Alkitab sebelum kalian, bila kalian telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.
Barang siapa yang ingkar setelah beriman, maka hapuslah amalnya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi."