Video Syur Sesama Pria

Video Syur Sesama Pria di Banjarmasin, Akademisi: Jangan Diskriminatif

Beredarnya video syur sesama pria AS salah satu mahasiswa kampus ternama di Banjarmasin terus menjadi perbincangan hangat.

Featured-Image
Beredarnya video syur sesama pria di Banjarmasin mengundang perhatian masyarakat luas. Foto ilustrasi: Reuters

bakabar.com, BANJARMASIN - Beredarnya video syur sesama pria AS, salah satu mahasiswa kampus ternama di Banjarmasin terus menjadi perbincangan hangat.

Tersebar lantaran si rekan pria sakit hati, AS yang tengah menanti yudisium direkomendasikan pihak fakultas untuk mundur. Akademisi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Dina Listiorini tampak prihatin dengan fenomena ini. 

"Peristiwa seperti itu bisa terjadi pada siapapun, baik pada heteroseksual maupun non-heteroseksual," ujar dosen Ilmu Komunikasi tersebut dihubungi jurnalis bakabar.com. 

Dina melihat hal demikian bisa menimpa siapa saja. Termasuk kepada orang yang mungkin beridentitas non-heteroseksual.

"Mengapa saya katakan mungkin, karena orientasi seksual itu 'kan yang tahu adalah orang tersebut, bukan orang lain. Apalagi hanya membaca narasi saja," jelasnya.

Setelah viralnya video tersebut, kasus ini mulai bergulir di ranah hukum. Sebelum polisi salah kaprah, Dina melihat harus diperjelas dulu apa kesalahan AS.

"Melanggar hukumnya seperti apa, karena sebetulnya yang menjadi korban itu 'kan si AS, dia yang jelas menjadi korban," ujarnya.

Baca Juga: Video Syur Sesama Jenis Beredar Lagi: Mahasiswa Banjarmasin!

Dengan disebarnya video ke media sosial karena tak memberi apa yang diinginkan oleh J, kata dia, dalam hal ini AS adalah korban kejahatan siber atau ITE.

"Satu, dia korban karena relasinya divideokan secara sembunyi-sembunyi, lalu, dua dia diancam dan diperas," jelasnya.

Dina mengimbau media massa lebih jeli memberitakan kasus ini dalam hal pengistilahan. "Kita tidak bisa menghakimi seseorang hanya dari luarnya saja. Orientasi seksual itu sangat personal," ujarnya.

Dina memandang perlu agar media juga harus adil dalam memberitakan masalah AS. Jangan semata fokus pada hal yang telah dilakukan AS saja. 

"Atau narasumbernya dari pihak kampus dan polisi saja yang justru menyudutkan posisi AS sebagai korban. Media harus memberikan kejelasan informasi dengan narasumber yang adil dan multi perspektif dan tidak malah memberikan stigma pada AS," terangnya.

Media, kata Dina, bisa membantu misalnya memberi informasi bagi AS untuk melapor ke Komnas HAM, atau ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, atau ke organisasi yang melakukan advokasi dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual.

Baca Juga: [Analisis] Heboh Video Syur Sesama Pria di Banjarmasin

"Di Jakarta contohnya Yayasan Pulih. Mungkin di Kalimantan, jurnalis bisa membantu mencari organisasi seperti itu. Jurnalis juga bisa menjadikan yang saya sebut tadi sebagai narasumber untuk memberikan perspektif yang berbeda, yang memihak pada korban," pungkasnya.

Pasalnya tak semua orang, kata Dina, mau berterus terang tentang orientasi seksualnya atau melela (coming out) kepada orang lain. "Tidak bisa kepada semua orang," ujar Doktor Ilmu Komunikasi jebolan Universitas Indonesia ini.

Baca Juga: Penyebar Video Syur Sesama Pria di Banjarmasin Masih Buron, Polisi Beber Kendala

Pun, sangat gegabah apabila hanya ketika melihat dua orang laki-laki sedang bermesraan lalu menuduh mereka sebagai gay. "Itu semena-mena," ujarnya. 

Istilah sesama jenis, menurutnya juga memberi pemahaman yang keliru pada masyarakat. "Kata jenis ini kemudian mengacu pada apa? semata-mata pada jenis kelamin atau bagaimana,” ujarnya.

Apa yang dilakukan oleh AS dengan rekan prianya, sekali lagi, kata Dina, sekalipun bertentangan dengan norma agama sudah masuk ke dalam ranah pribadi.

Dina mendorong sebaiknya pihak fakultas berhati-hati untuk menindaklanjuti kasus AS, terlebih yang dilakukan oleh AS tidak berkorelasi langsung dengan aktivitas akademik.

"Masalahnya kan almamater mengambil sikap tegas, minta dia mengundurkan diri. Padahal tidak ada sangkut pautnya, jelas dia yang menjadi korban," ujarnya.

"[Direkomendasikan mundur] Ini sudah diskriminatif lho," sambungnya.

Fakultas justru bisa diperkarakan secara hukum. Dengan merekomendasikan AS mundur, Dina melihat justru berpotensi mematikan masa depan seseorang begitu saja.

"Penghakiman atas nama moral dan nama baik kampus itu melanggar hak asasi manusia. Sekarang, apa yang dilanggar oleh AS? dia kan justru melapor pada posisinya sebagai korban," jelasnya lagi.

Lalu bagaimana dengan pelaku? Dina sepakat agar J diproses hukum. Memvideokan sesuatu secara sembunyi-sembunyi, lalu mengancam dan memeras, serta menyebar video mesra AS ke media sosial jelas merupakan pelanggaran hukum.

"Pelaku juga harus diusut dan diproses secara hukum," ujarnya.

Editor
Komentar
Banner
Banner