bakabar.com, BANJARMASIN - Kementerian Keuangan (Kemenkeu), melaporkan posisi utang pemerintah saat ini tembus Rp 7.554,25 triliun hingga 30 November 2022, bertambah Rp 57,55 triliun jika dibandingkan posisi utang pada Oktober 2022 yang sebesar Rp 7.496,7 triliun.
Adapun posisi utang Indonesia yang mencapai Rp 7.554,23 triliun, mencatatkan rasio utang Indonesia hingga November 2022, yakni 38,65% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, ditetapkan batas rasio utang pemerintah yakni 60% terhadap PDB. Oleh karena itu, Kemenkeu mengklaim posisi utang Indonesia saat ini masih dalam batas wajar.
"Rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal," jelas Kementerian Keuangan dalam buku APBN KIta edisi Desember 2022, dikutip Jumat (23/12/2022).
Baca Juga: Cuaca Ekstrem Rusak Rumah Warga hingga Picu Banjir dan Pohon Tumbang di Tala
Secara rinci, utang pemerintah terdiri dari dua jenis yakni 88,66% berupa surat berharga negara (SBN) dan 11,34% berupa pinjaman.
Secara nilai, SBN hingga 30 November 2022 sebesar Rp 6.697,83 triliun, dalam bentuk domestik sebesar Rp 5.297,81 triliun, yang terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 4.317,74 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 980,08 triliun.
Serta SBN dalam bentuk valuta asing (valas) atau berdenominasi dolar AS sebesar Rp 1.400,02 triliun, yang terdiri dari SUN sebesar Rp 1.066,68 triliun dan SBSN Rp 333,24 triliun.
Kemenkeu menjelaskan, kepemilikan SBN saat ini didominasi oleh perbankan dan BI, sedangkan kepemilikan asing di SBN terus menurun. Dari 2019 mencapai 38,57% kini per 15 Desember 2022, kepemilikan asing di SBN hanya 14,64%.
"Hal tersebut menunjukkan upaya pemerintah yang konsisten dalam rangka mencapai kemandirian pembiayaan dan didukung likuiitas domestik yang cukup," kata Kemenkeu mengklaim.
Baca Juga: Objek Wisata Aranaway Villa's Banjir Akibat Sungai Meluap
Kendati demikian, Kementerian Keuangan di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, dampak normalisasi kebijakan moneter terhadap pasar SBN tetap masih perlu diwaspadai.
Sementara itu, jumlah utang yang berasal dari pinjaman sebesar Rp 856,42 triliun, dengan rincian pinjaman dalam negeri Rp 17,52 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 838,9 triliun.
Adapun untuk pinjaman luar negeri, perinciannya yakni pinjaman bilateral sebesar Rp 278,06 triliun, multilateral sebesar Rp 510,35 triliun, serta commercial banks sebesar Rp 50,49 triliun.
"Pemerintah akan selalu mengacu kepada peraturan perundang-undangan dalam kerangka pelaksanaan APBN, yang direncanakan bersama DPR, disetujui dan dimonitori oleh DPR, serta diperiksa dan diaudit oleh BPK," jelas Kemenkeu.