bakabar.com, MARABAHAN – Mengusung kearifan lokal, prestasi apik dicatatkan siswa SMKN 1 Marabahan melalui film pendek dokumenter berjudul ‘Mendeng’ di Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) 2021.
Muhammad Azhar Shodiq dkk sukses mencapai peringkat keempat nasional kategori film pendek tingkat SMK yang diumumkan pertengahan September 2021.
Ini merupakan prestasi terbaik yang pernah dibukukan perwakilan-perwakilan Kalimantan Selatan di FLS2N tingkat nasional.
Sementara predikat juara pertama disandang SMKS Informatika Pesat, Bogor, Jawa Barat. Disusul SMKN 51 Jakarta Timur di peringkat kedua, serta SMKS Maitreyawira Batam dari Kepulauan Riau di urutan ketiga.
“Kami sudah bersyukur mencapai peringkat empat, karena berarti kami menyisihkan 30 sekolah dari total 34 sekolah di tingkat nasional,” bangga Mulyani, guru pembina seni SMKN 1 Marabahan, Sabtu (25/9).
Sebelum berhasil menembus jajaran terbaik nasional, SMKN 1 Marabahan sudah mengirimkan film pendek, sejak kategori ini dilombakan di FLS2N 2016.
“Terakhir di FLS2N 2020, kami mengikuti kategori film pendek dokumenter dan fiksi. Hasilnya kami berhasil menempati peringkat lima untuk kategori dokumenter di tingkat provinsi,” beber Mulyani.
“Berangkat dari pencapaian itu, anak-anak semakin bersemangat berkarya. Pun sejumlah alumnus bersedia meluangkan waktu untuk membantu,” imbuhnya.
Mayoritas siswa SMKN 1 yang terlibat dalam film Mendeng, berasal dari kelas XII Jurusan Multimedia.
Meski tidak khusus mempelajari broadcasting, mereka cukup cepat beradaptasi berkat ilmu dan teknologi yang diperoleh dari internet.
“Banyak hal yang diadopsi dari luar, terutama di internet. Seperti gaya pengambilan gambar dan pergerakan-pergerakan,” jelas Muhammad Azhar Shodiq, siswa sekaligus sutradara film Mendeng.
“Dalam penggarapan film Mendeng, kami juga dipermudah lantaran sepenuhnya mengangkat kehidupan natural semua pemeran,” sambungnya.
Namun demikian, tetap ditemukan sejumlah kendala selama penggarapan film yang mengangkat pengrajin purun di Kecamatan Bakumpai ini.
Selain keterbatasan peralatan pengambilan gambar, hujan yang kerap turun selama syuting, juga ikut menjadi kendala.
“Sementara dalam proses awal, hal yang cukup sulit dan membutuhkan waktu lumayan lama adalah menentukan ide cerita,” jelas Mulyani lagi.
“Terlebih cerita juga harus menarik dan sesuai tema seni pulihkan negeri dengan mengangkat kearifan lokal. Akhirnya kami memilih mengangkat pengrajin purun dalam film ini,” tandasnya.