Kalsel

Unjuk Rasa Tolak Omnibus Law di Kalsel Berbalas Konsolidasi Digital

apahabar.com, BANJARMASIN – Sempat tegang, demonstrasi menolak omnibus law RUU Cipta Kerja (Ciptaker) di Kalimantan Selatan…

Featured-Image
RUU Omnibus Law dinilai akan merugikan kelompok pekerja. Puluhan mahasiswa mendemo kantor DPRD Kalsel untuk menolak rancangan UU sapujagat itu, Senin (13/7). Foto-apahabar.com/Rizal Khalqi

bakabar.com, BANJARMASIN – Sempat tegang, demonstrasi menolak omnibus law RUU Cipta Kerja (Ciptaker) di Kalimantan Selatan berakhir dengan sebuah kesepakatan audiensi digital.

Sebelumnya, puluhan massa aksi sempat bersitegang dengan dua anggota DPRD Kalsel, dan aparat kepolisian, dalam demo yang berlangsung di depan kantor DPRD Kalsel, Senin (13/7) pagi.

Massa aksi tergabung dari unsur mahasiswa Kalsel yang mengatasnamakan Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) Kalsel.

“Fasilitasi dalam bentuk diskusi virtual dengan (anggota) DPD, DPR RI, DPRD Kalsel dan Gubernur Kalsel,” kata Iqbal Hambali, Koordinator FRI Kalsel.

Penyusunan RUU Omnibus Law dinilai cacat prosedur karena dilakukan secara tertutup tanpa partisipasi masyarakat sipil dan mendaur ulang naskah pasal inkostitusional.

“Satgas RUU Omnibus Law yang menyusun naskah akademik bersifat elitis dan tidak mengombinasikan masyarakat yang terdampak RUU ini,” ujarnya lagi.

Mahasiswa menyebut terdapat sentralisme kewenangan apabila RUU Omnibus Law disahkan. Kewenangan daerah yang direnggut dianggap menciderai semangat reformasi.

“Celah korupsi dapat melebar akibat mekanisme pengawas yang dipersempit dan menghilangkan hak gugatan oleh masyarakat,” kata salah satu mahasiswa dalam orasinya.

Bak gayung bersambut, Ketua DPRD Kalsel, H Supian HK sepakat dengan usulan tersebut. Sebelumnya

“Kalau keputusan itu di kami, sudah kami batalkan,” kata Supian di hadapan mahasiswa.

Ia juga mengaku telah menyampaikan aspirasi itu ke Komisi IX DPR RI, beberapa pekan lalu.

Namun massa yang merasa belum puas dengan jawaban itu meminta tindak lanjut konkret dari para wakil rakyat Kalsel. Supaya aspirasi itu bisa betul-betul disuarakan.

“Nanti kita akan lakukan audiensi digital tanggal 15 Juli,” sambungnya.

Audiensi akan diikuti oleh para anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Kalsel dan Gubernur Kalsel.

Dalam demo mahasiswa juga membawa replika peti mati dan pengorek kuping berukuran besar, menjadi simbol matinya demokrasi di negeri ini.

Hal itu disebut sebagai sikap tegas penolakan masyarakat atas masih dibahasnya RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang sangat merugikan para pekerja.

Termasuk pula menyoroti masifnya aktivitas pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit yang merusak lingkungan, yang diperparah dengan pembahasan RUU Minerba oleh DPR RI.

Editor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner