bakabar.com, JAKARTA - Saat mendengar kata kerang, mungkin yang pertama kali muncul di pikiran adalah makanan. Tapi tahukah kalau ternyata nenek moyang kita menjadikan kerang sebagai alat pembayaran?
Sebelum hadirnya uang kertas yang digunakan untuk melakukan transaksi jual-beli seperti yang digunakan sekarang, cangkang kerang pernah mengambil peran tersebut.
Mengutip dari citeco.fr, Ingrid Van Damme dari Museum Bank Nasional Belgia menjelaskan kalau kulit kerang pada masa lalu pernah digunakan sebagai alat pemabayaran dan dianggap sebagai simbol kekayaan serta kekuasaan.
Jenis Kerang yang Digunakan
Ternyata tidak semua cangkang dari kerang dapat digunakan untuk alat pemabayaran, Saat itu hanya cangkang dari kerang cowrie jenis cypreae moneta dan cypraea annulus yang bisa dijadikan alat tukar.
Salah satu alasan kenapa kerang ini yang digunakan adalah karena daya tahannya yang cukup kuat, kenyamanan dan mudah diidentifikasi.
Secara fisik, Jenis dari kerang ini juga memiliki bentuk dan ukuran yang relatif sama sehingga mudah untuk dihitung untuk menentukan nilai pembayaran.
Penggunaan Cowrie Ditemukan di Tiongkok
Berdasarkan thevintagenews.com, meskipun keberadaan kerang ini banyak berada di Maladewa, namun berdasarkan penelitian penggunaan kulit cowry sebagai mata uang tertua berasal dari Tiongkok. Saat itu banyak orang Cina yang membutuhkan mata uang yang efisien untuk dapat digunakan untuk melakukan perdagangan di semua kerajaan besar.
Karena jarak Tiongkok yang sangat jauh dari sumber diproduksinya cowry, maka membuat nilai dari kerang ini sangat mahal, dan hanya orang yang memiliki kekuasaan dan kekayaan yang dapat mempunya cowry dalam jumlah besar.
Hal ini terbukti dari sebuah proses penggalian di beberapa makam kaisar awal, ditemukan banyak cangkang cowry berada dalam mulut mereka. Sangkin melekatnya cangkang cowry dalam budaya Tionghoa, sampai segala sesuatu yang memiliki hubungan dengan uang dan perdagangan mengandung simbol untuk cangkan cowry.
Orang Indonesia juga Mengenal Cowrie
Tidak hanya di Tiongkok saja, penggunaan cowrie sebagai alat pembayaran juga pernah berlaku di Indonesia khususnya masyarakat Papua yang tinggal di pegunungan. Hari suroto yang merupakan seorang Peneliti Balai Arkeologi Papua menjelaskan kalau pada masa prasejarah, terdapat beberapa suku yang menggunakan kerang sebagai alat tukarnya seperti Mee, Ngalum, Timorini, dan Dani.
Bahkan, nilai tukar rumah kerang ini bervariasi tergantung umur dan sejarahnya. Rumah kerang yang paling tinggi nilainya bisa dipakai untuk membayar mas kawin.
Setiap suku yang menggunakan cowrie memiliki penyebutan yang berbeda seperti suku Mee yang menyebut cowrie dengan sebutan kapaukumege, atau Orang Ngalum menyebutnya sebagai siwol.
Menentukan Nilai Cowrie
Sama seperti beberapa contoh yang ada di atas, untuk menentukan nilai dari cangkang cowrie memang sedikit berbeda di beberapa tempat. Tapi secara keseluruhan berdasarkan jumlah cowrie yang berada di suatu tempat, semakin sedikit jumlahnya maka akan semakin mahal harganya dan begitupun sebaliknya.
Ternyata cara pendahulu kita dalam melakukan transaksi cukup unik, ya, cukup dengan cangkang kerang bisa membuat kegiatan ekonomi bisa berjalan. (Thomas)