bakabar.com, JAKARTA – "Orang-orang itu melemparkan tatapan aneh, menunjukkan rasa malu kepada mayat yang terbaring di pondok yang hancur, dan pada kami - beberapa orang yang masih hidup. Mereka tidak menyapa kami, juga tidak tersenyum. Mereka tampak tertindas."
Demikianlah kesaksian Primo Levi, salah seorang penyintas Holocaust. Dirinya menyaksikan sendiri keberingasan Nazi Jerman membantai orang-orang Yahudi - yang sedikitnya disinyalir berjumlah 1,1 juta orang - di Auschwitz.
Kesaksian senada juga disampaikan Marcel Nadjari, narapidana di Kamp Auschwitz yang dipaksa membantu regu pembunuh Nazi. Sebagai sesama Yahudi, dia ingat betul betapa kejamnya cara Nazi melibas ribuan nyawa dalam sekejap.
Sekira 3.000 orang dijejerkan bak sarden kalengan. Mereka digiring untuk memasuki sebuah ruangan, tanpa diperbolehkan mengenakan sehelai pakaian. Ruangan itu lantas dipenuhi gas beracun. Setelah enam atau tujuh menit menderita, mereka mati.
"Seringkali saya berpikir untuk pergi bersama yang lain, mengakhiri (penyiksaan) ini. Tapi, balas dendam selalu mencegah saya melakukannya. Saya ingin hidup untuk membalas kematian ayah, ibu, dan adik perempuan saya yang tersayang," tulis Nadjari dalam catatannya.