PERPPU Cipta Kerja

Tolak Perppu Cipta Kerja, Buruh: Tidak Sesuai Harapan Pekerja

KSPI mengungkapkan buruh menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja

Featured-Image
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal (foto:apahabar.com/Dianfinka).

bakabar.com, JAKARTA – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Aturan tersebut, kata said, dinilai tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kelompok buruh.

“Setelah mempelajari, membaca, menelaah, dan mengkaji salinan Perppu No 2 tahun 2022 yang beredar di media sosial dan kami sudah menyandingkan dengan UU Cipta Kerja serta UU No 13 Tahun 2003, maka sikap kami menolak,” ujar Said kepada bakabar.com, Senin (2/1).

Diketahui, pemerintah melalui peraturan pengganti Perppu Cipta Kerja menghapus hak libur pekerja dua hari dalam sepekan, yang terdapat pada pasal 79 ayat 2 huruf b UU Cipta Kerja Nomor 2 Tahun 2022.

Isi pasal tersebut berbunyi Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a wajib diberikan kepada pekerja atau buruh istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.

Mengenai hal itu, buruh menilai pemerintah lebih baik kembali menggunakan UU No. 13 tahun 2003.

“Kemudian saksi pidana, sama persis dengan UU Cipta Kerja. Kami minta kembali ke UU 13/2003. Berikutnya adalah pengaturan waktu kerja juga sama persis dengan UU Cipta Kerja. Begitu juga pengaturan cuti,” ucap Said.

Selain itu, terkait dengan pasal tentang upah minimum. Pada Perppu, upah minimum kab/kota digunakan istilah dapat ditetapkan oleh Gubernur.

Itu sama dengan UU Cipta Kerja. Bahasa hukum “dapat”, berarti bisa ada bisa tidak, tergantung Gubernur. Hal lain, di dalam UU Cipta Kerja, upah minimum kenaikannya inflansi atau pertumbuhan ekonomi.

Menggunakan bahasa “atau”, dipilih salah satunya. Sedangkan di UU 13/2003 didasarkan pada survey kebutuhan hidup layak dan turunannya PP 78/2015 menggunakan inflansi dan pertumbuhan ekonomi.

Menggunakan kata “dan”, jadi akumulasi dari keduanya. Sementara di dalam Perppu berdasarkan variabel inflansi, pertumbuhan ekonomi dan indeks tertentu.

Hal tersebut yang menjadi penolakan buruh, Sebab dalam hukum ketenagakerjaan tidak pernah dikenal indeks tertentu dalam menentukan upah minimum.

“Kami menduga indeks tertentu seperti di dalam Permenaker 18/2022, menggunakan indeks 0,1 sampa 0,3. Partai buruh menginginkan tidak perlu indeks tertentu,” kata Said.

Pihaknya berencana akan melakukan aksi, dengan tujuan menolak Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

“Tentang kapan waktu pekaksanaan aksi dan gugatan terhadap Perppu kami akan diskusikan terlebih dahulu dengan elemen yang ada di Partai Buruh,” ungkap Said.

Editor
Komentar
Banner
Banner