Ada empat tuntutan yang dilayangkan massa PBB dalam demo kali ini.
Selain tentunya menolak UU Cipta Kerja, mereka juga menolak mentah-mentah segala bentuk upah murah terhadap buruh.
“Kami datang ke sini tidak hanya memperjuangkan hak buruh atau anak cucu buruh. Tapi juga memperjuangkan hak-hak anak cucu TNI dan Polri, karena anak-anak mereka belum tentu jadi TNI dan Polri juga,” seru salah satu koordinator aksi, Yoeyoen Indharto.
Menurut mereka, UU Cipta Kerja merupakan produk gagal mewadahi aspirasi dan hak rakyat.
“UU Cipta Kerja merupakan produk cacat prosedur,” tambah Koordinator Aksi lainnya, Sumarlan.
“Kenapa kami sebut cacat prosedur? Karena tidak melibatkan semua elemen,” tambahnya.
Sumarlan siap menantang debat semua perwakilan anggota DPR RI.
“Kami akan membantah 12 hoaks yang disampaikan pemerintah yang hanya digunakan untuk mengelabui dan melemahkan perjuangan buruh,” Sumarlan.
Judicial review menurut Sumarlan tidak bisa membatalkan keseluruhan UU Cipta Kerja.
“Judisial review hanya bisa mempersengketakan pasal per pasal tidak bisa membatalkan semua isi UU Cipta Kerja,” Sumarlan menambahkan.
Sementara Yoeyoen menimpali kalau pihaknya juga akan menggugat keputusan Kementerian Ketenagakerjaan khususnya tentang kebutuhan hidup layak (KHL) yang hanya menaikkan upah minimum provinsi Kalsel sebesar Rp10.000.
Ribuan Buruh Kepung DPRD Kalsel, Supian HK Janjikan Pertemuan dengan DPD-DPR RI
Empat Tuntutan Aliansi Pekerja Buruh Banua (PBB):
1. Menolak sekeras-kerasnya UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR RI pada 05 Oktober 2020.
2. Meminta kepada Presiden RI Joko Widodo membatalkan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) dan atau mengeluarkan Klaster Ketenagakerjaan dari UU Omnibus Law Cipta Kerja.
3. Meminta kepada DPRD Provinsi Kalimantan Selatan, untuk mendampingi dan mengawal perwakilan Aliansi PBB, menyerahkan secara langsung kepada
DPR RI, kajian dan atau sandingan UU Omnibus Law Cipta Kerja dengan UU. No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
4. Tolak upah murah dan meminta agar kenaikan upah minimum provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2021, adalah minimal sebesar, 8%.
5. Meminta kepada DPR RI, DPRD, pemerintah pusat dan daerah, untuk terus fokus pada pencegahan penularan Covid-19 dan pemulihan ckonomi pasca-pandemi.
Sementara Yoeyoen menimpali kalau pihaknya juga akan menggugat keputusan Kementrian Ketenagakerjaan khususnya tentang kebutuhan hidup layak (KHL) yang hanya menaikkan upah minimum provinsi Kalsel sebesar Rp10.000.
“Kami akan protes dewan pengupahan provinsi Kalsel yang hanya menaikkan UMP Rp10.000/bulan. Jangan lecehkan kami dengan Rp10.000,”
Ia juga meminta pemerintah pusat dan daerah serta DPR RI agar fokus terhadap penanganan Covid-19.
“Fokus saja terhadap penanganan Covid-19. Bukan menyusun undang-undang,” Yoeyoen.
Dilengkapi Riyad Dafhi