bakabar.com, JAKARTA - Terindikasi ikut campur dalam sengketa saham PT Citra Lampia Mandiri (CLM), Akademisi dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menyarankan agar Edward Omar Hiariej alias Eddy mundur dari jabatan Wakil Menteri Hukum dan HAM.
Indonesian Police Watch (IPW) melaporkan Eddy ke KPK setelah orang nomor dua di Kemenkumham itu terindikasi campur tangan dalam sengketa saham PT CLM yang merupakan sebuah perusahaan nikel asal Luwu, Sulawesi Selatan.
Sesuai laporan IPW, Eddy terindikasi membela salah satu pihak yang bersengketa dan menerima bayaran senilai Rp7 miliar melalui dua orang dekatnya.
Baca Juga: Ssstt.. Ada ‘Haji’ Kalsel Dalam Pusaran Sengketa Nikel Luwu
Menurut Castro, sapaan karib Herdiansyah, pejabat yang sedang menghadapi kasus hukum sebaiknya segera nonaktif dari jabatannya.
“Di negara-negara lain, malah langsung mundur dan melepaskan jabatannya,” jelas Castro dihubungi bakabar.com.
Selain berkonsentrasi menghadapi tuduhan cawe-cawe dalam sengketa dua kubu di saham PT CLM, pilihan mundur juga untuk menghindari intervensi melalui kekuasaan yang dimiliki Eddy.
“Nonaktif atau mundur merupakan bentuk tanggung jawab etik kepada publik,” jelas Castro.
Jababatan wamenkumham memang tidak secara langsung berhubungan dengan KPK secara kelembagaan. Tapi sebagai wakil pemerintah, tentu memungkinkan ruang intervensi dari kekuasaan.
“Itu jelas masuk dalam kualifikasi conflict of interest. Dan setiap pejabat publik harusnya menghindari konflik kepentingan ini,” jelasnya.
Sebab, selain bertentangan dengan etika pejabat publik, juga berpotensi memunculkan ruang korupsi akibat penyalahgunaan kewenangan.
Presiden Jokowi, menurutnya sudah seharusnya bersikap tegas atas dugaan keterlibatan Eddy dalam pusaran sengketa saham PT CLM.
“Mestinya presiden menekankan agar setiap jajarannya menghindari konflik kepentingan ini,” pungkasnya.
Konstruksi Kasus
Campur tangan Eddy, sesuai laporan IPW, bermula ketika para pemegang saham PT CLM melakukan perubahan akta pendirian yang harus mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM.
Perebutan kepemilikan saham PT CLM sendiri dimulai sejak 2019. Melibatkan kubu Helmut Hermawan yang kini dipenjara atas tuduhan pembuatan keterangan palsu dengan Zainal Abidinsyah.
Kisruh kepemilikan PT CLM sedianya telah melalui proses sengketa di Badan Arbitrase Nasional (BANI) berujung dengan kekalahan kubu Helmut.
Merasa terjepit, Helmut yang sebelumnya menjabat direktur utama PT CLM, mengutip laporan Koran Tempo, Kamis 23 Maret 2023, lantas mencari bantuan ke seorang pengacara AZ yang merupakan rekan Eddy.
Kubu Helmut kemudian mengatakan bahwa Eddy mengamanatkan persoalan PT CLM ke dua asisten pribadinya. Dari sana muncul permintaan Rp7 miliar diduga sebagai biaya pengurusan pengesahan kepemilikan PT CLM.
Pemberian pertama sejumlah Rp2 miliar melalui rekening. Kedua sebesar Rp2 miliar juga lewat rekening. Dan ketiga berjumlah Rp3 miliar tunai dalam bentuk mata uang asing. Uang tunai disebut-sebut diberikan di ruangan asisten pribadi Eddy.
Namun, meski uang Rp7 miliar telah diberikan, ternyata masalah yang dihadapi oleh Helmut tidak selesai. Salah satunya adalah pengurusan administrasi di Direktorat Jenderal AHU (Administrasi Hukum Umum). Akibat gagal mengurus perizinan di Ditjen AHU, Helmut kehilangan perusahaan dan diambilalih oleh pihak Zainal.
Kubu Zainal akhirnya berhasil menguasai PT APMR -induk CLM- dan PT CLM lewat sokongan seorang pengusaha tambang asal Kalsel, HI.
Baca Juga: Sosok 'Haji' dalam Kisruh Nikel Luwu: Hanya Alat Oknum Jenderal?
Membawa sejumlah bukti dan transfer, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso kemudian melaporkan Eddy ke KPK.
“Selain menerima uang Rp7 miliar, wamenkumham juga meminta jabatan komisaris untuk dua asisten pribadinya kepada Helmut di PT CLM,” jelas Sugeng saat memenuhi pemanggilan KPK dalam kapasitasnya sebagai pelapor, Senin (20/3).
Di hari yang sama, Eddy yang datang memenuhi pemanggilan KPK guna klarifikasi membantah semua laporan Sugeng.
Ia juga mengatakan bahwa Yossi Andika Mulyadi bukanlah asisten pribadinya melainkan seorang lawyer dan tidak pernah menjadi asprinya.
Hal itu sekaligus menjadi bantahan terhadap pernyataan Sugeng bahwa Eddy menerima aliran dana melalui perantara dua asprinya.
“Yang namanya Yosie Andika Mulyadi ini adalah lawyer, dia bukan asisten pribadi saya. Ini sekaligus bisa klarifikasikan kepada publik bahwa ocehan yang disampaikan bahwa dua aspri itu jelas salah,” ujar Eddy.